Saturday, June 30, 2018

Aneh..! Kita sudah menang. mengapa masih saja perang?

Tak perlu anda takut lagi dengan narkoba. Apalagi sampai berlebihan dalam melindungi generasi bangsa ini.

Karna perang terhadap narkoba sudah anda menangkan dengan telak. Sehingga bisa dijamin negara dan generasinya akan baik baik saja. Narkoba sudah tidak mengincar generasi dan bangsa ini.

Silahkan anda buat pesta atas kemenangan perang jihad kalian melawan narkoba.
CONGRATS for all soldiers indonesia who winning in the battle on the war against drugs.
Saya berani jamin jika generasi bangsa ini akan baik baik saja. Karna target para bandar narkoba adalah bukan generasi bangsa ini tetapi sudah berubah. Yaitu sasaran utama menjadi penjara penjara diaeluruh indonesia.
Dengan mengkriminalisasi pecandu dan mengumpulkannya dipenjara adalah cara dan taktik hebat dalam perang kalian.

Mengorbankan orang lain demi menyelamatkan orang lain.
Semua narkoba yang ditangkap hingga berjumlah ton itu adalah ingin dimasukan dan diedarkan dipenjara.

Para pecandu ditangkap untuk menjadi umpan sang bandar muncul. Karna lebih mudah menangkap bandar narkoba apabila tujuan dan tempatnya sudah kita ketahui. Tinggal nongkrong sambil ngopi maka datanglah rezeki dari segala arah.

Orang munafik adalah orang yang dalam berbuat dan berkata sangat berbeda. Kalian tangkap orang yang membawa narkoba ke penjara dengan alasan kalian peduli dengan nasib pecandu yang kalian korbankan dan dijadikan umpan.

Kereen.
Lalu kalian limpahkan semua menjadi kesalahan petugas penjaga penjara.

Kepada para petugas penjara maka bersabarlah dan berbaiklah kepada napi narkoba karna sesungguhnya nasib kalian adalah sama yaitu dijadikan umpan untuk menangkap para bandar dan kurir yang datang dari luar negeri.

Wassalam.

Wednesday, June 27, 2018

Hilang

Sejatinya yang namanya penjajah itu adalah HUKUM.

Jika suatu negeri memiliki hukum yang tidak bisa memberikan KEADILAN untuk rakyatnya maka dapat dipastikan rakyat kecil akan selalu menderita. Karna tidak ada keadilan bagi mereka..

Karna hukum diciptakan sejatinya tidak untuk menghukum seseorang atas perbuatannya...

Akan tetapi hukum mempunyai tujuan sangat mulia yaitu "MELINDUNGI".

Melindungi yg lemah dari yg kuat.
Melindungi yg kecil dari yg besar.
Melindungi yang tak berdaya dari kesewenangan seseorang..

Ketika
"HUKUM" sudah tak dipercaya lagi.

"KEADILAN" mulai diperdagangakan.

"KEBENARAN" pun disembunyikan.
Dan Ditambah
"ORANG BENAR" hanya diam.
Melihat tapi seperti buta.
Mendengar tapi seperti tuli.
Berkata tapi seperti bisu.

MAKA
"KEDZOLIMAN" akan merajalela.

Manusia seperti vampire yg tega menghisap darah manusia lain hanya demi "HARTA"

Manusia seperti kanibal yang tega memakan daging manusia lain hanya demi "TAHTA"

Manusia menjadi seperti hewan tanpa akal dan penuh nafsu serta menghalalkan segala cara hanya demi "WANITA".

Orang kecil dan lemah akan diperlakukan semena mena dan diperlakukan seperti binatang.

Orang bodoh akan semakin dibodohi oleh yang pintar agar mudah ditipu daya.

Lalu kemanakah kami orang kecil yang lemah serta bodoh ini bisa mendapatkan "KEADILAN" ??..

Fungi hukum sekarang sudah berubah.
Dan itulah sejatinya yang menjajah kita.

#Belajar_Waras

Kisah makhluk paling hina

Apakah anda tahu jika Tuhan hanya menciptakan 2 makluk yang bisa dilihat dan bisa bergerak. Yaitu manusia dan binatang. Selain manusia dan binatang maka Tuhan juga menciptakan makhluk ghaib.

Apakah anda tahu dari 2 makluk Tuhan yang kasat mata itu maka TUHAN memberikan dari tiap mahkluk itu cobaan berat dalam hidup ini. Karna mereka harus merasakan penderitaan dengan menjadi makluk Tuhan yang paling hina.

Dari manusia ada yang namanya pecandu yang selalu dihina dan dianggap nista.
Dari Hewan ada yang namanya anjing. Entah apa salah dan dosa anjing hingga menjadi makluk hina dimata umat islam.

Apakah kalian Tahu rasanya  makhluk paling hina dimuka bumi?.
Apakah kalian tahu Tujuan Tuhan menciptakan pecandu dan anjing ?. Apakah hanya untuk dihina dan diperolok saja oleh kalian yang merasa suci.

Janganlah kalian merasa paling suci. Bisa jadi hatimu lebih najis dari yang liurnya najis atau orang yang kau anggap najis.

Bacalah kisah dibawah ini.

Sungguh beruntung orang yang bisa menyerap pelajaran dari semua perihal dan peristiwa di alam raya ini. Merekalah orang yang senantiasa mendapat tambahan iman karena kepekaannya dalam menangkap ibrah dari hal yang dianggap najis sekalipun. Dan para sufi, orang yang menempuh jalan cinta untuk mendekati Illahi, memperoleh keistimewaan ini. Hati mereka yang bersih mampu menangkap pelajaran-pelajaran tak biasa itu.

Salah satunya adalah kisah terkenal, tentang perjumpaan Syeikh Abu Yazid al-Busthami dengan seekor anjing. Beliau adalah ulama besar pada masa awal Islam. Lahir di daerah yang sekarang menjadi wilayah dari Iran pada 188H, beliau menganut mazhab Hanafi yang taat betul dengan syariat.

Ini sekaligus membantah bahwa para sufi tak mengindahkan syariat. Justru mereka adalah orang yang sudah melampaui syariat. Catat, melampaui, bukan meninggalkan.

Pada suatu ketika, Syeikh Abu Yazid al-Busthami menyusuri jalan seorang diri. Tak seorang murid pun yang menyertainya. Saat sedang asyik melintas, tiba-tiba, dari arah depan, ada seekor anjing hitam berlari ke arahnya. Syeikh Abu Yazid mulanya tenang-tenang saja, tapi begitu si anjing mendekat, secara spontan beliau mengangkat jubah kebesarannya. Tindakannya adalah reflek dari seorang yang senantiasa menjaga kesucian agar selalu bisa dekat dengan Tuhannya. Beliau khawatir kalau-kalau jubahnya bersentuhan dengan anjing yang liurnya najis itu.

Tapi, betapa terkejutnya Beliau begitu mendengar si anjing hitam yang sudah berada di dekatnya tadi memprotes: “Tubuhku ini kering dan aku tidak melakukan kesalahan apa-apa!

Mendengar suara dari anjing hitam seperti itu, Syeikh Abu Yazid masih tak mempercayainya: “Benarkah anjing ini bicara padaku? Ataukah itu hanya perasaan dan ilusiku semata?” Kira-kira begitu gumam Syeikh Abu Yazid al-Busthami yang masih terdiam memandangi heran si anjing.

Namun belum selesai keheranan beliau, anjing hitam itu sudah meneruskan protesnya: “Jika pun engkau merasa terkena najis dariku, engkau tinggal membasuhnya 7 kali dengan air dan tanah, maka najis di tubuhmu itu akan hilang. Tetapi jika engkau mengangkat gamismu itu karena merasa dirimu yang berbadan manusia lebih mulia, lantas menganggap diriku yg berbadan anjing ini najis dan hina, maka sesungguhnya najis yang menempel di hatimu itu tidak akan bersih walau engkau basuh dengan 7 samudera”.

Setelah yakin bahwa suara tadi benar-benar keluar dari anjing hitam yang ada di dekatnya itu, Syeikh Abu Yazid al-Busthami pun menyadari kekhilafannya. Secara spontan pula, beliau meminta maaf karena telah menghina sesama makhluk Tuhan yang dianggapnya rendahan.

Ya, engkau benar wahai anjing hitam. Engkau memang kotor secara lahiriah, tetapi aku kotor secara batiniah. Karena itu, marilah kita berteman dan bersama-sama berusaha agar kita berdua menjadi makhluk yang bersih.” Kata Syeikh Abu Yazid al-Busthami mengajak berdamai.

Lalu sebagai kompensasi atas sikapnya yang terkesan merendahkan, beliau mengajak si anjing tersebut untuk berjalan bersama. Tapi justru si anjing kini menolak.

Engkau tidak pantas untuk berjalan bersama denganku apalagi menjadi sahabatku! Sebab, semua orang menolak kehadiranku, siapa pun yang bertemu denganku akan melempariku dengan batu. Sebaliknya, engkau disambut hangat dan diperlakukan sebagaimana raja. Padahal aku tidak pernah menyimpan sepotong tulang pun, sementara engkau memiliki sekarung gandum untuk makan esok hari!” Ujar si anjing hitam.

Syeikh Abu Yazid al-Busthami lantas terhenyak. Ulama besar itu diceramahi oleh anjing yang kemudian berlalu meninggalkannya dalam kesendirian di jalanan yang sepi itu. Si anjing hitam tadi pergi dengan meninggalkan luka yang menyayat hati Syeikh Abu Yazid al-Busthami. Betapa tidak, oleh anjing saja beliau merasa tak pantas dekat, bagaimana dengan Allah? Beliau khawatir Allah pun berlaku demikian pada dirinya.

Ya Allah, aku tidak pantas bersahabat dan berjalan bersama seekor anjing milikMu. Lantas, bagaimana aku dapat berjalan bersamaMu yang abadi dan kekal? Maha Besar Allah yang telah memberi pengajaran kepada yang termulia di antara makhlukMu yang terhina di antara semuanya.” ucap Syeikh Abu Yazid al-Busthami lirih.

#Belajar_Waras
#PecanduBukanKriminal
#PenjaraBukanSolusi.

Mengerti sesuatu yang tidak bisa difahami.

Mengerti sesuatu yang tidak bisa difahami.

Ini adalah hal yang paling sulit untuk bisa kita kerjakan. Tetapi kita dipaksa untuk melakukannya. Seperti :
Mengerti.
Ketika kebijakan diambil untuk menangkap dan menghukum mati orang yang berusaha memasukan narkoba kenegara kita. Dengan alasan yang bisa dimengerti yaitu menjegah generasi penerus dirusak oleh narkoba.

Mengerti.
Ketika kebijakan diambil untuk menangkap dan menghukum para bandar dan pengedar dengan alasan yang dapat diterima yaitu mencegah para pemakai narkoba lebih terjerumus dalam kecanduaannya atau mencegah meningkatnya para pemakai narkoba.

Coba mengerti.
Ketika kebijakan diambil dengan langkah ekstrim yaitu menangkap dan memasukan para pemakai narkoba kepenjara. Dengan alasan yang masih bisa dimengerti yaitu melindungi generasi yang belum kena narkoba dari bujuk dan rayu para pemakai narkoba.

Sulit mengerti
Ketika seseorang hendak memasukan narkoba kedalam penjara maka mereka ditangkap. Dengan alasan yang sulit atau tidak bisa dijabarkan. Karna kalian menghukum mati dan menangkap banda r juga pengedar lalu memasukan pecandu kepenjara dengan alasan masuk akal yaitu melindungi generasi penerus yang belum terkena narkoba. Lalu ketika narkoba dimasukan kedalam penjara masih kalian tangkap maka kewarasan saya sudah tak mampu untuk mencari apa alasannya?. Siapa yang coba kalian lindungi?. Apa kalian peduli sama pecandu dipenjara?.
Kecuali orang tersebut berusaha memasukan ke pusat rehabilitasi maka kalian tembak mati ditempatpun maka masih saya benarkan karna alasannya akan mengganggu prosea pemulihan dari para pecandu dari kecanduannya.
Coba saya ingin tahu apa alasannya kalian menanggkap orang yang memasukan narkoba ke lapas atau penjara?. Apa kalian dirugikan?. Apa kalian terganggu?. Siapa yang kalian lindungi sehingga kalian menghukum orang yang membawa narkoba kepenjara.

Teenyata benar kata orang bijak jika kebencian sudah bertahta dihati manusia maka kita tak akan pernah bisa melihat kebaikan dari orang yang kita benci tersebut.

Bahkan hanya karna alasan kebencian maka seseorang akan mengambil kembali sampah yang sudah dibuang kepembuangan sampah ketika dia melihat sampah yang dibuangnya akan diambil oleh orang yang kita benci.

#Belajar_Waras

Monday, June 25, 2018

Humanity

Kami peduli akan keadilan.
Kami hargai kebenaran.
Kami hormati kemanusiaan.

Kami tolak kebancian.
Kami tak sudi perpecahan.
Kami benci stigma dan fitnah.

Tanpa KEADILAN.
maka
Sebuah negeri hanyalah kumpulan kelompok manusia barbar yang jauh dari peradaban dan mempunyai ambisi memiliki yang jadi punya orang lain dan tujuan hidup menghabisi orang lain demi mempertuhankan nafsu keserakahannya.

Mahkamah agung.
Lembaga yang dihormati.

Hanya ada 3 yang memakai kata agung.

1. TUHAN.
2. MESJID.
3. RAJA.

DAN
yang ada dimahkamah agung adalah para hakim agung.
Tapi
Mengapa kau tak tegas dalam menciptakan keadilan.

Tinggi ilmu yg kau dapat dan kau pelajari adalah sebagai senjata buat menegakkan keadilan.
Dan bukan kau gunakan tuk menghadapi para pencari keadilan.

Para pencari keadilan sesungguhnya adalah rakyat kecil dan miskin yg mencoba memohon pertolongan kepadamu agar hukuman yg diterimanya adalah sebuah keadilan dan bukan penzaliman ataupun penindasan.

Faktanya kau terapkan ilmu tinggimu kepada orang orang bodoh yg mencari keadilan.
Kau jawab keadilan dengan bahasa sulit dimengerti.  yg kami tidak mengerti sebagai orang bodoh.
Walhasil
Bukan keadilan yang didapat tapi dinaikannya hukuman sebagai bentuk arogansi dan kediktatoran hukum terhadap orang kecil dan lemah juga bodoh ini.

Berubahlah sebelum terlambat.
Karna kau akan menghadiri pemgadilan akherat suatu saat nanti.

Friday, June 22, 2018

Anda manusia berilmu?

Dengan ilmu manusia akan menyelesaikan suatu masalah langsung ke akar atau pokok masalahnya.

Tetapi
Tanpa ilmu maka manusia akan menyelesaikan sebuah masalah dengan cara meraba, menerka atau menebak. Yang pada akhirnya dikenal dengan menyelesaikan masalah dengan masalah baru.
Contoh ada seseorang datang yang meminta tolong kepada anda mengapa handphone dia tidak bisa untuk komunikasi.
Karna gengsi maka akhirnya anda paksakan memperbaiki handphone tersebut dari mulai mengganti mic sampe ke antena dan penerima pemancarnya. Tapi akhirnya anda baru sadar jika handphone tersebut dalam keadaan mode pesawat.
Masalah selesai tetapi mic dan antena serta penerima pemancarnya akan menjadi sebuah masalah baru untuk anda. Karna terlanjur anda bongkar semuanya.

Dengan ilmu maka akan langsung menuju ke akar masalah.

Contoh
Pancasila adalah hasil rumusan orang orang berilmu dan sangat hebat dibidangnya.
Contohnya sila pertama ketuhanan YME. Apakah artinya orang yang hidup diindonesia harus beragama. Tidak juga. Siapapun bisa tinggal dinegeri ini meskipun tidak memiliki agama sekalipun.

Tetapi
Jangan coba coba hidup dinegeri ini jika tidak mempunyai Tuhan. Tanpa agama masih ok tapi tanpa Tuhan silahkan angkat kaki pindah dari negeri ini.
Mengapa Harus Tuhan dan bukan agama pada sila pertama pancasila.
Disitulah letak hebatnya pembuat pancasila.

Sipembuat pancasila ingin kita bisa hidup berdampingan sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
Agama hanya akan membuat manusia terpecah dan terkotak kotak.

Makanya dinegeri ini cukup anda mengakui Tuhan dan anda adalah masuk ciptaan Tuhan maka hal lainnya seperti suku agama dan ras kita kesampingkan agar kita bisa saling menghargai dan menghormati. Saling menolong dan membantu. Saling bekerja sama dalam membangun negeri tercinta ini.

Bukan seperti sekarang ini. Agama dijadikan issue yang selalu diangkat untuk saling menjatuhkan. Saling memusuhi dan saling membenci.

Janganlah indonesia hancur karna perbedaan agama.

Tapi wujudkan indonesia yang bermatabat serta penuh kasih sayang atas dasar menyadari persamaan keyakinan yang kita miliki yaitu kita adalah mahkluk ciptaan Tuhan.

Jika ada pertanyaan apakah menurut anda melarang penggunaan narkoba serta membuat hukum dan memberikan hukuman yang berat adalah sebuah cara yang tepat untuk memberantas narkoba??.

Jawaban orang tanpa ilmu itu akan setuju dan hanya melihat jika itu satu satunya cara memperkaya diri melalui pembodohan dan pemerasan.

Tetapi
Jawaban orang yang berilmu adalah alangkah sangat salah melarang narkoba apalagi sampai mengkriminalisasi korban narkoba.
Karna jelas narkoba tidak bersalah dan tidak harus dilarang juga.

Seharusnya yang dilarang adalah manusia menjadi bodoh.
Kebodohan adalah pangkal segala malapetaka dan kesusahan pada manusia.

Berjihad dan berperanglah melawan kebodohan.
Karna hanya manusia bodoh yang cendrung menjadi atau menyalahgunakan apapun.
Termasuk penyalahgunaan jabatan dan pangkat.

Wassalam

Ayat2fitnah

Thursday, June 21, 2018

Pasal Rehabilitasi hanya mitos??.

Seru Berbagi Ilmu

Diskusi Publik UNODC dan BNN tentang Pasal 54 dan 127

Pada 6 April 2017, UNODC bekerjasama dengan BNN mengadakan diskusi publik mengenai implementasi Pasal 54 dan Pasal 127 UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Acara yang diadakan di Morrissey Hotel ini bertujuan untuk mendukung rencana pemerintah sehubungan dengan revisi UU Narkotika. Untuk menjawab harapan penyelenggara agar diskusi tersebut dapat mengidentifikasi tantangan dan memperoleh rekomendasi sebagai bahan pertimbangan proses revisi UU Narkotika, LBH Masyarakat melalui perwakilannya pada diskusi itu menyampaikan masukan melalui dokumen tertulis. Berikut adalah analisa dan rekomendasi kami yang telah kami berikan pada perwakilan UNODC dan Direktur Hukum BNN, Bapak Darmawel Aswar.

Input LBH Masyarakat untuk Diskusi Publik UNODC dan BNN RI tentang Pasal 54 dan 127 UU Narkotika
LBH Masyarakat menyambut baik upaya diskusi publik yang diselenggarakan UNODC dan BNN ini. Forum besar yang mempertemukan BNN, dalam konteksnya sebagai penegak hukum, dan masyarakat sipil yang terdampak langsung bukanlah forum yang sering terjadi. Kami berharap hal-hal yang kami sampaikan di sini dapat bermanfaat untuk rekan-rekan BNN dalam menyikapi momen-momen perubahan regulasi narkotika yang akan datang.

Diskusi publik ini memberikan fokus pada implementasi Pasal 54 dan Pasal 127 UU Narkotika. Dua pasal yang digadang-gadang menjadi tulang punggung pemberian rehabilitasi entah dalam rupa diskresi ketika tahap penyidikan ataupun putusan hakim.

Kami yakin bahwa kawan-kawan yang ada di sini dapat memberikan masukan tentang praktik penerapan Pasal 54 dan Pasal 127. Namun, ada baiknya kita bahas juga kedua pasal tersebut. Apakah kedua pasal ini memang menjamin hak atas kesehatan yang dibutuhkan oleh rekan-rekan pemakai narkotika? Atau, justru istilah ‘pasal rehab’ itu hanyalah retorika yang menginterpretasi UU Narkotika agar lebih terkesan humanis dan ramah pada pemakai narkotika?
Pertama, perlu diperhatikan bahwa Pasal 54 berada di Bab IX UU Narkotika yang membicarakan tentang Pengobatan dan Rehabilitasi sedangkan Pasal 127 berada di Bab XV tentang Ketentuan Pidana. Terpisah jauhnya kedua pasal ini tentu secara tidak langsung menunjukan bahwa situasi hukum yang ingin dicapai oleh kedua pasal ini sebenarnya terpisah.

Pasal 54 UU Narkotika menyatakan bahwa “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan sosial”. Pasal ini tidak serta merta berarti bahwa pecandu narkotika dan penyalahguna berhak atas rehabilitasi. Pasal ini justru meletakan beban pada pecandu dan korban penyalahguna untuk memiliki kewajiban menjalani rehabilitasi. Sebuah hal yang jika ditinjau dari kacamata hak atas kesehatan sebenarnya tidak sesuai karena seharusnya negara yang mengemban tanggung jawab untuk memberikan layanan kesehatan bukannya memaksa rakyatnya untuk mengakses layanan.

Pasal 127 sendiri, sebagaimana kita semua tahu, ayat pertamanya berisi pemidanaan bagi penyalahguna narkotika. Kesempatan rehabilitasi seakan datang melalui ayat 2 yang mengatakan bahwa dalam memeriksa perkara Pasal 127 hakim harus memperhatikan Pasal 54, 55, dan 103 UU Narkotika. Pasal 54 dan 55 pada dasarnya memberikan pengecualian pada penyalahguna yang sudah melaporkan diri ke negara. Hal ini juga diperkuat oleh Pasal 128 ayat 3 yang menyatakan bahwa mereka yang sudah melaporkan diri tidak dipidana. Pasal 103 di sisi lain memberikan wewenang pada hakim untuk dapat memutus rehabilitasi.

Masalah pertama yang ditemukan dalam struktur ini adalah permasalahan terminologi. Pasal 54 menggunakan pecandu dan penyalahguna, Pasal 55 dan Pasal 103 memakai pecandu, Pasal 127 ayat 1 penyalahguna, Pasal 127 ayat 3 malah menyebut penyalahguna yang kemudian diketahui sebagai korban penyalahguna.
Tentu kami paham bahwa setiap pasal ada maksudnya. Konstruksi yang dibangun oleh skema ini adalah pecandu dan penyalahguna dapat direhabilitasi sedangkan penyalahguna dipidana. Konstruksi ini dalam pandangan kami perlu dievaluasi karena tidak dapat menjawab pemenuhan hak atas kesehatan kepada setidak-tidaknya 3 kelompok: (1) Orang yang memakai narkotika untuk pertama-tama atau masih coba-coba atau orang yang memakai narkotika sekali-sekali saja, tanpa permasalahan ketergantungan, (2) orang yang memakai narkotika setelah menjalani dua kali masa perawatan, sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 128, dan (3) orang yang memakai narkotika untuk kepentingan medis tanpa resep dokter.

Untuk kelompok pertama, ada argumen bahwa kelompok ini masih dapat dikategorikan pecandu mild bila memenuhi beberapa kriteria pada DSM V. Namun argumentasi ini rawan akan pengkhianatan intelektual karena si konselor adiksi atau orang yang memberikan assessment akan memiliki kecenderungan untuk meningkatkan status seseorang yang sebenarnya tidak memiliki masalah adiksi menjadi seorang pecandu untuk bersesesuaian dengan ketentuan UU agar si klien tidak dipenjara. Kelemahan berikut dari argumentasi ini juga, jika dikaitkan dengan konstruksi yang dibangun UU ini, adalah, jika mereka yang baru coba-coba atau hanya menggunakan narkotika sekali-kali dianggap pecandu, maka siapakah yang disebut penyalahguna?
Masalah kedua yang kami lihat dari skema UU ini adalah bahwa semua penentuan status dan pidana kepada pecandu, penyalahguna, atau korban penyalahguna dibebankan pada institusi kehakiman. Hal ini jelas terlihat pada Pasal 127 ayat 2 dan Pasal 103 yang dengan terang benderang menyebut ‘hakim’ dalam ketentuannya. Hal ini bermasalah karena hakim adalah ahli hukum, bukan kesehatan apalagi soal adiksi. Sebagai contoh, pada penelitian kami terhadap putusan-putusan PN di Jabodetabek pada 2014, ada seorang hakim yang memutus rehabilitasi selama 28 bulan lamanya. Selain bahwa proses rehabilitasi selama itu rawan tak efektif, angka putusan itu juga menyalahi rekomendasi SEMA No. 4 Tahun 2010 yang mematok batasan rehabilitasi sampai satu tahun saja paling lama. Beban berat yang diberikan pada sistem peradilan ini juga tak pelak membebani rekan-rekan yang bekerja di Puskesmas, rumah sakit, atau lembaga rehabilitasi. Berkebalikan dengan situasi hakim sebelumnya, rekan-rekan ini adalah ahli kesehatan dan adiksi, mereka bukan ahli hukum. Namun skema yang demikian memaksa mereka untuk mampu menulis surat keterangan atau memberikan keterangan di hadapan penegak hukum. Kemampuan demikian tidak dimiliki secara merata oleh rekan-rekan petugas kesehatan, kalau tidak mau kita bilang kurang. Berhadapan dengan penegak hukum tetaplah tantangan bagi petugas kesehatan dan tidak semuanya mau dan mampu untuk itu.

Masalah ketiga yang kami lihat adalah skema yang tidak jelas dari UU ini membuat beberapa instansi  membentuk semacam peraturan internal agar, setidaknya bagi instansi tersebut, mereka memiliki panduan yang jelas untuk menuntut atau memutus rehabilitasi. Kejaksaan Agung misalnya mengeluarkan SEJA No. B-601/E/EJP/02/2013 untuk memberikan kriteria pada Penuntut Umum agar dapat menuntut rehabilitasi. Problem yang muncul dari SEJA ini sama persis dengan Pasal 103, yakni menggunakan kata ‘dapat’ bukannya menggunakan kata yang lebih kuat untuk menjamin pemenuhan hak atas kesehatan bagi rekan-rekan pemakai narkotika. Mahkamah Agung bahkan sejak 2010 mengeluarkan SEMA No. 4 Tahun 2010 yang memberikan kriteria-kriteria bagi hakim untuk memutus rehabilitasi. Kriteria-kriteria ini yang kemudian diambil oleh Kejaksaan Agung untuk membentuk SEJA tadi.

Tidak boleh juga kita lupa bahwa skema pemberian rehabilitasi tersebut juga dirusak oleh keberadaan pasal-pasal yang memidana penguasaan[1] dan pembelian[2] narkotika, hal-hal yang umum dilakukan oleh pemakai narkotika. Untuk mengatasi permasalahan ini, Mahkamah Agung bahkan melangkah jauh dengan mengeluarkan SEMA No. 7 Tahun 2012 dan SEMA No. 3 Tahun 2015 yang keduanya seirama menyebut bahwa jika hakim menduga kuat bahwa si terdakwa adalah pemakai narkotika belaka namun tidak didakwa dengan Pasal 127, hakim dapat menerobos pidana minimum pasal yang dikenakan kepada si terdakwa.

Permasalahan dengan surat-surat edaran ini yang paling jelas adalah soal kekuatan hukum, baik dari segi wording dan ketaatan internal pada ketentuannya. Kemudian adalah soal kepastian hukum. Seharusnya rekan-rekan penyidik dan juga parlemen dapat melihat bahwa ada kejenuhan serta kebingungan dari Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung dalam menangani pemakai narkotika dan memberikan rehabilitasi. Surat-surat edaran ini, di luar segala kekurangannya, secara tidak langsung mengambil arah sendiri, yang menurut hemat kami, jauh lebih humanis dari UU Narkotika.

Pada akhirnya, sebagaimana dikatakan dalam undangan, ini waktunya kami memberikan rekomendasi untuk menyikapi beberapa upaya perubahan regulasi ke depannya, antara lain untuk RKUHP dan upaya revisi UU Narkotika. Berikut rekomendasi kami:
Agar BNN berperan aktif di DPR RI untuk segera menghilangkan ketentuan tindak pidana narkotika di RKUHP terutama tindak pidana yang berkaitan dengan pemakai narkotika. Hal ini kami minta bukan karena kami tidak ingin melakukan perubahan melalui RKUHP. Namun, di luar bahwa sejauh ini tindak pidana narkotika hanya copy paste dari UU Narkotika, menurut kami narkotika seharusnya diatur secara terpisah karena materi yang diatur sangat luas dan terpisahnya tindak pidana dari UU Narkotika akan membuat regulasi mengenai narkotika tidak komprehensif. Lebih penting dari itu, dimasukannya tindak pidana narkotika ke RKUHP memiliko risiko tinggi akan tidak terpenuhinya hak atas kesehatan bagi pemakai narkotika. Hal ini disebabkan karena baik PP No. 25 Tahun 2011 tentang Wajib Lapor, Peraturan Bersama 7 Institusi, dan surat-surat edaran Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung, dan peraturan-peraturan lain yang terkait pemberian rehabilitasi menjadikan UU Narkotika sebagai batu pijakan. Ketika batu pijakan itu tidak ada, kemudian bagaimana nanti nasib teman-teman pemakai narkotika?

Melakukan revisi terhadap UU Narkotika yang mengedepankan intervensi kesehatan bukannya sistem peradilan. Kami pikir sudah waktunya rekan-rekan penegak hukum berhenti dari ketersesatan pemilihan terminologi antara korban penyalahguna, penyalahguna, dan pecandu. Inisiatif Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung yang menggunakan gramatur sebagai pembeda antara pemakai narkotika dan mereka yang terlibat peredaran gelap merupakan sebuah hal yang dapat dijadikan contoh. Apa yang sudah ditawarkan oleh SEMA dan SEJA tersebut tentu perlu diperbaiki nafasnya dengan menempatkan rehabilitasi sebagai layanan yang negara berikan bukan kewajiban pemakai narkotika, diteliti dengan baik dan disesuaikan lagi penentuan berat dan zatnya, dan kemudian tentu diperkuat melalui legislasi di parlemen.
LBH Masyarakat tentunya sangat senang apabila rekan-rekan BNN mau membuka pintu dialog seperti ini. Dalam minggu-minggu ke depan, kami akan menerbitkan serangkaian policy paper terkait kebijakan narkotika Indonesia hari ini. Kami harap BNN tetap mau membuka pintu dialog agar bersama-sama kita dapat mewujudkan kebijakan narkotika yang lebih humanis. Dunia pasti akan memberikan hormatnya ketika BNN jelas bersikap bahwa di Indonesia, bagi pemakai narkotika,
#penjarabukansolusi.

Yohan Misero
Analis Kebijakan Narkotika LBH Masyarakat

[1] Pasal 111, 112, 117, 122 UU Narkotika
[2] Pasal 114, 119, 124 UU Narkotika

«

2018, All Rights Reserved

Sumber :
https://lbhmasyarakat.org/diskusi-publik-unodc-bnn-tentang-pasal-54-127/

Wednesday, June 13, 2018

Maaf lahir bathin

Sejalan dengan berlalunya Ramadhan tahun ini Kemenangan akan kita gapai Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa Dalam kesempatan hidup ada keluasan ilmu Hidup ini indah jika segala karena ALLAH SWT

Sebelas bulan Kita kejar dunia,
Kita umbar napsu angkara.
Sebulan penuh Kita gelar puasa,
Kita bakar segala dosa.
Sebelas bulan Kita sebar dengki Dan prasangka, Sebulan penuh Kita tebar kasih sayang sesama. Dua belas bulan Kita berinteraksi penuh salah Dan khilaf, Di Hari suci nan fitri ini, Kita cuci hati, Kita buka pintu maaf dan saling memaafkan.

Jika HATI sejernih AIR, jangan biarkan IA keruh, Jika HATI seputih AWAN, jangan biarkan dia mendung, Jika HATI seindah BULAN, hiasi IA dengan IMAN.

Bila kata merangkai dusta..
Bila langkah membekas lara…
Bila hati penuh prasangka…
Dan bila Ada langkah yang menoreh luka.

Untuk janji yang tak ditepati...
Untuk sumpah yang diingkari...
Untuk kepercayaan yang dikhianati.
Untuk ucapan yang menyakiti...
Untuk perbuatan yang mendzalimi..
Untuk tindakan yang menghakimi..
Untuk perasaan yang terlukai...
Untuk hati yang tersakiti..
Untuk kata yang memaki...
Dan
Untuk semua yang serba tak pasti.

Kami Keluarga Besar Dari
"The Big Family Of Ayat2fitnah" menghaturkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H.

Taqobalallahu minna wa minkum
Mohon maaf lahir dan bathin

Tuesday, June 5, 2018

Belajar berfikir dengan kewarasan akal

Belajar berfikir dengan kewarasan akal untuk mendapatkan sebuah hasil yang maksimal.

Banyak dari kita beranggapan jika narkoba itu berbahaya. Padahal narkoba itu sama dengan benda atau barang lain yang tidak berbahaya. Dan semua barang apapun akan menjadi berbahaya apabila disalah gunakan pemakaian.

Banyak yang mengira apabila pemakai narkotika itu mati karna over dosis. Ada benarnya juga tetapi kematian akibat over dosis itu sangat jarang terjadinya. Bisa dibilang dari 100 kasus kematian maka hanya 1 atau 2 orng saja yang mati akibat over dosis. Karna untuk bisa over dosis dibutuhkan modal yang sangat banyak.

Anda pasti mengenal roger danuarta. Aktor ganteng yang sempat naik daun disinetron deru debu. Masih ingat kasus dia ditemukan dalam keadaan tak sadarkan diri dalam mobilnya. Hanya orang tertentu yang bisa memakai heroin dalam jumlah banyak.

Dikarenakan harga emaspun kalah mahal dengan heroin.
Kembali pada roger. Dia mengalami over dosis yang buat dia tak sadarkan diri. Begitu juga banyak teman saya yang over dosis dan masih bisa hidup. Bahkan saya sudah 10 kali over dosis dan masih bisa mengetik hingga detik ini.

Hakekatnya manusia terlahir sebagai seorang pecandu. Pecandu makanan, pecandu minuman, pecandu buah dada bagi pria karna dari baru dilahirkan dia sudah menghisap payudara ibunya dan sampai besarpun dia masih menghisap payudara si yulia alias yulianto jila kepepet karna sange.

Bermacam macam jenis kecandun pada seorang manusia tapi yang pastinya manusia itu pecandu makan. Setiap hari bahkan bisa sampai 5 kali makan dalam setiap harinya dan hampir sama seperti pecandu heroin.

Jika presiden mengatakan hampir 1000 orang yang mati setiap harinya diseluruh pelosok dunia maka akankah kalian berberfikir bahwa penyebab kematiannya adalah karna kekenyangan karna manusia adalah pecandu makanan?.

Lalu mengapa anda berfikir jika kepala BNN berkata ada sedikit 40 orang pecandu heroin yang mati dalam sehari itu akibat over dosis atau kekenyangan. Karna banyak faktor yang jadi penyebab kematian.

Mayoritas penyebab utama manusia mati adalah karna sakit. Yang kedua adalah kecelakaan dan yang ketiga adalah bunuh diri. Dan untuk faktor bunuh diri itu sangat jarang dan sedikit jumlahnya
.
Pecandu itu bukan orang bodoh yang memilih mati dengan cara bunuh diri dan butuh modal banyak. Karna harga racun serangga jauh lebih murah untuk syarat bunuh diri dibandingkan membeli heroin.

Seperti saya bilang jika penyebab utama manusia mati bukan karna bunuh diri tetapi oleh sakit atau penyakit.

Dari semua manusia maka seorang pecandu itulah yang mempunyai 1000 macam penyakit ditubuhnya akibat kerusakan organ organ vital dalam tubuhnya. Jadi para pecandulah yang memiliki hidup singkat dibandingkan dengan kalian yang bukan pecandu narkotika.

Ditambah dengan memasukan seorang yang sakit dengan 1000 macam penyakit kepenjara maka kesempatan hidup seorang pecandu heroin menjadi tidak ada sama sekali.

Tanyalah kepada keluarga para pecandu yang mati. Dimana mereka mati dan dikuburnya? Hampir 90 persen jawaban mereka adalah jika anak, ayah, kakak, adik, suami, cucu, om, tante, ipar, sepupu, mantu, mertua mereka yang pecandu heroin itu mati dipenjara dan dikubur di belakang penjara narkotika diluat kota jakarta.

Jadi penjara bagi seorang pecandu adalah mimpi buruk dan.momok menyeramkan karna pecandu tahu pasti jika penjara adalah cara sadis seorang manusia membunuh pecandu melalui siksaan dan penderitaan panjang sampai akhirnya  sang pencipta meneteskan air matanya melihat kekejaman manusia melebihi iblis. Tak ada lagi cinta dan kasih sayang dan tak ada iba atau memaafkan...

kemudian sang penciptapun tak tega melihat umatnya hidup tersiksa lalu memerintahkan para malaikatnya untuk pergi kedunia dan segera mengakhiri derita para pecandu dengan jalan  memisahkan nyawa dari raga para pecandu.

Semoga Tuhan mau memaafkan kita semua dan pray 4 the addict.

Wassalam.

#belajar_waras