Friday, June 9, 2017

Belajar dari kami, orang pertama yang di KRIMINALISASI

Untuk para ulama yang dan siapapun yang sedang mengalami masalah hukum dan KRIMINALISASI, pesan saya adalah sabar. Karna stigma yang melekat pada diri kalian adalah orang benar jadi pasti akan banyak yang membela kalian.

Belajar dari para pecandu yang sabar.. karna kamilah orang orang pertama yang mengalami KRIMINALISASI.
Tapi berbeda dengan kalian karna stigma pada diri pecandu sangat jelek jadi walaupun kami tidak bersalah tetap dianggap salah dan tak satupun yang sudi membela.

Bahkan ketika dijaman heroin atau putaw maka hampir para pecandunya yang dikriminalisasi harus mati dipenjara.. bisa dibilang genosida secara terselubung. Tanya saja kepada orang tua yang anaknya mati dan dikubur dibelakang penjara di daerah.

Kini setelah heroin atau putaw sudah tidak ada peminatnya maka gantinya para pemakai shabu yang dikriminalisasi dan dipenjara.. kami dikriminalisasi tidak tangung tanggung yaitu masuk katagori pidana khusus atau pid.sus yang artinya sebagai pecandu maka kami dianggap musuh negara.

Para pecandu shabu berbeda dengan heroin. Mereka mati karna bunuh diri dipenjara.. karna banyak dari mereka yang menjadi gila sebab hukuman yang diberikan diluar akal waras manusia. Yaitu lebih tinggi dari pada pembunuhan.

So buat para ulama belajarlah dari kami pecandu sebagai manusia yang selalu dipandang hina. 
Kami saja sanggup melewati semua sendiri.

 

Wassalam

 

Messager From HelL

Thursday, June 8, 2017

Stigma dan kriminalisasi para korban napza

Baca baik baik penjelasan dari cewe gw

Dr. Vinna Caturinata, M.Psi., Psikolog.

Psychology To ur Brain

Stigmatisasi Terhadap Pecandu Narkoba

Koordinator Satgas I Badan Narkotika Nasional (BNN) KBP, H Thamrin Dahlan mengatakan bahwa sebanyak 51 ribu pecandu narkoba meninggal per tahun. Apabila dirata-ratakan ada 41 orang pecandu yang meninggal per hari, dan hampir dua orang meninggal per jamnya. Menurut Thamrin, sebagian besar korban penyalahgunaan narkoba itu meninggal bukan di lokasi fasilitas terapi dan rehabilitasi, melainkan di jalan dan tempat hiburan. Sementara itu, jenis narkoba yang dominan dipakai pecandu adalah heroin. Banyaknya korban penyalahgunaan narkoba tersebut karena stigma korban takut berobat ke fasilitas terapi dan rehabilitasi. Pada tahun 2012 ini, jumlah pengguna narkotika di Indonesia tercatat sudah sebanyak 5 juta orang.

Stigma adalah hal yang paling kejam diterima oleh individu, termasuk pecandu narkoba. Stigma inilah yang membuat pecandu narkoba dan keluarganya menjadi semakin sulit untuk mendapatkan bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan. Stigma yang memojokkan para pecandu narkoba dan keluarganya sangat kuat berakar sehingga stigma tersebut terus berlanjut meskipun pecandu narkoba telah berhenti menggunakan narkoba selama sekian tahun atau memiliki kehidupan yang sukses seperti orang lain yang tidak pernah menggunakan narkoba.

Stigma tersebut kemudian membuat pecandu dan keluarganya menyembunyikan permasalahan kecanduan narkoba yang mereka alami. Diskriminasi terasa sangat menyakitkan karena mereka seolah-olah dibedakan dari orang lain yang dianggap “normal”. Pecandu ataupun keluarga yang membutuhkan bantuan akan permasalahan mereka kemudian menjadi malu atau takut untuk mengungkapkan kenyataan yang ada.

Keluarga terutama orang tua bahkan lebih sering mengambil keputusan untuk menyembunyikan permasalahan adiksi anaknya dan menganggapnya sebagai hal yang lebih baik untuk dilakukan dibandingkan kehilangan nama baik keluarga. Menyembunyikan kenyataan tersebut membuat permasalahan baru bagi pecandu narkoba dan keluarga  dimana disfungsi dalam keluarga akhirnya muncul. Rasa bersalah ditambah dengan tidak adanya langkah menuju pemulihan lebih lanjut akibat takut menghadapi stigma membuat  pecandu narkoba dan keluarga semakin tenggelam dalam permasalahannya.

Seringkali saya sendiri juga mendapatkan para orangtua pecandu yang takut dengan stigma dari masyarakat dan akhirnya menyembunyikan kenyataan bahwa anaknya sedang menjalani pemulihan di sebuah rehabilitasi narkoba dengan berbohong mengatakan si pecandu sedang belajar atau bekerja di luar kota atau luar negeri. Permasalahan yang dihadapi seorang pecandu narkoba dan keluarganya bukan hanya sebatas pada program pemulihan di rehabilitasi, karena ketika seorang pecandu keluar dari rehabilitasi, maka ia harus menghadapi respon dari lingkungannya dan berharap akan mendapatkan dukungan, bukan penolakan. Namun tidak sedikit pecandu narkoba yang telah pulih dan kembali ke masyarakat merasa rendah diri dan tidak nyaman karena berbagai stigma yang ditujukan pada dirinya, bahkan dari keluarga besarnya sendiri. Tanpa disadari hal ini membuat pecandu narkoba menjadi sulit untuk mendapatkan dukungan dan penerimaan dari orang lain serta diliputi rasa bersalah dan malu akan keadaannya. Apakah ini berdampak buruk bagi pemulihan pecandu tersebut? Ya. Stigma dari lingkungan dapat membuat pecandu menstigma dirinya sendiri dengan menganggap bahwa hal-hal negatif yang dilabelkan kepada dirinya sebagai suatu kenyataan. Ini dapat menimbulkan perasaan frustasi, putus asa, dan akhirnya pecandu kembali melarikan diri ke narkoba.

Stigma dapat menghancurkan kehidupan pecandu narkoba maupun seluruh anggota keluarganya. Namun jika kesadaran masyarakat mengenai stigma ini menjadi semakin lebih baik, maka hal itu akan sangat menyelamatkan kehidupan pecandu narkoba dan keluarganya. Masyarakat hendaknya justru memberikan dukungan dengan mendorong mereka untuk segera menjalani pemulihan di rehabilitasi dan membantu mengembalikan kondisi mental mereka ketika kembali ke masyarakat, karena selama ini ketakutan akan mendapatkan label negatif dan konsekuensi-konsekuensi lain dari masyarakat (termasuk lingkungan pekerjaan) membuat pecandu narkoba dan keluarga menjadi ragu untuk melakukan solusi yang efektif dan efisien serta hanya berkutat dengan penyangkalan-penyangkalan yang justru semakin memperburuk keadaan.

Semoga bermanfaat ☺

Vinna Caturinata, M.Psi., Psikolog.

Wednesday, June 7, 2017

Long Distance Relationship

aku sedih,saat aku membuka Alquran,teringat kamu membuka Alkitab.
saat aku berjalan menuju Masjid, tujuanmu menuju adalah Gereja.

saat aku memakai tasbih, engkau menggenggam Rosario.

saat kamu menyanyikan Pujian, Aku justru melanturkan Shalawat.

saat kenyataan kita harus berjarak hanya karena perbedaan agama. aku sedih, kita seperti berjarak jauh sekali walaupun kenyataan kita dekat.

aku sedih, saat semua orang menggunjing perbedaan kita.

mengapa? mengapa Tuhan menyatukan bila Tuhan juga yang memberikan perbedaan diantara kita.

orang lain menatap kita seolah-olah ingin berkata.. kita telah salah menjalani hubungan yang lebih dari teman.

aku juga tahu kalau berpacaran dengan agama islam tidak ada ajurannya, dan aku cukup paham bahwa aku tidak bisa menikahi pria yang berbeda keyakinan.

lantas.... apa salahnya kami bersama untuk sementara ini? kadang aku benci orang-orang yang memandang hubungan kami dengan sebelah mata.

aku tidak ingin keluar dari agama megahku. aku tak ingin mengambil keputusan yang seharusnya tak ku ambil.

aku tak bisa mengorbankan Allahku demi duniaku. aku tak bisa mengingkari janjiku. aku tak bisa jauh dari Tuhan dan nabiku.. :( aku tidak terbiasa dengan semuanya. meski itu ketahuilah, kamu adalah yang terindah dari semua yang terindah.. dan kamu akan tetap menjadi yang terindah diantara yang terindah..

Tuhanmu menciptakan engkau sangatlah indah. sekarang bila aku jatuh cinta,bilaku terlanjur sayang apalah dayaku? apakah Tuhanmu akan marah jika aku menyayangi dan mencintaimu? bisa tanyakan Tuhanmu,bolehkah aku yang bukan umatnya, mencintai hambanya?

Long distance relationship.
Menjadi jauh bukan karena terpisah jarak dan waktu,
tapi terpisah karna berbeda agama dan keyakinan :)

Reality is suck.
Reality is fuck.
Reality is bite.
No one care about it.

By
Ayat ayat fitnah.
Copas n modifications by myself.