Tuesday, April 11, 2017

Jumlah korban narkotika yang meninggal dunia.

Sesungguhnya benar banyak sekali korban berjutaan yang meninggal akibat narkoba..

Apa kalian yakin mereka mati karna narkoba??..

Fakta

Anda salah..
Mereka yang mati bukan karna narkoba. Tetapi karna hukum yang mengkriminalisasi para pecandu dan menghukumnya masuk penjara dengan sedikitnya 4 tahun dan tanpa remisi..

Dan faktor terbesar yang membunuh mereka adalah kalian semua... Yaitu KEBENCIAN kalian..

Empati dan rasa sayang serta peduli kalian itu hanya muncul dikala kalian ingin melihat nyawa seseorang dieksekusi..

Barulah kalian teriak jika kalian orang yang paling peduli melebihi orang tua pecandu.. Tapi sayang...

Kalian tunjukan itu disaat mereka sudah jadi mayat...

Tanyalah pada diri kalian masing masing... Apa yang kalian perbuat jika ternyata penuhnya penjara karna banyak pemakai pengguna dan pecandu yang dikriminalisasi...

Maukah kalian tunjukan dan membantu mereka mereka saat ini yang masih hidup dan tersiksa dipenjara.

Peduli dengan yang sudah mati tapi yang masih hidup dan berada dipenjara kakian benci..

Munafik itu namanya..

Bisakah kalian tidak omdo dan nato saja..

Saya akan tantang kalian peduli dengan para korban yang masih hidup...

Sebab peduli dengan yang sudah mati itu bodoh..

Apalagi dijadikan alasan pembenaran kalian agar bisa membunuh atau mengeksekusi orang lain..

Lagi pula untuk apa menyebut korban yang meninggal sampai jutaan orang jika jutaan orang it semasa hidupnya dianggap menjadi musuh kalian dan kalian benci..

Setelah jadi mayat maka kalian anggap saudara dan menunjukan kepedulian kakian dengan membunuh orang lain...

Harusnya jika kalian benar peduli maka bantu yang masih hidup dan kirimi doa buat yang sudah mati...  bukan membunuh orang lagi lewat eksekusi

Ini Renungan untuk diri sendiri...

Jika tidak pernah merasa membantu menolong para korban semasa hidupnya ..

Maka jangan jadi setan yang menebar kebencian agar hasrat kalian membunuh tersalurkan.

Saya tanya kalian,, dihari ini apa saja yang sudah kalian lakukan dalam menolong korban narkotika yang masih hidup?..

Nothing..

Yang kalian bisa hanya membenci yang masih hidup,,

maka artinya mereka mati karna dibunuh oleh kebencian milik kalian,, terhadap mereka..

Apabila kebiadaban harus dihancurkan dengan kebiadaban pula..

artinya kita dan mereka itu sama sama biadab..
Jika mereka patut dihancurkan maka jangan lupa berbuat adil..

Yaitu
menghancurkan diri kalian sendiri..

Karna mereka dan kita adalah jenis makhluk yang berada dipihak yang sama juga...

Yaitu Sama sama biadab...
#belajar_waras

Monday, April 10, 2017

Fakta yang terbungkam selama ini

Maret 2017.

SELAMAT HARI PEREMPUAN!

Halo, perempuan Indonesia, apa kabar kalian, semoga selalu semangat dalam setiap perjuangan! Pada Hari Perempuan Internasional ini, meskipun saat ini kami hanya hadir berdua tapi tetap semangat tampil dihadapan kawan-kawan untuk mewakili suara perempuan dari komunitas marginal, Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI).

Kami hadir untuk memperjuangkan hak-hak kami, perempuan, untuk hidup bebas dari kriminalisasi dan diskriminasi akibat kebijakan, peraturan dan perlakuan aparat serta masyarakat yang menstigma kami dan kawan-kawan seperjuangan. Kami menolak perlakuan aparat penegak hukum yang melakukan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap kami dan kawan-kawan ketika ditangkap sebagai pengguna NAPZA. Kami menolak stigma dan diskriminasi pelayanan kesehatan terhadap kami sebagai korban NAPZA.

Kami sekumpulan perempuan korban NAPZA yang berdaya bersama dengan anggota masyarakat lainnya mewujudkan keadilan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia. Kami memperjuangkan terpenuhinya Hak Asasi Manusia pada korban NAPZA! Kami melakukan upaya pendidikan kritis kepada para korban NAPZA dan masyarakat! Kami melakukan advokasi menuju kebijakan NAPZA yang manusiawi dan berpihak kepada korban NAPZA.

Salah satu dari anggota komunitas kami, Rima Ameilia, siang itu menjelang pukul 15.00 WIB ditengah teriknya sinar matahari dengan semangat menaiki ‘panggung orasi’ dalam sebuah aksi damai bersama ribuan perempuan dari berbagai elemen masyarakat. Rima yang siang itu mengenakan blouse berwarna pink muda dan rok hitam selutut rupanya tak sendirian. Ia berdiri diatas mobil komando milik banser kepolisian, dengan didampingi seorang perempuan pejuang kemanusiaan dan kesehatan, pendiri Rumah Sebaya, Putri Tandjung yang siang itu tampil dengan kerudung marun.

Berbekal semangat dan kepedulian terhadap perempuan korban napza, Rima menyuarakan orasinya siang itu di Taman Aspirasi, Monumen Nasional, dan disambut riuh rendah oleh ribuan massa barisan perempuan yang tergabung dari sejumlah elemen masyarakat yang merayakan Hari Perempuan Internasional; buruh agraria, nelayan, buruh industri, pekerja kemanusiaan, pekerja sosial, pekerja kesehatan, dan kelompok perempuan minortias LGBT.

ORASI OLEH RIMA AMEILIA :

PEREMPUAAAANNNN!! PEREMPUAAAANNNN!! PEREMPUAAAANNNNNN!!

Kami perwakilan perempuan dari organisasi komunitas Persaudaraan Korban Napza Indonesia merasakan hal yang sama dengan perempuan Indonesia lainya. Kami didiskriminasi, distigma dan selalu dikriminalisasi. Tidak ada anggota kami (yang hadir) disini (pada hari ini). Karena kenapa?! Karena ketika kami muncul kami akan dipidanakan!

Ketika kami ditangkap, kami diperas, diperkosa, kami mengalami kekerasan yang dilakukan oleh penegak hukum! Pada hari ini kami satu suara untuk mengadvokasi kepentingan kami sebagai perempuan. Perempuan satu suara!  PEREMPUAAAANNNN!! PEREMPUAAAANNNNNN!!

SELAMAT HARI INTERNASIONAL PEREMPUAN! Bersatu Perempuan Indonesia! Mari kita majukan Indonesia dengan perempuan-perempuan! HIDUP PEREMPUAN!

TUNTUTAN KAMI, PEREMPUAN KORBAN NAPZA DI HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL

Kepada pemerintah dan segenap elemen masyarakat Indonesia, melalui Komite Aksi Bersama International Women Day (IWD) 8 Maret 2017. Kami, perwakilan perempuan dari organisasi komunitas Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) dalam aksi perempuan bersatu untuk perubahan, dengan tegas menyatakan sikap menolak kriminalisasi terhadap perempuan pengguna napza akibat kebijakan, peraturan atau pelayanan terkait napza yang dalam  pelaksanannya tidak melibatkan perspektif keadilan terhadap perempuan korban napza dan mengabaikan HAM dari pengguna napza.

Maka dari itu kami :

1. Menuntut dan mendesak perwujudan peraturan dan kebijakan tentang napza yang berperspektif korban umumnya, dan berperspektif gender khususnya, sekaligus pelaksanaan sistem peradilan pidana oleh aparat penegak hukum yang berlandaskan HAM dan anti kekerasan verbal dan non verbal terhadap perempuan pengguna napza.

2. Menuntut dan mendesak pemerintah melalui lembaga terkait seperti Kementerian Perempuan dan perlindungan anak, Komnas perempuan, Komnas HAM, dan lembaga terkait lainnya melalui kemitraan strategis untuk menghapuskan diskriminasi gender terhadap anak perempuan korban napza yang berangkat dari keluarga terkait hak mendapatkan rehabilitasi.

3. Menuntut dan mendesak pemerintah untuk mewujudkan kebijakan/peraturan/pendidikan dalam pelayanan kesehatan dan akses layanan kesehatan yang berperspektif korban umumnya dan berperspektif gender khususnya terhadap perempuan korban napza, pekerja seks komersil, terutama perempuan dengan HIV/AIDS/Hepatitis dan kelompok perempuan lain yang rentan terhadap penyebaran virus HIV/AIDS/Hepatitis.

4. Menuntut dan mendesak pelibatan bermakna dari perempuan korban napza dan komunitas terkait dalam merancang kebijakan, pelaksanaan program serta monitoring dan evaluasinya.

5. Menuntut dan mendesak penghapusan hukuman mati terhadap perempuan sebagai korban dari pengedaran napza yang terorganisir baik ditingkat lokal maupun internasional dalam perspektif HAM.

6. Menuntut dan mendesak pemerintah, lembaga terkait, rekan media dan semua komunitas masyarakat khususnya yang fokus pada hak-hak perempuan, untuk melakukan penyebaran informasi yang benar terhadap penanggulangan napza dengan menggunakan perspektif HAM terhadap perempuan korban napza sehingga bebas dari stigma dan diskriminasi.

AROGANSI APARAT, KRIMINALISASI DIBALIK AKSI DAMAI PEREMPUAN BERSATU UNTUK PERUBAHAN

Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) 8 Maret 2017 yang merupakan pengakuan politik seluruh dunia terhadap perjuangan perempuan, kali ini harus membuat barisan pejuang berkabung karena suara kami perempuan tidak diterima oleh pemangku kepentingan dan kebijakan.

Arogansi Kepolisian dan Pasukan Pengaman Presiden (paspampres) menghalangi aksi massa perempuan untuk bergerak dan menyampaikan pendapatnya sejak siang hari sampai dengan sore hari di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (KPPPA), sekaligus di Istana Negara.

Massa perempuan dihadapkan dengan barikade Kepolisian yang memblokade dan menghalangi masa aksi. Proses negosiasi yang kami lakukan dengan pihak aparat dan Istana berbuah nihil, bahkan dorong-dorongan pun beberapa kali sempat terjadi antara Pihak Kepolisian dengan masa aksi sekitar pukul 17.00 sampai dengan 17.30 WIB, karena kami masih terus berupaya untuk tetap bergerak menuju KPPPA dan Istana Negara.

Terpaksa kami dan kawan-kawan perempuan pulang, kembali ke rumah masing-masing dengan tidak memperoleh apa pun, bahkan didengar pun tidak. Terpaksa kami harus berpuas diri dengan bersuara di hadapan kawan-kawan seperjuangan tanpa berdaya melawan aparat.

Meskipun konstitusi negara dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka umum sudah menjamin hak kami perempuan untuk bersuara, namun tindak penghalangan itu menjadi pertanda kemunduran pengakuan hak politik terkhusus perempuan.

Dengan alasan sterilisasi Istana Negara selama Presiden Jokowi menerima kunjungan tamu kenegaraan, hak politik perempuan diberangus. Tindakan menghalangi aksi massa yang dilakukan oleh Kepolisian dan Paspampres menggambarkan paradigma dari rezim otoriter yang melihat warga negaranya sebagai musuh dan ancaman yang harus “diamankan”.

Menurut Yunita, salah satu pengacara publik dari LBH Jakarta, “Jika mengacu pada prosedur tetap Sekretariat Negara untuk pengamanan tamu negara, pada pasal 9 ayat 2 UU No. 9 Tahun 1998, sebenarnya pelarangan ini melanggar hukum. Tidak ada satu pun aturan yang melarang untuk melakukan aksi damai pada saat kedatangan tamu negara, apalagi sampai melanggar hak sebagaimana dilindungi dalam undang-undang,” ujarnya kepada Komite IWD 8 Maret 2017.

Yunita menilai adanya tindak pengamanan yang berlebihan terhadap tamu negara saat aksi damai oleh massa perempuan berlangsung. Dan bahkan, tindakan aparat sudah merupakan kejahatan jika terdapat kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud menghalang-halangi aksi, sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 1 UU No.9 Tahun 1998, dimana petugas aparat terkait dapat dipidana selama 1 (satu) tahun. (FIONA PUTRI HASYIM|RIMA AMEILIA|PUTRI TANDJUNG|KOMITE AKSI IWD 2017)

- See more at: http://korbannapza.org/en/news/detail/110/cerita-marginal-perempuan-korban-napza-bersuara-di-hari-perempuan-internasional#sthash.ldXeabl0.dpuf

Budi waseso "duterte" dari indonesia

Kami adalah komunitas peduli anak anak bangsa.

Kami setuju jika ingin dibuat seperti philipina.

Karna yang membahayakan bagi anak anak bangsa maka wajib diberantas.

Makanya kami titip juga untuk memberantas yang lebih jauh bahaya dari narkoba..

Jangan ragu dan jangan berfikir.. selesaikan saja demi generasi penerus bangsa..

Biar soal mayat mayat atau jenasah guru dan kepala sekolahnya nanti kami dan teman teman yang urus..

Maju tidaknya suatu negara itu ada ditangan guru atau pendidik atau pengajarnya..

Messager from the hell.

Dhazjal penebar fitnah

Friday, April 7, 2017

Napi itu manusia

"Narapidana juga manusia,” 

demikian ditulis dalam

A Human Rights Approach to Prison Management terbitan International Center for Prison Studies. Karena narapidana juga manusia, mereka juga memiliki hak asasi manusia, seberat apa pun kejahatan yang telah mereka perbuat.


Hak asasi narapidana yang dapat dirampas hanyalah kebebasan fisik serta pembatasan hak berkumpul dengan keluarga dan hak berpartisipasi dalam pemerintahan. Namun dalam kenyataannya, para narapidana tidak hanya kehilangan kebebasan fisik, tapi juga kehilangan segala hak mereka. Penyiksaan, bahkan pembunuhan, di dalam penjara dan tahanan bukan cerita langka. Hak-hak asasi mereka, baik di bidang sipil, politik, maupun ekonomi, sosial, dan budaya sering dirampas.Sejarah menunjukkan narapidana sering mendapat perlakuan kejam dan tidak manusiawi. 


Karena keprihatinan atas kondisi penjara dan tahanan, 26 Juni 1987 Perserikatan Bangsa-Bangsa memberlakukan Konvensi 1948 Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam dan Perlakuan Tidak Manusiawi Lainnya. Konvensi yang lazim disingkat dengan Konvensi Antipenyiksaan ini juga diratifikasi Indonesia pada 1998.

Intinya, Konvensi Anti penyiksaan melarang penyiksaan tahanan dan narapidana, di samping menyerukan penghapusan semua bentuk hukuman yang keji dan merendahkan martabat. Dengan demikian, penyiksaan, apalagi pembunuhan, terhadap tahanan atau narapidana merupakan kejahatan terhadap hak asasi manusia.

Instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional juga menetapkan standar minimum bagi perlindungan hak asasi manusia narapidana dan tahanan. Standar minimum tersebut meliputi tidak boleh menyiksa ataupun menyakiti mereka dengan alasan apa pun. Untuk mencegah penyiksaan dan perbuatan menyakiti narapidana, maka penjara dan tempat-tempat tahanan harus terbuka bagi pemantau independen seperti komisi hak asasi manusia, palang merah internasional, ataupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

Selain itu, prosedur pendaftaran harus benar-benar memperhatikan hak asasi narapidana dan tahanan. Semua pemenjaraan dan penahanan harus didasari dasar hukum yang kuat beserta surat perintah resmi. Semua narapidana dan tahanan harus didaftar.

Tidak boleh ada tahanan “titipan”. Aturan besuk tidak boleh membatasi hak narapidana dan tahanan untuk bertemu keluarga dan penasihat hukumnya. Kondisi kesehatan mereka juga harus selalu terpantau. Khusus tahanan dan narapidana asing, harus juga diberi akses untuk berhubungan dengan perwakilan negara mereka.

Khusus narapidana perempuan, harus mendapat perlindungan khusus terutama berkaitan dengan pelecehan seksual oleh sipir ataupun narapidana pria.

Selain itu, instrumen hak asasi manusia juga mewajibkan pengelola penjara dan tahanan untuk memberi makanan yang cukup dan layak. Pemberian makanan yang tidak layak merupakan pelanggaran hak dasar mereka, termasuk hak melangsungkan hidup dan hak atas kesehatan. Karena itu, harus ada kesempatan bagi narapidana untuk melakukan aktivitas di halaman terbuka. Mereka juga harus diberi fasilitas kebersihan untuk toilet dan kamar mandi.

Penjara dan tempat tahanan harus memberikan ruang yang cukup. Tidak boleh terlalu sesak. Ruang tahanan yang terlalu sesak juga melanggar hak dasar narapidana. Bahkan, di Eropa, penjara harus menyediakan ruang tidur sendiri-sendiri bagi setiap penghuni.

Hak atas privasi bagi narapidana dan tahanan juga harus dijamin. Sensor terhadap surat-surat dari keluarga tidak di benarkan. Bahkan, menurut standar Eropa, narapidana dan tahanan dijamin haknya menggunakan telepon genggam. Penjara-penjara di sana harus juga menyediakan telepon umum.

Di beberapa negara, narapidana dan tahanan wajib menggunakan seragam. Namun, ada pula yang tidak mewajibkan perempuan menggunakan seragam. Kewajiban menggunakan seragam hanya dibenarkan bila hal itu berkaitan dengan sistem keamanan. Namun penggunaan seragam yang bertujuan menghukum tidak dibenarkan. Karena itu, penjara dan rumah tahanan harus menyediakan fasilitas mencuci dan seragam

Sunday, April 2, 2017

Persidangan Fenomenal

Kisah persidangan FENOMENAL..

Persidangan ini dialami langsung oleh saudara saya dipengadilan negeri jakarta selatan.

Dengan
Dipimpin Hakim Ketua SUPRAPTO sekarang hakim di PT jambi dan JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Pada saat pertama sidang dakwaan maka hakim suprapto sebagai hakim ketua menanyakan kepada terdakwa.

Hakim : apakah saudara tahu kesalahan saudara.

Terdakwa : saya tidak tahu yang mulia, kenapa negara merampas kebebasan saya. Sehingga saya seperti hewan yang hidup dalam sangkar.

Hakim : masa saudara tidak mengetahui salah saudara??

Terdakwa : Tidak pak hakim.

Hakim : memang saudara tidak membaca BAP sewaktu saudara ditangkap??.

Terdakwa : sampai saya duduk sekarang ini maka saya tidak pernah melihat bagaimana bentuk apalagi isi BAP saya.

Hakim : mengambil berkas BAP dan membuka bagian tanda tangan kemudian menyuruh terdakwa mendekat dan memastikan itu tanda tangan terdakwa.

Terdakwa : owh ini namanya BAP. Dan itu benar tanda tangan terdakwa.

Tetapi.
Kronologis penangkapannya yaitu terdakwa ditangkap didalam sebuah mobil sedang mengkonsumsi narkoba dan ditemukan heroin 1.1 gr dan shabu 0.7 gram didalam mobilnya..

Artinya :
Terdakwa juga sedang mengkonsumsi obat clrozaril yang artinya kondisi saat ditangkap maka terdakwa sedang teler atau fly berat.
BAP itu dibuat disaat terdakwa sedang teler akibat narkoba yang dipakai.
Jadi wajar jika terdakwa tidak mengingat apa isi dari BAP tersebut.

Untuk hal ini maka bisa dihadirkan saksi saksi dari para tahanan yang melihat kondisi awal pertama datang di sel maka terdakwa tak sadarkan diri.

Pernah sekali dokter bnn yang baik membantu meminta BAP saya kepada penyidik kusmawan karna terdakwa sama sekali tidak ingat isi BAP itu. Tetapi ibu dokter malah bertengkar hebat. Dan ibu dokter disuruh untuk membela institusi BNN dan bukan terdakwa.
Tapi penjelasan itu dianggap angin lalu oleh yang mulia hakim suprapto.

Hakim : intinya ini asli tanda tangan terdakwa kan.??

Terdakwa : ya benar.

Hakim : apakah tadi saudara terdakwa mendengar dakwaan jaksa nuraeni ?.

Terdakwa : sedikit mendengar tapi tidak mengerti. Apakah boleh saya meminta surat dakwaan untuk saya baca ulang?.

Hakim : melihat arah jaksa dan jaksa menggelengkan kepala yang artinya mungkin tidak ada kopi an lagi buat terdakwa.. kemudian hakim berkata biar saya yang menjelaskannya.
Jadi saudara terdakwa didakwa telah melanggar pasal 112 ayat 1 yang isinya barang siapa menyimpan memiliki atau menguasai narkotika gol 1 non tanaman..

Terdakwa : jadi salah saya karna menyimpan memiliki atau menguasai narkoba ya pak hakim?.

Hakim. : benar.. sudah mengerti sekarang?.
Terdakwa : belum pak hakim.

Hakim : loh..! Apalagi??.

Terdakawa :  kenapa rumah sakit atau dokter atau apotik atau toko bahan kimia itu tidak ditangkap juga ??.

Jelas mereka memiliki menyimpan dan menguasai sama seperti halnya saya..

Hakim : berfikir sejenak..
Kemudian
Hakim : mereka tidak memakai narkoba itu.. klo kamu kan memakainya.

Terdakwa : ohhh..  pak hakim tahu methadon ?..
Methadon itu heroin cair yang kekuatannya jauh diatas heroin biasa.

Tetapi pak hakim lihatlah kepuskesmas sekitar jam diatas jam 13.00..  maka pak hakim akan melihat ada banyak orang memakai methadon dengan enaknya.. bahkan mereka tidak ditangkap.
Padahal itu jauh lebih bahaya dari apa yang saya pakai pak hakim.

Hakim : diam dan berfikir sejenak sambil diskusi dengan hakim dikanan dan dikiri dia.

Kemudian
Hakim : jelas mereka tidak ditangkap karna mereka memiliki ijinnya. Saya tanya apakah kamu memiliki ijin juga?.

Terdakwa : ohh berarti narkoba diijinkan ya pa hakim.. sayangnya saya tidak punya ijin karna tidak ada yang memberitahukan bagaimana dan dimana mendapatkan ijin tersebut.

Dan andaikata masalahnya hanya di ijin saja.
Maka
Pak hakim boleh ikut saya sebentar dengan 3 orang polisi saja.

Hakim : untuk apa??.

Terdakwa : ya kita kejalan raya di depan.. lalu kita razia para pengendara kendaraan bermotor..  akan kita lihat ada banyak orang yang tidak memiliki ijin..
Dan apabila masalahnya hanya soal ijin maka kenapa saya diperlakukan berbeda.??.

Mereka itu yang ditahan adalah kendaraannya.. bukan orangnya.

Kenapa saya yang ditahan justru orangnya..

Padahal mobil atau motor jika dikendarai oleh orang yang tidak punya ijin maka akan berubah fungsi menjadi mesin pembunuh buat orang lain dan untuk yang mengendarainya.
Kalau narkoba saya paling membunuh diri saya sendiri dan bukan orang lain..

Hakim : sidang ditunda minggu depan sambil menahan malu karna pengunjung bertepuk tangan..

Masalahnya hanya soal ijin tapi perlakuannya berbeda..

Hasil sidang fenomenal dituntut dengan kejam 14 tahun oleh jpu nuraeni aco dan diputus sadis 17 tahun oleh hakim suprapto untuk bb 1 gram dan pasal 112 ayat 1 dimana maksimal hanya 12 tahun saja.

Ada apa dengan HUKUM negara ini?

#belajar_waras