Friday, March 31, 2017

Nasehat untuk para orang tua

Untuk para orang tua yang anaknya menjadi pecandu janganlah berputus asa dan malu..

Sesungguhnya stigma telah menjadikan anak kalian makhluk nista di negeri ini..

Dan semua orang membenci dan mengirimnya ke penjara..

Dukung anak kalian karna yakinlah suatu saat anak anda bisa pulih.. mereka butuh kalian..
Mereka sedang jatuh dan butuh tangan tangan malaikat untuk membantu mereka bangkit..
Tangan malaikat yang selama ini mereka kenal sejak mereka dilahirkan dari rahim adalah tangan ayah dan ibu mereka..

Makanya tuhan menitipkan para pecandu kepada kalian karna tuhan percaya kepada kalian.
Disaat semua membenci tapi hanya kalian yang tidak.

Support mereka dan jangan biarkan anak kalian dikriminalisasi oleh negara dan dianggap musuh negara..

Sesungguhnya support kalian yang mereka butuhkan untuk bisa bangkit dari keterpurukan..

Jika bukan kalian sebagai orang tua..  maka siapa lagi?.

Mereka semua termakan hasutan dari si penebar kebencian..

Contohkan kepada mereka bagaimana hidup sebagai orang yang beragama..
Yaitu saling memaafkan dan saling menyayangi..
Dan bukan hidup dengan menebarkan fitnah agar manusia membenci terhadap sesamanya.

#belajar_waras

Pesan sang
     Dhazjal 666

Saturday, March 25, 2017

Wajib dibaca..! Jangan mau dibilang bodoh.

Belajarlah
Untuk bisa membuka pikiran anda agar anda dapat melihat suatu hal atau masalah dari suatu sisi atau dari sudut pandang yang berbeda.

"Just open ur mind for a different view"

Contoh..

Jika ada statement atau pernyataan seperti ini maka cobalah melihat dari sisi yang positive.

Narkoba bahaya.
Nuklir bahaya.
Mana jauh lebih bahaya?.

Pasti anda akan menjawab "NUKLIR" yang jauh lebih berbahaya.

Jika anda menjawab seperti diatas berarti anda menjawab tanpa berfikir dahulu.

Tapi anda menjawab berdasarkan sejarah atau sesuatu kejadian yang pernah terjadi lalu itu menempel erat di kepala anda..

Jadi jika menjawab nuklir maka
Anda salah.

Karna jawabannya yang benar dan logis adalah
keduanya akan tetap sama berbahaya jika dipegang oleh tangan orang bodoh dan tak tahu apa apa..

Tetapi
Ditangan orang berilmu atau pintar dan punya pengetauan dibidang itu maka yang tadi awalnya berbahaya bisa di berubah menjadi sesuatu yang bermanfaat..

Contoh :
Narkoba ditangan dokter menjadi obat bius untuk operasi besar atau pain killer.

Nuklir dtangan scientists berubah menjadi pembangkit listrik berdaya juta an kilo volt...

Nah....
Anda faham sekarang??.

Dan jika
ditanya kembali apa narkoba itu berbahaya..??

Maka
Orang bodoh menjawab YA.
Orang pintar menjawab  TIDAK.

Lalu
Anda sendiri akan menjawab yang mana???..

Itulah cara mengetahui jika anda termasuk orang yang pintar atau orang yang bodoh..

Atau
INGIN TAHU PASTI JAWABNYA....!

Silahkan bertanya kepada

JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Dikejaksaan negeri jakarta selatan.
Hanya dia yang mampu menjawab hal itu melalui kaca mata hukum.

Friday, March 24, 2017

Stop it...!!!

Karna disebabkan fitnah dan stigma maka mereka ditangkap dan dikriminalisasi.

Kemudian mereka buat stigma tersebut menjadi abadi agar para pecandu dibenci dinegara ini..

Ini tidaklah ADIL.

DAN
ini adalah perbuatan yang SALAH.

MAKA
Ini harus segera DIHENTIKAN..

Silahkan bertanya kepada

JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Dikejaksaan negeri jakarta selatan.
Hanya dia yang mampu menjawab mengapa hukum tidak berpihak kepada rakyat kecil dan keadilan menjadi komoditi jual beli.

Sang Dhazjall

Mesanger From Hell

Anda Waras??

Selama yang menjadi tolak ukur keberhasilan atau kenaikan jabatan atau posisi serta prestasi para penegak hukum itu adalah terpenuhinya target mereka.

maka
Akan selalu ada orang orang tak bersalah yang akan disalahkan.  Dan orang tak berdosa  dikriminalisasi demi tercapainya target tersebut..

Dan semua demi posisi karir atau jabatan semata..


Maka manusia tega berbuat sadis dan kejam terhadap manusia lain tanpa berfikir jika karma akan selalu mengikuti dari belakang..

Silahkan bertanya kepada

JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Dikejaksaan negeri jakarta selatan.
Hanya dia yang mampu menjawab mengapa hukum tidak berpihak kepada rakyat kecil dan keadilan menjadi komoditi jual beli.

#belajar_waras,

 

Ir. Sukarno : Perjuanganmu lebih berat

Dengan dibuatnya dan diterbitkannya serta disahkannya Undang Undang RI No.35 tahun 2009 tentang narkotika merupakan bukti kuat jika bangsa ini mengalami kemunduran peradaban.

Bukti bahwa bangsa ini belumlah mutlak menghirup udara kemerdekaan.

Bangsa ini masih dijajah oleh bangsanya sendiri.
Kebebasan adalah suatu teori omong kosong belaka.

Pembukaan UUD 45 yang menyatakan kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa hanya menjadi suatu kalimat slogan tanpa makna.

Mencerdaskan kehidupan bangsa hanya sebuah wacana yang berada didalam dunia mimpi.
Karna
Kebodohan dan Pembodohan semakin dipelihara sehingga akan selalu dijaga kelestariannya.

Lalu
Dimana letak harga diri bangsa ini?.
Yang selalu bangga menunjukan kebodohan kebodohan kepada dunia luar.

Mulai dari koruptor yang selalu dimanja padahal mereka rampok uang rakyat.

Kemudian
Sinetron terorist yang dilakukan oleh kelompok mayoritas kepada minoritas tanpa kita tahu apa yang menjadi tujuan utama para terorist tersebut.

Lalu
Hanya negara dzolim dan pengecut yang mengadakan perang terhadap rakyatnya sendiri..
Yang mana rakyat itu adalah rakyat kecil dan tidak akan mungkin akan melawan..

Perang terhadap narkoba sesungguhnya perang melawan anak anak  bangsanya sendiri..

Dampak perang tersebut menjadi ajang pembantaian kemanusian yang dibungkus dalam cover baru.

Melalui UU No 35 tentang narkotika maka
Anak anak bangsa beserta keluarga dari korban narkotika(pengguna) dikriminalisasi..
Sekaligus dihancurkan masa depannya oleh negara yaitu dengan jalan diberikan gelar residivis ex narapidana kepada para korban narkotika.

Kebebasan serta hak hak pengguna narkotika yang menjadi korban norkoba malah dirampas, bahkan menjadi ajang penghasilan tambahan atau gaji ke 17 bagi aparat penegak hukum dinegeri ini.

Mereka berubah menjadi pedagang kaki 3 yang khusus memperjualbeli serta melakukan negosiasi tawar menawar sejumlah rupiah, Apabila kita ingin kembali mendapatkan yang namanya KEADILAN serta kebebasan.

Sampai kapan rakyat kecil terus dijajah oleh hukum yang selalu tidak pernah berpihak kepada orang orang kecil??.

INGIN TAHU JAWABNYA....!

Silahkan bertanya kepada

JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Dikejaksaan negeri jakarta selatan.
Hanya dia yang mampu menjawab mengapa hukum tidak berpihak kepada rakyat kecil dan keadilan menjadi komoditi jual beli.

#belajar_waras,

Saturday, March 18, 2017

Fakta Bahaya Narkoba beserta UU norkoba

Apa yang akan kalian perbuat??.
JIKA
Faktanya undang undang narkotika dan para penegak hukum, ternyata yang jauh lebih berbahaya dari narkoba.

Silahkan dibaca....!!

Awalnya sangat berat buat saya pecandu dan memiliki pikiran yang rusak dan terganggu akibat narkotika dan dipaksa untuk bisa menerima pendapat kalian yang pikirannya waras untuk menolak jika pecandu, pengguna dan pengalahguna narkoba disebut sebagai korban.

Karna faktanya ialah pecandu yang dirugikan oleh narkoba.

Tetapi saya paksakan buat belajar waras seperti kalian dan menerima jika pecandu bukanlah korban..

Setelah sekian lama akhirnya barulah saya  bisa menerima kenyataan pahit jika pecandu bukanlah korban..

Ternyata kalian semua benar menganggap pecandu bukanlah korban.

Akan tetapi,,
Pecandu adalah BUKTI nyata dari gagalnya negara dalam melindugi rakyatnya dan juga BUKTI jika negara telah gagal dalam mencerdaskan kehidupan bangsanya...

Para pecandu adalah sebagai BUKTI,, jadi wajarlah jika kami satu persatu harus dimusnahkan agar KEGAGALAN ini bisa dianggap tidak ada,, Seiring dengan dengan punahnya atau hilangnya para pecandu dinegara ini.

Karna hanya dinegara ini saja yang melaksanakan Perang terhadap narkoba sampai ke penggunanyapun dimasukan ke penjara.
Perang biadab yang dipersenjatai lengkap dengan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yang sadis, karna UU o.35 tersebut ikut menghukum keluarga pecandu dengan memberikan ancaman kepada keluarga pecandu akan dimusuhi dan diperang oleh negara, jika mereka tidak mau melapor atau menyerahkan darah daging mereka yang menjadi pecandu..

Begitukah para petinggi dan pejabat dinegara ini yang dianggap sebagai orang orang bijak dan sekaligus dipercaya untuk membuat undang undang dengan mengkriminalisasi para orang tua pecandu.

Yang apabila mereka menjalankan kewajiban mereka sebagai orang tua yaitu melindungi anaknya.
Maka negara  akan menganggap orang tua pecandu itu telah melakuan suatu tindak  kejahatan.. dan akan diperangi oleh negara,
lalu ditangkap,
kemudian dizhalimi,
yang akhirnya dijebloskan kepenjara.

BIADAB...!!!

Bahkan jika undang undang itu diterapkan kepada HEWAN atau BINATANG maka niscaya tidak satupun HEWAN yang akan mematuhinya.
.
Apa kalian tahu alasannya?.
KARNA INI ADALAH ANAKKU DAN DARAH DAGINGKU..
MENGAPA TIDAK KAU SERAHKAN SAJA ANAKMU KEPADA SAYA UNTUK DISIKSA??
APA JAWAB KALIAN???.

BAHKAN IBU DARI RAJA FIRAUN YANG KAFIRUNPUN AKAN MENJAWAB :
"KAU SAJA DAN BESERTA SELURUH KELUARGA MU YANG GILA ITU UNTUK MEMATUHI UU NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA"

Fakta
Sebegitu pentingnya pengguna narkoba dicari dan diinginkan oleh negara layaknya BURONAN kelas kakap sangat berbahaya dan semata mata hanya untuk dijebloskan kepenjara.

FAKTA
Semua itu karna pecandu adalah bukti tak terbantahkan jika negara telah melakukan kegagalan.
Maka pecandu difitnah kemudian di stigma agar layak dimasukan kepenjara.
Dan itu adalah perbuatan setan.
Yang gemar menyebarkan fitnah serta bibit bibit kebencian.

Salah pecandu hanya menyalahgunakan narkoba dan bukan berbuat jahat atau melukai kalian.
Tetapi mengapa kalian membenci pecandu?.
Itulah hebatnya fitnah dan stigma.
Membuat manusia bisa membenci manusia tanpa dia tahu alasannya

Bahkan kalian tidak sadar jika nrgara telah ngawur dalam membuat Undang Undang bagi rakyatnya.

    Wassalam

   Dhazjal666

Dukung Gerakan 
belajar waras,




Jawab pertanyaannya untuk mengetahui kewarasan anda?

Anda Waras?

Selama masih ada orang yang menebarkan fitnah dan stigma.. maka selama itu pengguna narkotika tidak akan mendapat haknya untuk disembuhkan di rehabilitasi.

Dampaknya sesuatu yang salah akan menjadi suatu yang benar...

Contoh :
Terorrist..

Dengan stigma dan fitnah maka kita membenarkan aparat hukum menembak mati terorist..

Hanya yang waras saja yang bisa melihat itu sebagai suatu pembunuhan dan suatu kesalahan..

Fakta :
Ketika aparat tidak sengaja menembak menembak mati seseorang yang sedang berjalan  maka kita bisa lihat dan sadar jika itu hal yang salah dan itu pembunuhan

Akan tetapi jika distigma klo orang itu tetoris maka kita bisa membenarkan pihak aparat yang menembak mati orang tsb..

Fakta
Belum terbukti dan belum diadili dan belum juga benar dia adalah terorist tetapi kita sudah menganggap benar atau membenarkan suatu pembunuhan..

Semoga keluarga kita selalu dilindungi dari kejamnya fitnah dan stigma..

Karna itu artinya densus berhak menembak siapapun juga dan didukung rakyat asalkan sebelum dibunuh harus distigma teroris terlebih dahulu..

Ngeri sekali hidup dinegara yang mengijinkan aparat hukumnya membunuh siapa saja yang mereka ga suka...

Lalu apa itu STIGMA??.

Menurut pandangan saya yang ga waras ini, stigma adalah hasil akhir dari sebuah proses fitnah..

Fitnah adalah tuduhan tanpa bukti yang ditujukan kepada seseorang.. dan biasanya hal hal yang tidak benar bahkan dilebih lebihkan agar seseorang mendapat predikat buruk di masyarakat..

Yang sering terjadi adalah fitnah terbentuk dari asbun atau asal bunyi atau tidak melalui proses survey dahulu.

Stigma bukan datang dari diri kita sendiri karna
belum ada orang yang memfitnah dirinya sendiri agar mendapat sebuah stigma dan dibenci dimasyarakat..

Maklum bro.. mulut orang indonesia..  suka gossip.

Klo yang ditujukan buat diri sendiri agar disenangi dimasyarakat namanya pencitraan plus pemblusukan..

Itu adalah menurut pendapat pribadi saya yang ga waras menjabarkan soal stigma

Tapi ga tau deh klo ada pendapat lain soal stigma..
Monggo di share..
Disini wadahnya kita belajar dan saling tukar pikiran sesama orang ga waras.. hahahaa

Itu menurut pribadi..
klo salah maaf in aja, soalnya baru berapa tahun jadi orang ga warasnya.

Masengger From Hell

          Dhazjal

Tuesday, March 7, 2017

Hak para korban napza

FORUM KORBAN NAPZA Mendorong terciptanya kesadaran kritis dan terpenuhinya hak-hak korban NAPZA.  telusuri DEC 5 Stop Torture in Health Care Trailer  Diposkan 5th December 2012 oleh FORKON    0 Tambahkan komentar DEC 5 PERNYATAAN SIKAP “Menolak Kriminalisasi Pecandu Narkotika, SEKARANG…!!!”  PERNYATAAN SIKAP FORUM KORBAN NAPZA (FORKON) “Menolak Kriminalisasi Pecandu Narkotika, SEKARANG…!!!” “Pasal 55 Ayat 2 UU 35/2009 Tentang Narkotika, Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social”. “ Pasal 128 UU 35/2009 Tentang Narkotika Ayat (3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana”. Tepat 3 (tiga) tahun UU Narkotika 35/2009 tentang Narkotika di undangkan, ancaman kriminalisasi Pecandu Narkotika, masih terjadi. Orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis yang sedang menjalani rehabilitasi medis dan dalam dua kali masa perawatan dokter oleh pelaksana peradilan seharusnya tidak di tuntut pidana. Fakta nyata Pengadilan Negeri Jakarta Barat, saat ini sedang menggelar sidang pecandu narkotika yang sudah melaporkan dirinya(lapor diri) kepada pusat kesehatan masyarakat yang di tunjuk oleh pemerintah sesuai perundang-undangan yang berlaku saat ini. Bersamaan dengan ini pula Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengabaikan surat eksepsi dari tim kuasa hukum terdakwa menjadikan sidang atas terdakwa pecandu narkotika yang sudah lapor diri tersebut tetap di gelar. Terdakwa berjumlah dua orang di duga atas kepemilikan narkotika, terdakwa yang sekaligus adalah pasien puskesmas kecamatan gambir dan ia sudah tercatat di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dan memiliki kartu lapor diri yang di keluarkan oleh IPWL-Kementerian Kesehatan RI tersebut, katru lapor diri yang di miliki terdakwa berdasar pada surat keputusan kementerian kesehatan yang ada. Kriminalisasi pecandu sedang berlangsung di pengadilan negeri Jakarta barat, ini tentunya sangat mematahkan semagat UU 35/2009 tentang Narkotika dalam menyelamatkan pecandu dari pemidanaan, dan mencederai semangat Negara dalam pemenuhan hak asasi manusia dalam pemenuhan hak atas rehabilitasi bagi pecandu narkotika, kepastian hukum di pertanyakan disini, ini semua sudah jelas di atur dan mengacu pada pasal 128 ayat 3 UU 35/2009 tentang narkotika pun di pertanyakan disini, oleh karena itu kami FORUM KORBAN NAPZA (FORKON); 1. Menolak keras upaya Kriminalisasi Pecandu Narkotika yang dilakukan Negara kepada Pecandu Narkotika yang telah lapor diri kepada tempat yang sudah di tunjuk pemerintah sesuai dengan amanat UU 35/2009 tetang Narkotika untuk tidak di tuntut pidana. 2. Menuntut lembaga dan intitusi terkait diantaranya Kepolisian RI, BNN, Kementerian Kesehatan RI, Kejaksaan RI, Mahkamah Agung RI, Kementerian hukum dan hak asasi manusia RI, DPR RI komisi III dan IX untuk tidak diam atas ancaman kriminalisasi di PN Jakarta Barat. 3. Menuntut untuk menjauhkan terdakwa pecandu narkotika dari proses pradilan pidana Narkotika dan menempatkan Terdakwa Pecandu Narkotika di lembaga rehabilitasi medis, agar tidak menunggu lama segera mendapatkan terdakwa mendapatkan upaya pengobatan dan perawatan medis dan social terkait kecanduan Pecandu Narkotika. Jakarta, 11 Oktober 2012 Herru Pribadi (081310165801) Koordinator Forum Korban Napza (FORKON) Diposkan 5th December 2012 oleh FORKON    0 Tambahkan komentar JAN 12 “MENOLAK KRIMINALISASI PECANDU”  Setelah Undang-undang Narkotika No. 35/2009 di sahkan. Posisi Pecandu dimana orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika berpotensi besar di kriminalisasi. Kriminalisasi Pecandu dapat di lihat jelas pada pasal demi pasal yang terdapat pada UU N0. 35/2009 yang masih memberikan sangsi pidana pemenjaraan minimal 4 tahun atas kepemilikan di bawah 5 gram dan denda, tidak hanya itu bagi pecandu yang tidak melapor kepada pemerintah di beri sangsi pidana denda sampai pada pemenjaraan. FORKON sangat prihatin dalam kondisi saat ini, Pemerintah Indonesia menganggap aturan tersebut sudah “humanis”, FORKON menganggap cara pandang pemerintah terhadap produk kebijakan yang di buat sangat tidak konsisten dalam upaya pemenuhan hak asasi masusia dalam hal ini adalah pemenuhan hak pecandu Narkotika dan FORKON menganggap potensi kriminalisasi akan terus menimbulkan masalah baru di masyarakat serta berimplikasi pada aturan – aturan turunan dari UU No. 35/2009 tentang Narkotika. Diposkan 12th January 2012 oleh FORKON    0 Tambahkan komentar DEC 9 Pernyataan Bersama Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM terhadap Pengguna NAPZA di 4 Provinsi Pernyataan Bersama Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM terhadap Pengguna NAPZA di 4 Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah) Pada Peringatan Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember 2011 Jaringan Pemantau Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Pengguna NAPZA yang bekerja di 4 Provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah telah melakukan pemantauan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polisi dan Penegak Hukum lainnya terhadap para pengguna NAPZA pada 2007 – 2011. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, Tim Pemantau telah mengumpulkan 139 kasus kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Polisi dan Penegak Hukum lainnya dari institusi Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Dengan semangat membangun kerjasama dan kemitraan disertai pemahaman bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan menegakkan Hak Asasi Manusia sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi Republik Indonesia, maka pada peringatan hari Hak Asasi Manusia 10 Desember 2011 ini kami Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM Pada Pengguna NAPZA mendesak agar Pemerintah RI mengambil langkah-langkah untuk mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut: 1. Sebagai bentuk kewajiban konstitusionalnya untuk melindungi hak-hak warga negara, maka Pemerintah Republik Indonesia harus memastikan bahwa perlakuan dan hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan, termasuk yang ditujukan kepada para pengguna NAPZA, harus dilarang secara eksplisit di dalam aturan dan kebijakan serta praktik-praktik penegakan hukum. Penyiksaan harus didefinisikan dan dikriminalisasi sebagai tanda konkrit komitmen Indonesia untuk menerapkan pasal 1 dan 4 Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi dengan Undang-Undang No 5 tahun 1998. 2. Melakukan perubahan kebijakan yang memandang pengguna NAPZA sebagai korban. Apabila harus melalui proses hukum maka rehabilitasi hendaknya menjadi pilihan dan bukannya pemenjaraan. Untuk itu, di saat yang sama diperlukan pula upaya-upaya untuk penyadaran masyarakat secara lebih luas mengenai posisi pengguna NAPZA dan melakukan pengawalan terhadap kebijakan NAPZA di Indonesia. 3. Memastikan bahwa sistem peradilan pidana terhadap para pengguna NAPZA bersifat non-diskriminatif di setiap tahapan dan mengambil tindakan-tindakan efektif memberantas korupsi dan pemerasan oleh pejabat publik yang bertanggung jawab atas administrasi peradilan, termasuk Hakim, Jaksa, Polisi dan staf Lembaga Pemasyarakatan. 4. Semua tahanan dalam kasus NAPZA harus dijamin hak-haknya sebagai subyek hukum untuk menolak penahanan yang tidak sah di hadapan pengadilan, atau menggunakan mekanisme pra-peradilan. Dalam hal ini, Pengakuan yang dibuat oleh tahanan pada kasus NAPZA tanpa kehadiran pengacara dan tidak dikonfirmasi di hadapan hakim tidak dapat diterima sebagai bukti terhadap orang yang membuat pengakuan. 5. Pemerintah perlu membangun mekanisme pengaduan yang dapat diakses dan efektif. Mekanisme ini harus dapat diakses dimana pun dan dari semua tempat penahanan dan pengaduan oleh tahanan harus diikuti dengan penyelidikan independen dan menyeluruh oleh Institusi Penegak Hukum maupun Institusi Nasional Hak Asasi Manusia. 6. Mendesak kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), serta Ombudsman Republik Indonesia, untuk menginisiasi Mekanisme Pencegahan Nasional (NPM) yang sepenuhnya independen untuk menjalankan kunjungan-kunjungan ke semua tempat penahanan, khususnya bagi para tahanan dalam kasus-kasus NAPZA, sebagai salah satu kewajiban dari Pelaksanaan Protokol Opsional Konvensi Anti Penyiksaan. 10 Desember 2011 Forum Korban NAPZA (FORKON) – DKI Jakarta - Herru: 0813 1016 5801 East Java Action (EJA) – Jawa Timur - Rudhy : 0813 3221 1990 Paguyuban Korban NAPZA Bandung ( PANAZABA) – Jawa Barat - Lili: 85722968881 Pergerakan Reformasi Kebijakan NAPZA (PERFORMA) – Jawa Tengah Yvonne: 0819 1459 2009 Diposkan 9th December 2011 oleh FORKON Label: di 4 Provinsi Jaringan narkoba Pelanggaran HAM Pemantau terhadap Pengguna NAPZA 0 Tambahkan komentar NOV 24 Ringkasan Sidang Pleno MK Perkara No. 48/PUU-IX/2011 Uji UU Narkotika Ringkasan Sidang Pleno MK Perkara No. 48/PUU-IX/2011 Hari/Tanggal: Jumat/16 September 2011 Pemohon memberikan keterangan bahwa ketentuan Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yakni melanggar kepastian hukum yang adil. Pasal 112 ayat (1) yang seharusnya ditujukan kepada pengedar, namun karena unsur-unsurnya terlalu umum, maka Pasal tersebut dapat diterapkan kepada pengguna yang kedapatan sedang memiliki, menyimpan atau mengusasi, dan juga Pasal tersebut bisa diterapkan untuk orang-orang yang dijebak atau direkayasa kepemilikan narkotika. Supaya Pasal tersebut konstitusional, maka sepanjang frasa “memiliki, menyimpan, menguasai” dimaknai “memiliki, menyimpan, menguasai dengan tujuan untuk diedarkan atau digunakan orang lain”. Selanjutnya Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika bertentangan dengan UUD 1945 karena menimbulkan dualisme hukuman kepada penyalah guna narkotika untuk diri sendiri, di satu sisi menjamin rehabilitasi tapi di sisi lain juga membolehkan hakim untuk memberikan hukuman pidana. Dua model hukuman yang memberikan diskresi bagi penegak hukum (khususnya hakim) dalam memberikan hukuman kepada penyalah guna, mengakibatkan tidak adanya jaminan kepastian hukum. Selanjutnya, Pihak DPR memberikan keterangan bahwa Permohonan yang diminta oleh Pemohon yang meminta perubahan Pasal 112 ayat (1) khususnya sepanjang frasa “memiliki, menyimpan, menguasai” dimaknai “memiliki, menyimpan, menguasai dengan tujuan untuk diedarkan atau digunakan orang lain” dan Pasal 127 ayat (1) huruf a khususnya sepanjang kalimat “dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional), artinya norma hukum tersebut inkonstitusional, kecuali dimaknai sebagai “dihukum rehabilitasi”, merupakan domain dari DPR. Menurut DPR, Majelis Hakim MK tidak mempunyai kewenangan untuk merubah pasal. MK hanya boleh menyatakan pasal-pasal yang ada di dalam UUD 1945 tidak mengikat secara hukum atau tidak. Kemudian, Pihak Pemerintah memberikan argumentasi bahwa adanya dualisme hukuman kepada penyalah guna narkotika yakni hukuman pidana atau hukuman rehabilitasi sebagaimana tertuang dalam Pasal 127 UU Narkotika merupakan sesuatu yang tepat, dan penerapan hukuman diserahkan sepenuhnya kearifan dan kebijaksanaan Hakim Pengadilan Pidana untuk menentukan apakah penyalah guna layak dihukum rehabilitasi atau harus mendapat hukuman pidana penjara. Penggunaan hukuman pidana tetap diterapkan dengan tujuan untuk menimbulkan rasan takut dan efek jera. Diposkan 24th November 2011 oleh FORKON Label: Mahkamah konstitusi MK narkoba narkotika sidang pleno uji uji undang-undang undang-undang 0 Tambahkan komentar NOV 23 SEMINAR “IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM REHABILITASI SOSIAL BAGI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA/NAPZA” Notulensi: SEMINAR “IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM REHABILITASI SOSIAL BAGI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA/NAPZA” Hari/Tanggal : Rabu, 6 Juli 2011 Tempat : Gedung Aneka Bhakti Kementerian Sosial RI. Jl. Salemba Raya No. 28 Telp. 021. 3100341 Jakarta 10430. Waktu Pembicara Pembahasan Panitia Pembacaan Do’a MC 09.50 Direktur RSKP NAPZA Drs. Max. H. Tuampattimalan, M. Si. Laporan Panitia • Depsos melakukan serangkaian kegiatan yaitu dialog interaktif tentang UU 35/2011, PP 25/2011 dan SEMA. 1. di RRI dengan narasumber direktur RSKP 2. Green Radio dengan Yayasan Pekka 3. talkshow di 2 stasiun TV dengan Yayasan Cemara Bandung dan Yayasan sekar mawar bandung. • 200 peserta dalam kegiatan hari ini terdiri dari , BNN, lapas, NGO, Polri dan masyarakat serta institusi lain. • Lomba vokal group serta pameran yang diikuti oleh lembaga rehab yang didukung oleh depsos • Jalan sehat di TMII 2500 orang, rouling thunder motor gede mengelilingi jakarta dengan kampanye anti narkoba, start di kantor depsos, finish di TMII • Dukungan dana dari APBN kemensos 10.10 BNN Dwi Joko – Direktur penguatan lembaga pemerintah • Permasalahan penyalahgunaan narkoba mengalami peningkatan dari semua aspek. • Peningkatan jumlah pengguna • Peningkatan jumlah angka HIV dari pengguna narkoba, prevalensi penyalahguna narkoba sebesar 1,99% berusia 10 – 55 tahun ( 6,3 juta penduduk), 26 % coba pakai, 27% teratur pakai, 40% bukan suntik, 7% pecandu suntik, 2010 naik 2,1%, 2015 2,8% • 2015 indonesia bebas narkoba artinya mencapai target di bawah 2,8% • 3,8 juta tahun 2010, baru sebagian yang rehab Mengajak partisipasi masyarakat untuk pencegahan narkoba Program BNN - strategi nasional 2011 – 2015 P4GN 1. Meningkatkan kampanye nasional yang massif sampai ke desa 2. Pembangunan pusat rehabilitasi di maksar untuk kawasan intim, di samarinda untuk indonesia bag tengah, 2012 di sumatera selatan 3. Pelaksanaan wajib lapor 4. Masuk ke sindikat peredaran narkoba dalam dan luar negri 5. Melakukan konsolidasi 10.35 Sekjen Kemensos Toto utomo budi santosa Keynote speec – Pembukaan • 26 Juni 2011 HANI di silang monas di hadiri SBY, SBY mengatakan kejahatan napza masih jadi ancaman serius, dampak yang timbulkan sangat serius. Kejahatan narkoba memicu kriminal, terorisme, pencucian uang. SBY menyarankan agar lebih intensif dalam melakukan pencegahan peredaran narkoba di dalam dan luar negri. Pencegahan dimulai dari keluarga dengan komunikasi yang baik. Perlu didukung oleh sumber daya dan anggaran dan dukungan keterlibatan dunia usaha. • Pertemuan ini sangat penting untuk pemenuhan hak dasar pecandu dalam rehabilitasi sosial. Pertemuan ini menjadi langkah strategis dalam merespon penanggulangan narkoba. • Estimasi pengguna napza 3,6 juta (1,5% dari jumlah penduduk Indonesia). Pengguna napza kehilangan pendidikan,pekerjaa, kriminal. Sesuai dengan UU 35/2009 dimana kemensos menjadi salah satu bagian penting penanganan narkoba, untuk itu telah disusun kebijakan yang mengacu kepada strategi kebijakan nasional. Program Depsos • Melatih kader pencegahan napza yang berasal dari tokoh formal maupun informal dari grassroat • Rehabilitasi sosial untuk pengguna napza. Penyalahguna napza bersifat relapsing, untuk menjaga tidak kambuh dibutuhkan kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri agar dapat berfungsi kembali dalam sosial masyarakat • 8 lembaga rehab sosial miik pemerintah. 2 milik Depsos, 6 diserahkan kepada pemda • Terkait SEMA tentang penempatan pecandu ke rehab, perlunya jumlah rehab yang memadai di Indonesia • Dalam pelaksanaan Wajib lapor bagi pecandu napza butuh koordinasi semua pihak tarkait sarana dan pra sarana • Meningkatkan komitmen stakeholder dalam mengatasi permasalahan rehabilitasi sosial untuk pecandu sehingga bisa mencapai visi Indonesia bebas narkoba 2015 Drs. Agus Hisbullah, M.Si Penyerahan bantuan Operasional kepada 19 lembaga rehabilitasi sosial Napza di Indonesia yang diwakili oleh 3 lembaga secara simbolis 1. Yayasan Sibol langit center 2. Trisakti Simalungun 3. Al ikhlas Palembang 4. Mentalmadani 5. Adiksifitas 6. Inabah 2 putri 7. Sekar mawar 8. Nurul jannah 9. Pekka 10. Pondok sahabat cimahi 11. Zikir DIY 12. Rehab semarang 13. Yakita Kupang 14. Walaobetesda menado Dirjen Yanrehsos Kemensos Makmur Sanusi, P.Hd. Rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza Kemensos salah satu stakeholder yang mempunyai tupoksi untuk rehabilitasi sosial bagi pecandu napza. Pecandu mengalami malfungsi akibat pengaruh obat dan adiksi. Dulu kebijkan hanya bertumpu pada institusional based mengikuti pola rumah sakit sekarang berkembang dengan pola community based. Program di Yanrehsos 1. Prevention 2. Rehabilitasi dalam institusi maupun dalam masyarakat Institusi hukum diperlukan untuk rehab sosial, selama ini rahab sosial hanya melalui surat pengantar depsos maupun dari institusi lain. Kemensos mengembangkan software untuk diaplikasikan dalam rehabilitasi sosial untuk pecandu. 10.25 DPR RI Komisi III Fahri Hamzah, SE Celah upaya dekriminalisasi bagi penyalahgunaan narkotika dan pecandu dalam UU 35/2009 dan PP 25/2011 • Permasalahan hukum di Indonesia mengesampingkan humanisme • Manusia harus di pandang sebagai objek lain, bukan selalu sebagai objek kriminalitas. Pecandu narkoba tidak harus dilihat sebagai yang bersalah tapi juga sebagai yang sakit, rehabilitasi jauh lebih dibutuhkan daripada penjara. Produsen dan bandar harus dihukum mati tetapi pengguna diobati. • LP kerobokan daya tampung 400 sementara penghuni 1400 orang dan menjadi pusat distribusi narkoba Yayasan Wisma Adiksi Dr. Al Bahri Husin, Sp. Kj. Penempatan pecandu pada rehabilitasi medis dan sosial : Respon kebijakan penanggulanganmasalah penyalahgunaan napza Korban apa? penyalahguna? Ketergantungan narkotika? Rehabilitasi medis & sosial? Isu kritis di masyarakat? Melihat kembali pasal2 dalam UU 35/2009 untuk point2 di atas. Shabu masuk ke dalam narkotika, kebijakan siapa? 1. Status legal pecandu masuk rehab : tangkap, sidik, putusan hakim dan masuk rehab. Yang masuk sendiri ke rehab ada 2 : datang sendiri dan di antar keluarga 2. Tujuan asesment untuk mengetahui apakah seseorang menjadi pecandu,pengedar dan pecandu yang menjadi pengedar 3. Mengidentifikasi adanya penyalahgunaan atau ketergantungan. Pecandu tidak mempunyai personality khusus. Pecandu adalah gangguan pada otak. Pecandu dengan putaw ada kerusakan pada otak sehingga aktif berbeda dengan otak orang normal. Adiksi tidak bisa disembuhkan singkat, butuh waktu lama bahkan seumur hidup minimal 2 tahun, setahun rawat inap, 1 tahun lagi after care. 1. Pemulihan berorientasi pada rumatan : 1. Metadon (agonis), ketergantungan, 2. Buprenorfin. 3. Berbasis rumah sakit 2. Abstinensia. Idealnya pecandu harus berenti total, mengurangi frekuensi penggunaan napza & relaps, memperbaiki fungsi sosial. Rehabilitasi sosial sasarannya adalah abstinensia, sedangkan rehab medis sasarannya untuk menghindari HIV & AIDS dan kriminal seperti program HR. di beberapa negara ada Metadon anonymous. Isu kritis : soft drugs dengan hard drugs sama di UU 35/2009, legalisasi ganja, pengguna ganja 2 linting dihukum berat, di jadikan obyek penegak hukum. Berikan kesempatan untuk wacana legalisasi ganja, jangan di hujat, biarkan pihak yang menginginkan legalisasi diberikan kesempatan untuk menyampaikan buah pikirannya. Eri Sudewo Self Entepreneur Ledership –pecandu sebagai investasi sosial Policy maker adalah kita, membantu pecandu yang sudah menghancurkan dirinya sendiri. Permasalahan narkoba menjadi masalah negara. Korban narkoba mempengaruhi otak dari segi kompetensi dan prilaku/karakter juga ikut tergerus. Saatnya melibatkan masyarakat dalam mengatasi masalah napza. Komunikasi dengan masyarakat menjadi penting. Ada dua cara berkomunikasi : cara berkomunikasi dan isi (content) dari komunikasi itu sendiri. Berkomunikasi dengan masyarakat tentang narkoba melalui tulisan di media massa untuk membangkitkan awarenes dan kepedulian, sebagai contoh pembicara menyampaikan bagaimana sewaktu membangun dompet dhuafa, bagaimana tulisan beliau menggugah masyarakat tentang kemiskinan di Indonesia. Persoalan pemimpin kita adalah pemimpin tanpa sikap kepemimpinan Adi Bing Slamet Testimoni dan harapan terhadap rehabilitasi sosial penyalahguna napza Pertamakali mengikuti seminar napza. Adiknya tersangkut kasus narkoba (iyut bing slamet). Kenapa makin Banyak tempat rehab? Berarti makin banyak pengguna. Dulu pengguna tidak seramai sekarang. Pengguna sudah membaur dengan masyarakat sehingga sulit membedakan. Oknum yang bemain di dalam napza juga makin banyak sehingga menyulitkan proses pemberantasan. Di lapas bukannya insaf malah makin jadi, Apa saja ada, semua jenis narkoba. Sudah sering menasehati adiknya untuk gak terusin make. Berharap ada hikmah dari penagkapan adiknya, prihatin atas korban napza di indonesia. 12.30 Panitia Penyerahan ucapan terima kasih kepada narasumber oleh Direktur RSPK Napza 12.35 IKJ Pengumuman Pemenang Lomba Vokal Group Tanya : 1. Bapak - Rehab Nurul jannah Prihatin dengan kasus iyut bing Slamet tapi itu merupakan rahmat. Tidak ada yang menjamin sembuh dari narkoba kecuali tobat kepada Allah. Pengguna narkoba perbuatan iblis. Metadon program yahudi. Jangan pakai bahasa yang susah di mengerti, bahasa awam aja. Rehab pesantren agar di bina dan menyampaikan kepada pasien/pecandu untuk tobat. 2. Idi Harjanto – Dosen YAI Bagaimana peran alim ulama/pesantren dalam peraturan UU 35/2009 tentang rehab 3. Widia – Madani Mental Helath Apakah program substitusi pernah mencatat sukses story terhadap rehabilitasi pecandu? Apakah pemerintah menyetujui legalisasi ganja? Jawab : 1. Sekjen kemensos – pesantren merupakan bagian dari rehab sosial, promosi mengenai kesadaran, pesantren penting karena narkoba menjadi bagian spiritual, bagaimana keberhasilan inabah menyelenggarakan pasien napza lewat pendekatan spiritual. Pesantren merupakan partner kemensos untuk rehab. Penggunaan narkoba secara bertahap mulai dari ganja ke napza lainnya, pemerintah tidak menyetujui legalisasi ganja karena merupakan pintu masuk ke napza lainnya. Kemensos belum setuju dengan HR terutama Metadon. Eri Sudewo Berfikir untuk membantu korban napza mudah tetapi menjadi korban napza sangat sulit. Untuk bertobat tidak mudah, ini menjadi masalah bersama masyarakat dengan pemerintah. Al Bahri Peran agama sangat besar dalam merehabilitasi pecandu. Inabah 1978 sudah mulai, evaluasi tidak cermat. Terapi substitusi banyak keberhasilan di dunia. di mulai dari tahun 1965, angka relaps bisa ditekan, terapi narkoba seperti swalayan orang boleh memilih. Berhenti make narkoba gampang yang susah menghentikan keinginan untuk menggunakan lagi. Diposkan 23rd November 2011 oleh FORKON 0 Tambahkan komentar NOV 23 Siaran Pers dan Undangan Meliput Sidang Pleno di Mahkamah Konstitusi Pengujian UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No. 8 Tahun 2011 Siaran Pers dan Undangan Meliput Sidang Pleno di Mahkamah Konstitusi Tanggal 16 September 2011 Pukul 09.000 Dalam Perkara No. 48/PUU-IX/2011 tentang Pengujian UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No. 8 Tahun 2011 PENYALAH GUNA NARKOTIKA TAK LAYAK DIPIDANA Pada tanggal 16 September 2011 Pukul 09.00, Mahkamah Konstitusi menggelar Sidang Pleno Perkara No. 48/PUU-IX/2011 tentang Pengujian Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan agenda mendengarkan Keterangan dari Pihak Pemerintah/DPR. Pengajuan Uji Materi UU tersebut dilakukan oleh Fauzan, seorang Terdakwa yang di dalam Pengadilan Negeri Surabaya maupun tingkat banding divonis 5 (lima) tahun penjara dan denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta Rupiah) subsidair pidana penjara selama 3 (tiga) bulan karena terbukti memenuhi unsur Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika yakni secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “SECARA TANPA HAK MEMILIKI, MENYIMPAN atau MENGUASAI NARKOTIKA GOLONGAN I BUKAN TANAMAN”. Di dalam persidangan pidana tersebut, Hakim Pengadilan Negeri hanya menggunakan pertimbangan keterangan saksi dari pihak penyidik kepolisian dan waktu itu Fauzan tidak didampingi Penasihat Hukum. Sidang Perkara Pidana No. 1174/Pid.B/2011/PN.SBY tersebut hanya dilakukan 2 kali yakni pada tanggal 13 April 2011 (pembacaan dakwaan) dan tanggal 18 Mei 2011 (pembacaan tuntutan dan putusan). Ketentuan Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika yang seharusnya secara limitatif ditujukan kepada pengedar narkotika, namun dalam prakteknya dapat diterapkan kepada siapa saja yang bukan pengedar seperti penyalah guna narkotika yang digunakan untuk diri sendiri dan seseorang yang tidak bersalah yang menjadi korban rekayasa kepemilikan narkotika, karena unsur-unsur pasal tersebut terlampau umum dan tidak spesifik ditujukan kepada pengedar narkotika. Akibatnya beberapa oknum polisi dengan menggunakan dasar Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika, melakukan upaya penjebakan dan rekayasa, dengan maksud untuk mengarahkan orang/individu dalam posisi tertangkap tangan bersama dengan bukti barang terlarang/narkotika. Modusnya, narkotika dimasukkan ke dalam mobil, tas atau jaket seseorang, lalu dituduh sebagai pemilik dan pemakai narkotika tersebut. Korban akan diminta sejumlah uang dengan alasan agar kasusnya tidak diproses secara hukum. Jika tidak diberikan sejumlah uang, maka kasus tetap diproses karena seperti diketahui bahwa dalam institusi kepolisian terdapat aturan target minimal kepada setiap anggota polisi untuk dapat menangkap pelaku yang diduga memiliki narkotika. Dengan modus rekayasa kepemilikan narkotika, maka korban rekayasa tidak lagi memiliki hak konstitusional atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Korban rekayasa tersebut mengalami situasi dilematis “maju kena mundur kena”, jika tidak diberikan uang maka ia akan diproses hukum, sedangkan jika memberikan uang maka ia mengalami kerugian materiil. UU Narkotika menimbulkan ketidakpastian hukum, di satu sisi menjamin rehabilitasi, tetapi di sisi lain memidana penyalah guna dan pecandu narkotika. Ketentuan rehabilitasi terhadap penyalah guna dan pecandu narkotika secara tegas diatur dalam Pasa 4 huruf d, Pasal 54 sampai dengan Pasal 59 dan Pasal 103 UU Narkotika. Selama ini Mahkamah Agung juga telah membuat Surat Edaran Mahkamah Agung mulai dari SEMA No. 7 Tahun 2009, SEMA No. 4 Tahun 2010, dan SEMA No. 3 Tahun 2011 yang memberikan panduan kepada Hakim untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi bagi Pecandu ketika membawa narkotika dalam berat tertentu. Namun dengan adanya ketentuan Pasal Pasal 112 ayat (1), Pasal 127 ayat (1) huruf a, maka hukuman rehabilitasi sebagaimana yang didengung-dengungkan dalam SEMA tersebut menjadi hilang dan diganti hukuman pidana tergantung dari penegak hukum. Selama ini, hukuman rehabilitasi hanya diterapkan kepada artis atau kalangan berduit. Sedangkan kalangan tidak mampu, apalagi tidak didampingi Penasihat Hukum dan jauh dari pengawasan publik, maka dapat dipastikan Penegak Hukum akan seenaknya memberikan hukuman pidana penjara 4 sampai 12 tahun. Pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika untuk diri sendiri tidak sesuai dengan konsep teori pemidanaan. Di dalam buku Dilemas in Criminology, Leonard Savits secara tegas menyatakan bahwa suatu perbuatan dinyatakan jahat haruslah menimbulkan korban dan korban itu adalah orang lain. Pendapat Leonard Savits juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-IX/2011 halaman 17 yang menyatakan: “Bahwa sifat umum tindak pidana atau delik (delict) adalah perbuatan melawan hukum yaitu perbuatan yang melanggar norma sedemikian rupa sehingga mencederai kepentingan hukum orang lain atau membahayakan kepentingan orang lain”. Bahwa karena penyalah guna atau pecandu narkotika tidak mencederai kepentingan hukum orang lain atau membahayakan kepentingan orang lain, maka berdasarkan konsep Leonard Savits dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-IX/2011, perbuatan penyalah guna atau pecandu yang menggunakan narkotika untuk diri sendiri dan memenuhi unsur Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika bukanlah perbuatan pidana. Di samping itu perkembangan dunia global, mulai menempatkan penyalah guna dan pecandu narkotika hanyalah korban, bukan sebagai pelaku kejahatan. Misalnya, pengaturan di Portugal menyatakan bahwa pecandu narkotika yang memiliki narkotika untuk digunakan sendiri tetap terlarang, namun pelanggaran dari aturan ini akan dianggap pelanggaran administratif dan bukan lagi dianggap sebagai kejahatan. Disebutkan dalam Undang-undang Portugal No. 30 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1): “The consumption, acquisition and possession for one’s own consumption of plants, substances or preparations listed in the tables referred to in the preceding article constitute an administrative offence. Berdasarkan berbagai tulisan, diketahui bahwa di Portugal, menghasilkan berbagai dampak positif akibat kebijakan dekriminalisasi narkotika tersebut diantaranya: Kajian Caitlin Hughes dan Alex Stevens, “The Effects of Decriminalization of Drug Use in Portugal”, 2007, mengungkapkan bahwa: 1) Penurunan angka kematian terkait narkotika pada kurun waktu 1999-2003. Pada tahun 1999 tercatat total angka kematian terkait narkotika hingga 362 kasus jauh menurun dibandingkan pada tahun 2003 yang berjumlah 152; 2) Penurunan suplai narkotika, karena penegak hukum Portugal berhasil memfokuskan dirinya kepada pengedar narkotika ketimbang penyalah guna – berakibat juga dari turunnya beban negara dalam sistem penegakan hukum terhadap pemberantasan narkotika secara keseluruhan. Beberapa Pejabat Negara juga lebih setuju bahwa penyalah guna atau pecandu narkotika lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara, Misal pernyataan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Gories Mere, yang dikutip Republika tanggal 27 Juni 2010 menegaskan bahwa “Para pecandu narkotika tidak akan dikriminalkan melainkan akan menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Menurut Gories, Indonesia telah memiliki UU yakni UU N0 35 tahun 2009 tentang narkotika yang memandang pecandu narkotika bukan sebagai pelaku kriminal tapi penderita yang harus direhabilitasi. "Bagi pecandu, terapi dan rehabilitasi adalah langkah terbaik. Ketergantungan adalah penyakit yang harus disembuhkan dan bukan dihukum," katanya.” Pernyataan serupa dilontarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar sebagai dikutip Antara, 9 Mei 2011, menyatakan “Pemerintah saat ini sedang merumuskan pelaksanan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang wajib lapor bagi pecandu/pemakai narkotika, dan salah satu substansi dalam pembahasan PP tersebut ialah pemakai/pecandu tidak dikenai hukuman pidana. Untuk narkoba jenis shabu-shabu disepakati sebanyak 1 gram dan kalau untuk pengedar ya tentu harus dipidanakan. Ketentuan ini hanya berlaku bagi mereka yang pertama kali kedapatan sebagai pemakai atau pecandu, kecuali pengedar”. Namun, apapun kebijakan yang dilakukan Pemerintah untuk melakukan dekriminalisasi terhadap penyalah guna narkotika tidak akan berhasil, karena permasalahan terletak pada ketentuan Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika yang masih melegalkan penegak hukum dalam melakukan pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika. Oleh karena itu mari kita tunggu jawaban dari Pemerintah dan DPR atas permohonan uji materi Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika, apakah menjilat ludah sendiri untuk tetap melakukan kriminalisasi terhadap penyalah guna narkotika, atau berani menyatakan bahwa tidak boleh ada lagi kriminalisasi terhadap pecandu narkotika. Hormat Kami, Kuasa Pemohon Muhamad Zainal Arifin S.H. Grahat Nagara S.H. Kontak: Muhamad Zainal Arifin, S.H. (HP 081 803 160416 atau 0888 2325 300) Grahat Nagara, S.H. (HP 081 221017094) Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Ruang 910B Jl. Gatot Subroto Jakarta Pusat Telp/Fax: 021-574 7051 Diposkan 23rd November 2011 oleh FORKON 0 Tambahkan komentar NOV 23 Program Pengurangan Dampak Buruk Akibat Penggunaan Narkotika Suntik Mencegah Penularan HIV (Program Harm Reduction) Program Pengurangan Dampak Buruk Akibat Penggunaan Narkotika Suntik Mencegah Penularan HIV (Program Harm Reduction) Inang Winarso : Disampaikan di Mahkamah Konstitusi, 30 September 2011 Pengguna Narkotika Adalah Korban Tidak ada satupun orang yang sejak kecil bercita-cita menjadi pengguna narkotika atau memiliki bakat untuk menjadi pengguna narkotika. Seseorang menjadi kecanduan narkotika disebabkan karena yang bersangkutan menggunakan zat narkotika. Namun asal mula seseorang menggunakan narkotika bukan karena tindakan yang secara disengaja direncanakan oleh dirinya. Awal penggunaan narkotika selalu disebabkan oleh orang lain yang secara sengaja menawarkan, mengajak, membujuk, memperdaya atau menjebak agar seseorang memiliki pengalaman pertama menggunakan narkotika. Apabila seseorang sudah melewati pengalaman pertama menggunakan narkotika, maka sejak saat itu seseorang berada di pintu gerbang yang terbuka menuju ketergantungan narkotika. Apakah seseorang melangkah jauh ke dalam ketergantungan atau tidak, maka disitulah tingkat kesadaran seseorang dijadikan sasaran untuk dipengaruhi. Apabila orang tersebut kesadarannya mudah dipengaruhi dan dibujuk oleh orang lain untuk masuk kedalam ruang ketergantungan narkotika, maka yang bersangkutan akan menjadi pengguna berat narkotika. Namun apabila seseorang dengan kemampuan mengendalikan kesadarannya maka dia tidak akan ketergantungan. Jadi penggunaan narkotika dengan ketergantungan yang berat bukan tindakan yang secara sengaja direncanakan oleh dirinya atau menjadi pilihan hidup seseorang. Ketergantungan narkotika pada diri seseorang secara sengaja dibuat oleh orang lain atau sekumpulan orang yang secara sengaja mencari keuntungan dari orang yang menggunakan narkotika. Orang yang mencari keuntungan tersebut adalah bandar, pengedar, penjual dan kurir narkotika. Maka pengguna narkotika adalah korban dari tindakan orang lain atau sekumpulan orang yang mencari keuntungan dari kecanduan yang dialami oleh pengguna narkotika. Konsumsi narkotika yang terus menerus memberikan keuntungan yang tidak sedikit bagi bandar, pengedar, penjual, dan kurir narkotika dan orang-orang yang secara sengaja mencari nafkah dengan cara inilah yang disebut sebagai pelaku kriminal dalam masalah narkotika. Kerugian yang dialami pengguna narkotika tidak saja kerugian materi, namun juga kerugian sosial, psikis, fisik dan kesehatan. Kerugian sosial yang dialami seorang pengguna narkotika berupa stigma atau cap buruk yang ditimpakan kepadanya oleh masyarakat, seperti sebutan pengguna narkotika adalah sampah masyarakat dan sebutan buruk lainnya. Kerugian psikis yang dialami pengguna narkotika jelas kondisi kejiwaan yang tidak stabil akibat ketergantungan pada zat narkotika. Apalagi jika pengguna narkotika khususnya pengguna narkotika suntik tertular virus HIV yang menyebabkan pengguna tersebut menderita AIDS. Inilah kerugian fisik dan kesehatan sebagai akibat dari dampak penggunaan narkotika suntik yang berlipat ganda, bukan saja mendapat cap buruk akibat ketergantungan narkotika suntik tetapi juga stigma karena terinfeksi HIV. Menurut estimasi Kementrian Kesehatan tahun 2009 diperkirakan jumlah pengguna narkotika suntik (penasun) di Indonesia berjumlah 105.784 di antaranya 52.262 terinfeksi HIV (tingkat prevalensi 49,69%) selain itu diperkirakan ada 28.085 pasangan pengguna narkotika suntik dan bahwa 25% dari mereka sudah terinfeksi HIV. Padahal pada tahun 2000 penasun yang terinfeksi HIV hanya 15% kemudian terus meningkat dengan cepat hingga menjadi sekitar 50% di tahun 2006. Penyebaran HIV melalui jalur penggunaan narkotika suntik akhirnya akan meluas ke masyarakat yang bukan pengguna narkotika suntik melalui transmisi seksual menjadi ancaman yang serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Program Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Suntik Berdasarkan latar belakang di atas, maka pemerintah menetapkan kebijakan di tingkat nasional yang dikeluarkan oleh Menteri Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional nomor 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 tanggal 19 Januari 2007 tentang Kebijakan Nasional Penangulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik atau yang dikenal dengan sebutan Program Harm Reduction. Kebijakan ini berdasarkan pasal 3 bertujuan: 1. Mencegah penyebaran HIV di kalangan penasun dan pasangannya. 2. Mencegah penyebaran HIV dari penasun dan pasangannya ke masyarakat luas. 3. Mengintegrasikan pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik ke dalam sistem kesehatan masyarakat dalam layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS serta pemulihan ketergantungan napza. Kebijakan program harm reduction ini menetapkan dalam pasal 1butir nomor 5 bahwa pengguna napza suntik yang selanjutnya disebut penasun adalah setiap orang yang menggunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif dengan cara suntik. Dan di dalam petunjuk pelaksanaan permenkokesara ini penasun ditetapkan sebagai pasien/orang sakit yang berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan dan upaya pengobatan/pemulihan ketergantungan napza. Sedangkan dalam pasal 1 butir nomor 6 pengurangan dampak buruk penggunaan narkotika psikotropika dan zat adiktif suntik yang selanjutnya disebut pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik adalah suatu cara praktis dalam pendekatan kesehatan masyarakat yang bertujuan mengurangi akibat negatif pada kesehatan karena penggunaan napza dengan cara suntik. Cara yang efektif untuk mencegah penularan HIv di dalam program harm reduction ini ditetapkan ada empat layanan yang efektif yaitu : (1) Layanan alat suntik steril, agar penasun tidak menggunakan alat suntik secara bersama dan bergantian; (2) Layanan Terapi Rumatan Metadon atau terapi substitusi (pengganti) opiat khususnya heroin kepada zat metadon; (3) Layanan perawatan pemulihan ketergantungan napza; (4) Layanan perawatan pengobatan bagi penasun dan pasangannya yang terinfeksi HIV. Layanan tersebut dapat disediakan di Puskesmas, Rumah Sakit dan Lapas/Rutan. Keuntungan dari penyediaan layanan tersebut adalah penasun dan pasangannya dapat terhindar dari infeksi HIV, penyakit ikutan akibat penggunaan napza dan infeksi HIV dapat diobati, dan ketergantungannya dapat dipulihkan serta yang paling penting adalah penasun dan pasangannya diterima oleh masyarakat sebagai orang sakit yang perlu mendapat perhatian, pengobatan dan perawatan. Apabila kondisi kesehatan penasun dan pasangannya membaik, maka niscaya penyebaran HIV dapat dicegah agar tidak meluas ke masyarakat umum dan pada akhirnya kesehatan masyarakat juga terhindar dari bencana epidemi AIDS. Saat ini ada 93 negara yang mendukung program harm reduction sebagai strategi pencegahan penularan HIV, namun yang menuangkan dalam kebijakan secara eksplisit dalam dokumen kebijakan nasional baru 79 negara termasuk Indonesia. Hasilnya setelah 4 tahun kebijakan harm reduction ditetapkan tingkat infeksi HIV baru di kalangan penasun turun dari 50% di tahun 2006 menjadi 40% di tahun 2010. Semoga dengan intensifikasi program harm reduction ini infeksi HIV dikalangan penasun bisa ditekan terus hingga pada titik terendah dan epidemic AIDS dapat dikendalikan. Penutup Menghukum pengguna narkotika bukan solusi yang tepat. Memberikan layanan kesehatan yang efektif bagi pengguna narkotika khususnya penasun tidak saja menyelamatkan generasi muda dengan pendekatan berperspektif kesehatan masyarakat, namun juga memperkuat rasa kemanusiaan. ---00--- Diposkan 23rd November 2011 oleh FORKON 0 Tambahkan komentar JUN 10 MEMBANGUN KESADARAN KORBAN NAPZA DARI PENGALAMAN MASA LALU Pendidikan hukum Narkotika yang FORKON lakukan, adalah menggunakan metode diskusi interaktif. Strategi diskusi interaktif di komunitas awalnya mengedepankan teori hukum yang berlaku kemudian di padukan dengan fakta-fakta yang di alami pengguna Narkotika Suntik masa lalu ketika pada saat berhadapan dengan hukum di lapangan. Strategi ini banyak mengalami tantangan yang salah satunya adalah banyak ”benturan”, peserta menganggap prosedur hukum yang berlaku tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan dan sangat bertolak belakang sehingga sulit di pahami secara sadar dalam penyampaian materi diskusi. Kemudian FORKON merubah strategi diskusinya, Perubahan strategi tersebut menjadikan peserta sebagai narasumber diharapkan peserta mampu belajar dari pengalaman masa lalu peserta pada saat berhadapan dengan hukum, kemudian di jadikan pembelajaran bersama bagi peserta diskusi. Pengalaman masa lalu tersebut kemudian di padukan dengan teori hukum yang berlaku, sehingga diskusi menjadi sangat interaktif dan menjadi menarik bagi peserta diskusi, karena di kaikan dengan penanggulangan AIDS di indonesia. Diposkan 10th June 2011 oleh FORKON Label: diskusi diskusi interaktif komunitas narkoba narkotika pecandu solusi 0 Tambahkan komentar JUN 10 PEMENUHAN HAK ATAS KESEHATAN PENGGUNA NARKOTIKA, TERANCAM HILANG SAAT BERHADAPAN DENGAN HUKUM Asesmen yang di lakukan FORKON pada bulan Febuari 2010, tidak lama setelah Undang-undang Narkotika di sahkan, 78% menjawab tidak mengetahui adanya Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dan hanya 22% pengguna Narkotika suntik yang menjawab mengetahui adanya Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Tidak hanya itu hasil asesemen FORKON juga mencatat terkait prosedur Penagkapan dan penahanan yang di lakukan oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal ini pihak kepolisisan republik Indonesia terhadap pengguna Narkotika khususnya pengguna Narkotika Suntik, 70% pengguna Narkotika khususnya pengguna Narkotika suntik tidak mengetahui terkait prosedur penagkapan dan penahanan yang di lakukan aparat penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian republik Indonesia. FORKON menyimpulkan Informasi hukum Narkotika dan prosedur penagkapan serta prosedur penahanan kasus Narkotika sangat di butuhkan di komunitas pengguna Narkotika khususnya pengguna Narkotika suntik. Ini sangat berkaitan dengan pemenuhan hak atas kesehatan Pengguna Narkotika yang berhadapan dengan hukum pada masa prapradilan dalam penaggulangan AIDS di Indonesia. Perlu dilakukan serangkaian pendidikan hukum Narkotika di komunitas pengguna Narkotika suntik. Diposkan 10th June 2011 oleh FORKON Label: berhadapan dengan hukum forkon forum korban napza hukum narkotika pecandu 0 Tambahkan komentar Memuat