Friday, December 1, 2017

Merdeka Tanpa Keadilan

APA DAN SIAPA PENJAJAH ITU?.

Sejatinya dari dulu kala hingga saat ini maka yang pantas disebut sebagai penjajah adalah HUKUM.

Ketika suatu negara dikuasai oleh negara lain maka negara yang datang tersebut akan membuat aturan aturan yang berlaku untuk semua warga negara yang berhasil ditaklukanya.

Karna lewat aturan tersebutlah mereka memperjelas siapa mereka dan apa maksud dari kedatangan mereka.

Aturan yang dibuat biasanya sangat merugikan warga negara dan menguntungkan sipembuat aturan.

Lewat aturan yang mereka buatlah sebenarnya mereka menjajajah dan menindas kita. Serta memaksa kita agar mau patuh dan taat kepada aturan aturan yang mereka buat.

Kemudian aturan aturan itu akan dibakukan lewat cara disahkan menjadi HUKUM yang berlaku dinegara tersebut

Sama halnya dengan negara kita yang ratusan tahun dijajah dan ditindas dengan cara dipaksa agar kita mematuhi semua aturan aturan yang dibuat oleh belanda. Dengan kata lain belanda membuat hukum agar dipatuhi oleh segenap rakyat indonesia.

Ini terbukti dari kuhp dan kuhap yang saat ini berlaku dinegara kita itu meniru atau mengkopi hukum yang dibuat oleh belanda sang penjajah.

Karna hukum itu buatan sang penjajah maka bisa dipastikan jika isinya jauh dari keadilan.. isinya selalu merugikan rakyat kecil dan membela penguasa, yang saat itu penguasa negeri ini adallah belanda.

Walaupun belanda sudah tidak ada tetapi ingatlah jika hukum product penjajah masih tetap dipakai dan berlaku dinegeri ini.

Inilah alasan mengapa hukum disini tak menganut asas dua sisi mata pedang. Yang mana mata pedang itu akan mengarah ke terdakwa dan mata pedang satunya menghadap ke hakim.

Itulah keadilan. Dimana jika hakim salah memutuskan keadilan dan salah memberikan hukuman maka dia akan kena mata pedang yang menghadap ke hakim.

Tidak ada lagi kedzoliman dengan semena mena memberikan atau menghukum seseorang.

Tapi sayangnya disini mata pedang hanya menghadap kearah terdakwa. Bisa anda bayangkan sendiri bagaimana sikap sang hakim..  Dia sangat berkuasa atas hidup anda.. dia bebas memberkan hukuman berapa saja karna jika salahpun tidak ada imbas ke sang hakim.

Contoh lainnya.

Banyaknya korban salah tangkap atau memang sengaja untuk kambing hitam. Dan bisa juga sebagai tumbal pemenuhan target demi sebuah pangkat dan jabatan.

Mudah mudahan bukan kita atau keluarga anda yang menjadi korban ketidak-adilan tersebut.

Sekarang saya bertanya kepada anda.

Dengan fakta jika negara kita masih memakai hukum hasil product penjajah maka apakah kita benar benar merasakan kemerdekaan sebagai makhluk ciptaan tuhan yang diberikan kebebasan?.

Jawabannya hanya anda yg merasakan apa keerdekaan itu?.

Apakah sama dengan apa yang dirasakan oleh nenek asyani kasus mencuri 2 batang pohon.

Berpikirlah dengan kewarasan anda menggunakan akal pemberian tuhan. Maka anda akan bisa melihat kehidupan dari sudut pandang yang berbeda.

Wassalam

#Belajar_Waras

#keadilan

#HUKUM

,#Kebenaran

Friday, September 15, 2017

STIGMA

STIGMA

STIGMA adalah hasil akhir dari sebuah fitnah untuk menghancurkan harga diri seseorang.

STIGMA saat ini melekat kepada pemakai narkoba yang mana jika kita bicara pemakai narkoba maka stigma yang ada dialam sadar kalian semua adalah sesosok manusia jahat yang merugikan orang lain dan sering kali melakukan kejahatan pencurian untuk memenuhi keinginan untuk mamakai narkoba.

Begitu jahat stigma menghancurkan para pengguna narkoba seakan kalian tulis kalimat diatas di dahi mereka para pecandu.
Bahkan bagi mereka yang benar benar tidak mengenal sosok pemakai narkoba jadi ikut membenci juga dengan alasan tuduhan tuduhan jelek kepada para pecandu.

Padahal tuduhan itu belum tentu benar adanya. Dan fitnah namamya?

Ok lah kita anggap jika tuduhan itu benar adanya. Tapi apakah semua pemakai narkoba itu penjahat yang melakukan pencurian?.  Bagaimana jika pamakai orang mampu seperti artis atau para pejabat negara?

Lalu
Apakah anda pernah menjadi korban pencurian dari para pemakai narkoba?.

Jika bagi anda yang tidak pernah merasakan jadi korban pencurian maka apakah alasan anda ikut membenci mereka?.
Padahal andapun tak mengenal mereka.

Apa?,  owh rasa empati dan soledaritas anda kepada para korban pencurian yang dilakukan pemakai narkoba??

Jika itu alasannya, maka kenapa anda tak berempati dgn pecandu yang tak pernah merugikan orang lain tetapi hak bebasnya dirampas, masa depannya dihancurkan kumudian rumah tangganya diruntuhkan lalu masa depan dari anak anaknya di buat semakin suram karna anak anak itu akan jadi anak broken home.

Jika anda merasa manusia waras.
Maka setidaknya anda menyadari jika manusia adalah tempat salah dan dosa.

Jika ada seorang menteri melakukan kesalahan maka bukan berarti semua menteri itu salah dan semua harus dihukum.

Atau ketika polisi itu salah.
Maka bukan berarti semua kepolisian itu bersalah.

Atau
Yang lebih real adalah ketika kuku kuku anda sudah panjang dan panjang lagi. Kemudian bertambah panjang.
Bukan berarti anda harus potong jari jari anda agar kuku tidak tumbuh lagi.
Tetap saja yang dipotong berkali kali itu kukunya bukan jarinya.

Kecuali anda sudah tidak waras maka anda pasti potong jari anda sendiri agar kuku anda tak akan membuat repot anda lagi.

Friday, June 9, 2017

Belajar dari kami, orang pertama yang di KRIMINALISASI

Untuk para ulama yang dan siapapun yang sedang mengalami masalah hukum dan KRIMINALISASI, pesan saya adalah sabar. Karna stigma yang melekat pada diri kalian adalah orang benar jadi pasti akan banyak yang membela kalian.

Belajar dari para pecandu yang sabar.. karna kamilah orang orang pertama yang mengalami KRIMINALISASI.
Tapi berbeda dengan kalian karna stigma pada diri pecandu sangat jelek jadi walaupun kami tidak bersalah tetap dianggap salah dan tak satupun yang sudi membela.

Bahkan ketika dijaman heroin atau putaw maka hampir para pecandunya yang dikriminalisasi harus mati dipenjara.. bisa dibilang genosida secara terselubung. Tanya saja kepada orang tua yang anaknya mati dan dikubur dibelakang penjara di daerah.

Kini setelah heroin atau putaw sudah tidak ada peminatnya maka gantinya para pemakai shabu yang dikriminalisasi dan dipenjara.. kami dikriminalisasi tidak tangung tanggung yaitu masuk katagori pidana khusus atau pid.sus yang artinya sebagai pecandu maka kami dianggap musuh negara.

Para pecandu shabu berbeda dengan heroin. Mereka mati karna bunuh diri dipenjara.. karna banyak dari mereka yang menjadi gila sebab hukuman yang diberikan diluar akal waras manusia. Yaitu lebih tinggi dari pada pembunuhan.

So buat para ulama belajarlah dari kami pecandu sebagai manusia yang selalu dipandang hina. 
Kami saja sanggup melewati semua sendiri.

 

Wassalam

 

Messager From HelL

Thursday, June 8, 2017

Stigma dan kriminalisasi para korban napza

Baca baik baik penjelasan dari cewe gw

Dr. Vinna Caturinata, M.Psi., Psikolog.

Psychology To ur Brain

Stigmatisasi Terhadap Pecandu Narkoba

Koordinator Satgas I Badan Narkotika Nasional (BNN) KBP, H Thamrin Dahlan mengatakan bahwa sebanyak 51 ribu pecandu narkoba meninggal per tahun. Apabila dirata-ratakan ada 41 orang pecandu yang meninggal per hari, dan hampir dua orang meninggal per jamnya. Menurut Thamrin, sebagian besar korban penyalahgunaan narkoba itu meninggal bukan di lokasi fasilitas terapi dan rehabilitasi, melainkan di jalan dan tempat hiburan. Sementara itu, jenis narkoba yang dominan dipakai pecandu adalah heroin. Banyaknya korban penyalahgunaan narkoba tersebut karena stigma korban takut berobat ke fasilitas terapi dan rehabilitasi. Pada tahun 2012 ini, jumlah pengguna narkotika di Indonesia tercatat sudah sebanyak 5 juta orang.

Stigma adalah hal yang paling kejam diterima oleh individu, termasuk pecandu narkoba. Stigma inilah yang membuat pecandu narkoba dan keluarganya menjadi semakin sulit untuk mendapatkan bantuan dan dukungan yang mereka butuhkan. Stigma yang memojokkan para pecandu narkoba dan keluarganya sangat kuat berakar sehingga stigma tersebut terus berlanjut meskipun pecandu narkoba telah berhenti menggunakan narkoba selama sekian tahun atau memiliki kehidupan yang sukses seperti orang lain yang tidak pernah menggunakan narkoba.

Stigma tersebut kemudian membuat pecandu dan keluarganya menyembunyikan permasalahan kecanduan narkoba yang mereka alami. Diskriminasi terasa sangat menyakitkan karena mereka seolah-olah dibedakan dari orang lain yang dianggap “normal”. Pecandu ataupun keluarga yang membutuhkan bantuan akan permasalahan mereka kemudian menjadi malu atau takut untuk mengungkapkan kenyataan yang ada.

Keluarga terutama orang tua bahkan lebih sering mengambil keputusan untuk menyembunyikan permasalahan adiksi anaknya dan menganggapnya sebagai hal yang lebih baik untuk dilakukan dibandingkan kehilangan nama baik keluarga. Menyembunyikan kenyataan tersebut membuat permasalahan baru bagi pecandu narkoba dan keluarga  dimana disfungsi dalam keluarga akhirnya muncul. Rasa bersalah ditambah dengan tidak adanya langkah menuju pemulihan lebih lanjut akibat takut menghadapi stigma membuat  pecandu narkoba dan keluarga semakin tenggelam dalam permasalahannya.

Seringkali saya sendiri juga mendapatkan para orangtua pecandu yang takut dengan stigma dari masyarakat dan akhirnya menyembunyikan kenyataan bahwa anaknya sedang menjalani pemulihan di sebuah rehabilitasi narkoba dengan berbohong mengatakan si pecandu sedang belajar atau bekerja di luar kota atau luar negeri. Permasalahan yang dihadapi seorang pecandu narkoba dan keluarganya bukan hanya sebatas pada program pemulihan di rehabilitasi, karena ketika seorang pecandu keluar dari rehabilitasi, maka ia harus menghadapi respon dari lingkungannya dan berharap akan mendapatkan dukungan, bukan penolakan. Namun tidak sedikit pecandu narkoba yang telah pulih dan kembali ke masyarakat merasa rendah diri dan tidak nyaman karena berbagai stigma yang ditujukan pada dirinya, bahkan dari keluarga besarnya sendiri. Tanpa disadari hal ini membuat pecandu narkoba menjadi sulit untuk mendapatkan dukungan dan penerimaan dari orang lain serta diliputi rasa bersalah dan malu akan keadaannya. Apakah ini berdampak buruk bagi pemulihan pecandu tersebut? Ya. Stigma dari lingkungan dapat membuat pecandu menstigma dirinya sendiri dengan menganggap bahwa hal-hal negatif yang dilabelkan kepada dirinya sebagai suatu kenyataan. Ini dapat menimbulkan perasaan frustasi, putus asa, dan akhirnya pecandu kembali melarikan diri ke narkoba.

Stigma dapat menghancurkan kehidupan pecandu narkoba maupun seluruh anggota keluarganya. Namun jika kesadaran masyarakat mengenai stigma ini menjadi semakin lebih baik, maka hal itu akan sangat menyelamatkan kehidupan pecandu narkoba dan keluarganya. Masyarakat hendaknya justru memberikan dukungan dengan mendorong mereka untuk segera menjalani pemulihan di rehabilitasi dan membantu mengembalikan kondisi mental mereka ketika kembali ke masyarakat, karena selama ini ketakutan akan mendapatkan label negatif dan konsekuensi-konsekuensi lain dari masyarakat (termasuk lingkungan pekerjaan) membuat pecandu narkoba dan keluarga menjadi ragu untuk melakukan solusi yang efektif dan efisien serta hanya berkutat dengan penyangkalan-penyangkalan yang justru semakin memperburuk keadaan.

Semoga bermanfaat ☺

Vinna Caturinata, M.Psi., Psikolog.

Wednesday, June 7, 2017

Long Distance Relationship

aku sedih,saat aku membuka Alquran,teringat kamu membuka Alkitab.
saat aku berjalan menuju Masjid, tujuanmu menuju adalah Gereja.

saat aku memakai tasbih, engkau menggenggam Rosario.

saat kamu menyanyikan Pujian, Aku justru melanturkan Shalawat.

saat kenyataan kita harus berjarak hanya karena perbedaan agama. aku sedih, kita seperti berjarak jauh sekali walaupun kenyataan kita dekat.

aku sedih, saat semua orang menggunjing perbedaan kita.

mengapa? mengapa Tuhan menyatukan bila Tuhan juga yang memberikan perbedaan diantara kita.

orang lain menatap kita seolah-olah ingin berkata.. kita telah salah menjalani hubungan yang lebih dari teman.

aku juga tahu kalau berpacaran dengan agama islam tidak ada ajurannya, dan aku cukup paham bahwa aku tidak bisa menikahi pria yang berbeda keyakinan.

lantas.... apa salahnya kami bersama untuk sementara ini? kadang aku benci orang-orang yang memandang hubungan kami dengan sebelah mata.

aku tidak ingin keluar dari agama megahku. aku tak ingin mengambil keputusan yang seharusnya tak ku ambil.

aku tak bisa mengorbankan Allahku demi duniaku. aku tak bisa mengingkari janjiku. aku tak bisa jauh dari Tuhan dan nabiku.. :( aku tidak terbiasa dengan semuanya. meski itu ketahuilah, kamu adalah yang terindah dari semua yang terindah.. dan kamu akan tetap menjadi yang terindah diantara yang terindah..

Tuhanmu menciptakan engkau sangatlah indah. sekarang bila aku jatuh cinta,bilaku terlanjur sayang apalah dayaku? apakah Tuhanmu akan marah jika aku menyayangi dan mencintaimu? bisa tanyakan Tuhanmu,bolehkah aku yang bukan umatnya, mencintai hambanya?

Long distance relationship.
Menjadi jauh bukan karena terpisah jarak dan waktu,
tapi terpisah karna berbeda agama dan keyakinan :)

Reality is suck.
Reality is fuck.
Reality is bite.
No one care about it.

By
Ayat ayat fitnah.
Copas n modifications by myself.

Tuesday, April 11, 2017

Jumlah korban narkotika yang meninggal dunia.

Sesungguhnya benar banyak sekali korban berjutaan yang meninggal akibat narkoba..

Apa kalian yakin mereka mati karna narkoba??..

Fakta

Anda salah..
Mereka yang mati bukan karna narkoba. Tetapi karna hukum yang mengkriminalisasi para pecandu dan menghukumnya masuk penjara dengan sedikitnya 4 tahun dan tanpa remisi..

Dan faktor terbesar yang membunuh mereka adalah kalian semua... Yaitu KEBENCIAN kalian..

Empati dan rasa sayang serta peduli kalian itu hanya muncul dikala kalian ingin melihat nyawa seseorang dieksekusi..

Barulah kalian teriak jika kalian orang yang paling peduli melebihi orang tua pecandu.. Tapi sayang...

Kalian tunjukan itu disaat mereka sudah jadi mayat...

Tanyalah pada diri kalian masing masing... Apa yang kalian perbuat jika ternyata penuhnya penjara karna banyak pemakai pengguna dan pecandu yang dikriminalisasi...

Maukah kalian tunjukan dan membantu mereka mereka saat ini yang masih hidup dan tersiksa dipenjara.

Peduli dengan yang sudah mati tapi yang masih hidup dan berada dipenjara kakian benci..

Munafik itu namanya..

Bisakah kalian tidak omdo dan nato saja..

Saya akan tantang kalian peduli dengan para korban yang masih hidup...

Sebab peduli dengan yang sudah mati itu bodoh..

Apalagi dijadikan alasan pembenaran kalian agar bisa membunuh atau mengeksekusi orang lain..

Lagi pula untuk apa menyebut korban yang meninggal sampai jutaan orang jika jutaan orang it semasa hidupnya dianggap menjadi musuh kalian dan kalian benci..

Setelah jadi mayat maka kalian anggap saudara dan menunjukan kepedulian kakian dengan membunuh orang lain...

Harusnya jika kalian benar peduli maka bantu yang masih hidup dan kirimi doa buat yang sudah mati...  bukan membunuh orang lagi lewat eksekusi

Ini Renungan untuk diri sendiri...

Jika tidak pernah merasa membantu menolong para korban semasa hidupnya ..

Maka jangan jadi setan yang menebar kebencian agar hasrat kalian membunuh tersalurkan.

Saya tanya kalian,, dihari ini apa saja yang sudah kalian lakukan dalam menolong korban narkotika yang masih hidup?..

Nothing..

Yang kalian bisa hanya membenci yang masih hidup,,

maka artinya mereka mati karna dibunuh oleh kebencian milik kalian,, terhadap mereka..

Apabila kebiadaban harus dihancurkan dengan kebiadaban pula..

artinya kita dan mereka itu sama sama biadab..
Jika mereka patut dihancurkan maka jangan lupa berbuat adil..

Yaitu
menghancurkan diri kalian sendiri..

Karna mereka dan kita adalah jenis makhluk yang berada dipihak yang sama juga...

Yaitu Sama sama biadab...
#belajar_waras

Monday, April 10, 2017

Fakta yang terbungkam selama ini

Maret 2017.

SELAMAT HARI PEREMPUAN!

Halo, perempuan Indonesia, apa kabar kalian, semoga selalu semangat dalam setiap perjuangan! Pada Hari Perempuan Internasional ini, meskipun saat ini kami hanya hadir berdua tapi tetap semangat tampil dihadapan kawan-kawan untuk mewakili suara perempuan dari komunitas marginal, Persaudaraan Korban NAPZA Indonesia (PKNI).

Kami hadir untuk memperjuangkan hak-hak kami, perempuan, untuk hidup bebas dari kriminalisasi dan diskriminasi akibat kebijakan, peraturan dan perlakuan aparat serta masyarakat yang menstigma kami dan kawan-kawan seperjuangan. Kami menolak perlakuan aparat penegak hukum yang melakukan kekerasan dan pelecehan seksual terhadap kami dan kawan-kawan ketika ditangkap sebagai pengguna NAPZA. Kami menolak stigma dan diskriminasi pelayanan kesehatan terhadap kami sebagai korban NAPZA.

Kami sekumpulan perempuan korban NAPZA yang berdaya bersama dengan anggota masyarakat lainnya mewujudkan keadilan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia. Kami memperjuangkan terpenuhinya Hak Asasi Manusia pada korban NAPZA! Kami melakukan upaya pendidikan kritis kepada para korban NAPZA dan masyarakat! Kami melakukan advokasi menuju kebijakan NAPZA yang manusiawi dan berpihak kepada korban NAPZA.

Salah satu dari anggota komunitas kami, Rima Ameilia, siang itu menjelang pukul 15.00 WIB ditengah teriknya sinar matahari dengan semangat menaiki ‘panggung orasi’ dalam sebuah aksi damai bersama ribuan perempuan dari berbagai elemen masyarakat. Rima yang siang itu mengenakan blouse berwarna pink muda dan rok hitam selutut rupanya tak sendirian. Ia berdiri diatas mobil komando milik banser kepolisian, dengan didampingi seorang perempuan pejuang kemanusiaan dan kesehatan, pendiri Rumah Sebaya, Putri Tandjung yang siang itu tampil dengan kerudung marun.

Berbekal semangat dan kepedulian terhadap perempuan korban napza, Rima menyuarakan orasinya siang itu di Taman Aspirasi, Monumen Nasional, dan disambut riuh rendah oleh ribuan massa barisan perempuan yang tergabung dari sejumlah elemen masyarakat yang merayakan Hari Perempuan Internasional; buruh agraria, nelayan, buruh industri, pekerja kemanusiaan, pekerja sosial, pekerja kesehatan, dan kelompok perempuan minortias LGBT.

ORASI OLEH RIMA AMEILIA :

PEREMPUAAAANNNN!! PEREMPUAAAANNNN!! PEREMPUAAAANNNNNN!!

Kami perwakilan perempuan dari organisasi komunitas Persaudaraan Korban Napza Indonesia merasakan hal yang sama dengan perempuan Indonesia lainya. Kami didiskriminasi, distigma dan selalu dikriminalisasi. Tidak ada anggota kami (yang hadir) disini (pada hari ini). Karena kenapa?! Karena ketika kami muncul kami akan dipidanakan!

Ketika kami ditangkap, kami diperas, diperkosa, kami mengalami kekerasan yang dilakukan oleh penegak hukum! Pada hari ini kami satu suara untuk mengadvokasi kepentingan kami sebagai perempuan. Perempuan satu suara!  PEREMPUAAAANNNN!! PEREMPUAAAANNNNNN!!

SELAMAT HARI INTERNASIONAL PEREMPUAN! Bersatu Perempuan Indonesia! Mari kita majukan Indonesia dengan perempuan-perempuan! HIDUP PEREMPUAN!

TUNTUTAN KAMI, PEREMPUAN KORBAN NAPZA DI HARI PEREMPUAN INTERNASIONAL

Kepada pemerintah dan segenap elemen masyarakat Indonesia, melalui Komite Aksi Bersama International Women Day (IWD) 8 Maret 2017. Kami, perwakilan perempuan dari organisasi komunitas Persaudaraan Korban Napza Indonesia (PKNI) dalam aksi perempuan bersatu untuk perubahan, dengan tegas menyatakan sikap menolak kriminalisasi terhadap perempuan pengguna napza akibat kebijakan, peraturan atau pelayanan terkait napza yang dalam  pelaksanannya tidak melibatkan perspektif keadilan terhadap perempuan korban napza dan mengabaikan HAM dari pengguna napza.

Maka dari itu kami :

1. Menuntut dan mendesak perwujudan peraturan dan kebijakan tentang napza yang berperspektif korban umumnya, dan berperspektif gender khususnya, sekaligus pelaksanaan sistem peradilan pidana oleh aparat penegak hukum yang berlandaskan HAM dan anti kekerasan verbal dan non verbal terhadap perempuan pengguna napza.

2. Menuntut dan mendesak pemerintah melalui lembaga terkait seperti Kementerian Perempuan dan perlindungan anak, Komnas perempuan, Komnas HAM, dan lembaga terkait lainnya melalui kemitraan strategis untuk menghapuskan diskriminasi gender terhadap anak perempuan korban napza yang berangkat dari keluarga terkait hak mendapatkan rehabilitasi.

3. Menuntut dan mendesak pemerintah untuk mewujudkan kebijakan/peraturan/pendidikan dalam pelayanan kesehatan dan akses layanan kesehatan yang berperspektif korban umumnya dan berperspektif gender khususnya terhadap perempuan korban napza, pekerja seks komersil, terutama perempuan dengan HIV/AIDS/Hepatitis dan kelompok perempuan lain yang rentan terhadap penyebaran virus HIV/AIDS/Hepatitis.

4. Menuntut dan mendesak pelibatan bermakna dari perempuan korban napza dan komunitas terkait dalam merancang kebijakan, pelaksanaan program serta monitoring dan evaluasinya.

5. Menuntut dan mendesak penghapusan hukuman mati terhadap perempuan sebagai korban dari pengedaran napza yang terorganisir baik ditingkat lokal maupun internasional dalam perspektif HAM.

6. Menuntut dan mendesak pemerintah, lembaga terkait, rekan media dan semua komunitas masyarakat khususnya yang fokus pada hak-hak perempuan, untuk melakukan penyebaran informasi yang benar terhadap penanggulangan napza dengan menggunakan perspektif HAM terhadap perempuan korban napza sehingga bebas dari stigma dan diskriminasi.

AROGANSI APARAT, KRIMINALISASI DIBALIK AKSI DAMAI PEREMPUAN BERSATU UNTUK PERUBAHAN

Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) 8 Maret 2017 yang merupakan pengakuan politik seluruh dunia terhadap perjuangan perempuan, kali ini harus membuat barisan pejuang berkabung karena suara kami perempuan tidak diterima oleh pemangku kepentingan dan kebijakan.

Arogansi Kepolisian dan Pasukan Pengaman Presiden (paspampres) menghalangi aksi massa perempuan untuk bergerak dan menyampaikan pendapatnya sejak siang hari sampai dengan sore hari di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pelindungan Anak (KPPPA), sekaligus di Istana Negara.

Massa perempuan dihadapkan dengan barikade Kepolisian yang memblokade dan menghalangi masa aksi. Proses negosiasi yang kami lakukan dengan pihak aparat dan Istana berbuah nihil, bahkan dorong-dorongan pun beberapa kali sempat terjadi antara Pihak Kepolisian dengan masa aksi sekitar pukul 17.00 sampai dengan 17.30 WIB, karena kami masih terus berupaya untuk tetap bergerak menuju KPPPA dan Istana Negara.

Terpaksa kami dan kawan-kawan perempuan pulang, kembali ke rumah masing-masing dengan tidak memperoleh apa pun, bahkan didengar pun tidak. Terpaksa kami harus berpuas diri dengan bersuara di hadapan kawan-kawan seperjuangan tanpa berdaya melawan aparat.

Meskipun konstitusi negara dalam Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka umum sudah menjamin hak kami perempuan untuk bersuara, namun tindak penghalangan itu menjadi pertanda kemunduran pengakuan hak politik terkhusus perempuan.

Dengan alasan sterilisasi Istana Negara selama Presiden Jokowi menerima kunjungan tamu kenegaraan, hak politik perempuan diberangus. Tindakan menghalangi aksi massa yang dilakukan oleh Kepolisian dan Paspampres menggambarkan paradigma dari rezim otoriter yang melihat warga negaranya sebagai musuh dan ancaman yang harus “diamankan”.

Menurut Yunita, salah satu pengacara publik dari LBH Jakarta, “Jika mengacu pada prosedur tetap Sekretariat Negara untuk pengamanan tamu negara, pada pasal 9 ayat 2 UU No. 9 Tahun 1998, sebenarnya pelarangan ini melanggar hukum. Tidak ada satu pun aturan yang melarang untuk melakukan aksi damai pada saat kedatangan tamu negara, apalagi sampai melanggar hak sebagaimana dilindungi dalam undang-undang,” ujarnya kepada Komite IWD 8 Maret 2017.

Yunita menilai adanya tindak pengamanan yang berlebihan terhadap tamu negara saat aksi damai oleh massa perempuan berlangsung. Dan bahkan, tindakan aparat sudah merupakan kejahatan jika terdapat kekerasan atau ancaman kekerasan dengan maksud menghalang-halangi aksi, sebagaimana diatur dalam pasal 18 ayat 1 UU No.9 Tahun 1998, dimana petugas aparat terkait dapat dipidana selama 1 (satu) tahun. (FIONA PUTRI HASYIM|RIMA AMEILIA|PUTRI TANDJUNG|KOMITE AKSI IWD 2017)

- See more at: http://korbannapza.org/en/news/detail/110/cerita-marginal-perempuan-korban-napza-bersuara-di-hari-perempuan-internasional#sthash.ldXeabl0.dpuf

Budi waseso "duterte" dari indonesia

Kami adalah komunitas peduli anak anak bangsa.

Kami setuju jika ingin dibuat seperti philipina.

Karna yang membahayakan bagi anak anak bangsa maka wajib diberantas.

Makanya kami titip juga untuk memberantas yang lebih jauh bahaya dari narkoba..

Jangan ragu dan jangan berfikir.. selesaikan saja demi generasi penerus bangsa..

Biar soal mayat mayat atau jenasah guru dan kepala sekolahnya nanti kami dan teman teman yang urus..

Maju tidaknya suatu negara itu ada ditangan guru atau pendidik atau pengajarnya..

Messager from the hell.

Dhazjal penebar fitnah

Friday, April 7, 2017

Napi itu manusia

"Narapidana juga manusia,” 

demikian ditulis dalam

A Human Rights Approach to Prison Management terbitan International Center for Prison Studies. Karena narapidana juga manusia, mereka juga memiliki hak asasi manusia, seberat apa pun kejahatan yang telah mereka perbuat.


Hak asasi narapidana yang dapat dirampas hanyalah kebebasan fisik serta pembatasan hak berkumpul dengan keluarga dan hak berpartisipasi dalam pemerintahan. Namun dalam kenyataannya, para narapidana tidak hanya kehilangan kebebasan fisik, tapi juga kehilangan segala hak mereka. Penyiksaan, bahkan pembunuhan, di dalam penjara dan tahanan bukan cerita langka. Hak-hak asasi mereka, baik di bidang sipil, politik, maupun ekonomi, sosial, dan budaya sering dirampas.Sejarah menunjukkan narapidana sering mendapat perlakuan kejam dan tidak manusiawi. 


Karena keprihatinan atas kondisi penjara dan tahanan, 26 Juni 1987 Perserikatan Bangsa-Bangsa memberlakukan Konvensi 1948 Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam dan Perlakuan Tidak Manusiawi Lainnya. Konvensi yang lazim disingkat dengan Konvensi Antipenyiksaan ini juga diratifikasi Indonesia pada 1998.

Intinya, Konvensi Anti penyiksaan melarang penyiksaan tahanan dan narapidana, di samping menyerukan penghapusan semua bentuk hukuman yang keji dan merendahkan martabat. Dengan demikian, penyiksaan, apalagi pembunuhan, terhadap tahanan atau narapidana merupakan kejahatan terhadap hak asasi manusia.

Instrumen-instrumen hak asasi manusia internasional juga menetapkan standar minimum bagi perlindungan hak asasi manusia narapidana dan tahanan. Standar minimum tersebut meliputi tidak boleh menyiksa ataupun menyakiti mereka dengan alasan apa pun. Untuk mencegah penyiksaan dan perbuatan menyakiti narapidana, maka penjara dan tempat-tempat tahanan harus terbuka bagi pemantau independen seperti komisi hak asasi manusia, palang merah internasional, ataupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat.

Selain itu, prosedur pendaftaran harus benar-benar memperhatikan hak asasi narapidana dan tahanan. Semua pemenjaraan dan penahanan harus didasari dasar hukum yang kuat beserta surat perintah resmi. Semua narapidana dan tahanan harus didaftar.

Tidak boleh ada tahanan “titipan”. Aturan besuk tidak boleh membatasi hak narapidana dan tahanan untuk bertemu keluarga dan penasihat hukumnya. Kondisi kesehatan mereka juga harus selalu terpantau. Khusus tahanan dan narapidana asing, harus juga diberi akses untuk berhubungan dengan perwakilan negara mereka.

Khusus narapidana perempuan, harus mendapat perlindungan khusus terutama berkaitan dengan pelecehan seksual oleh sipir ataupun narapidana pria.

Selain itu, instrumen hak asasi manusia juga mewajibkan pengelola penjara dan tahanan untuk memberi makanan yang cukup dan layak. Pemberian makanan yang tidak layak merupakan pelanggaran hak dasar mereka, termasuk hak melangsungkan hidup dan hak atas kesehatan. Karena itu, harus ada kesempatan bagi narapidana untuk melakukan aktivitas di halaman terbuka. Mereka juga harus diberi fasilitas kebersihan untuk toilet dan kamar mandi.

Penjara dan tempat tahanan harus memberikan ruang yang cukup. Tidak boleh terlalu sesak. Ruang tahanan yang terlalu sesak juga melanggar hak dasar narapidana. Bahkan, di Eropa, penjara harus menyediakan ruang tidur sendiri-sendiri bagi setiap penghuni.

Hak atas privasi bagi narapidana dan tahanan juga harus dijamin. Sensor terhadap surat-surat dari keluarga tidak di benarkan. Bahkan, menurut standar Eropa, narapidana dan tahanan dijamin haknya menggunakan telepon genggam. Penjara-penjara di sana harus juga menyediakan telepon umum.

Di beberapa negara, narapidana dan tahanan wajib menggunakan seragam. Namun, ada pula yang tidak mewajibkan perempuan menggunakan seragam. Kewajiban menggunakan seragam hanya dibenarkan bila hal itu berkaitan dengan sistem keamanan. Namun penggunaan seragam yang bertujuan menghukum tidak dibenarkan. Karena itu, penjara dan rumah tahanan harus menyediakan fasilitas mencuci dan seragam

Sunday, April 2, 2017

Persidangan Fenomenal

Kisah persidangan FENOMENAL..

Persidangan ini dialami langsung oleh saudara saya dipengadilan negeri jakarta selatan.

Dengan
Dipimpin Hakim Ketua SUPRAPTO sekarang hakim di PT jambi dan JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Pada saat pertama sidang dakwaan maka hakim suprapto sebagai hakim ketua menanyakan kepada terdakwa.

Hakim : apakah saudara tahu kesalahan saudara.

Terdakwa : saya tidak tahu yang mulia, kenapa negara merampas kebebasan saya. Sehingga saya seperti hewan yang hidup dalam sangkar.

Hakim : masa saudara tidak mengetahui salah saudara??

Terdakwa : Tidak pak hakim.

Hakim : memang saudara tidak membaca BAP sewaktu saudara ditangkap??.

Terdakwa : sampai saya duduk sekarang ini maka saya tidak pernah melihat bagaimana bentuk apalagi isi BAP saya.

Hakim : mengambil berkas BAP dan membuka bagian tanda tangan kemudian menyuruh terdakwa mendekat dan memastikan itu tanda tangan terdakwa.

Terdakwa : owh ini namanya BAP. Dan itu benar tanda tangan terdakwa.

Tetapi.
Kronologis penangkapannya yaitu terdakwa ditangkap didalam sebuah mobil sedang mengkonsumsi narkoba dan ditemukan heroin 1.1 gr dan shabu 0.7 gram didalam mobilnya..

Artinya :
Terdakwa juga sedang mengkonsumsi obat clrozaril yang artinya kondisi saat ditangkap maka terdakwa sedang teler atau fly berat.
BAP itu dibuat disaat terdakwa sedang teler akibat narkoba yang dipakai.
Jadi wajar jika terdakwa tidak mengingat apa isi dari BAP tersebut.

Untuk hal ini maka bisa dihadirkan saksi saksi dari para tahanan yang melihat kondisi awal pertama datang di sel maka terdakwa tak sadarkan diri.

Pernah sekali dokter bnn yang baik membantu meminta BAP saya kepada penyidik kusmawan karna terdakwa sama sekali tidak ingat isi BAP itu. Tetapi ibu dokter malah bertengkar hebat. Dan ibu dokter disuruh untuk membela institusi BNN dan bukan terdakwa.
Tapi penjelasan itu dianggap angin lalu oleh yang mulia hakim suprapto.

Hakim : intinya ini asli tanda tangan terdakwa kan.??

Terdakwa : ya benar.

Hakim : apakah tadi saudara terdakwa mendengar dakwaan jaksa nuraeni ?.

Terdakwa : sedikit mendengar tapi tidak mengerti. Apakah boleh saya meminta surat dakwaan untuk saya baca ulang?.

Hakim : melihat arah jaksa dan jaksa menggelengkan kepala yang artinya mungkin tidak ada kopi an lagi buat terdakwa.. kemudian hakim berkata biar saya yang menjelaskannya.
Jadi saudara terdakwa didakwa telah melanggar pasal 112 ayat 1 yang isinya barang siapa menyimpan memiliki atau menguasai narkotika gol 1 non tanaman..

Terdakwa : jadi salah saya karna menyimpan memiliki atau menguasai narkoba ya pak hakim?.

Hakim. : benar.. sudah mengerti sekarang?.
Terdakwa : belum pak hakim.

Hakim : loh..! Apalagi??.

Terdakawa :  kenapa rumah sakit atau dokter atau apotik atau toko bahan kimia itu tidak ditangkap juga ??.

Jelas mereka memiliki menyimpan dan menguasai sama seperti halnya saya..

Hakim : berfikir sejenak..
Kemudian
Hakim : mereka tidak memakai narkoba itu.. klo kamu kan memakainya.

Terdakwa : ohhh..  pak hakim tahu methadon ?..
Methadon itu heroin cair yang kekuatannya jauh diatas heroin biasa.

Tetapi pak hakim lihatlah kepuskesmas sekitar jam diatas jam 13.00..  maka pak hakim akan melihat ada banyak orang memakai methadon dengan enaknya.. bahkan mereka tidak ditangkap.
Padahal itu jauh lebih bahaya dari apa yang saya pakai pak hakim.

Hakim : diam dan berfikir sejenak sambil diskusi dengan hakim dikanan dan dikiri dia.

Kemudian
Hakim : jelas mereka tidak ditangkap karna mereka memiliki ijinnya. Saya tanya apakah kamu memiliki ijin juga?.

Terdakwa : ohh berarti narkoba diijinkan ya pa hakim.. sayangnya saya tidak punya ijin karna tidak ada yang memberitahukan bagaimana dan dimana mendapatkan ijin tersebut.

Dan andaikata masalahnya hanya di ijin saja.
Maka
Pak hakim boleh ikut saya sebentar dengan 3 orang polisi saja.

Hakim : untuk apa??.

Terdakwa : ya kita kejalan raya di depan.. lalu kita razia para pengendara kendaraan bermotor..  akan kita lihat ada banyak orang yang tidak memiliki ijin..
Dan apabila masalahnya hanya soal ijin maka kenapa saya diperlakukan berbeda.??.

Mereka itu yang ditahan adalah kendaraannya.. bukan orangnya.

Kenapa saya yang ditahan justru orangnya..

Padahal mobil atau motor jika dikendarai oleh orang yang tidak punya ijin maka akan berubah fungsi menjadi mesin pembunuh buat orang lain dan untuk yang mengendarainya.
Kalau narkoba saya paling membunuh diri saya sendiri dan bukan orang lain..

Hakim : sidang ditunda minggu depan sambil menahan malu karna pengunjung bertepuk tangan..

Masalahnya hanya soal ijin tapi perlakuannya berbeda..

Hasil sidang fenomenal dituntut dengan kejam 14 tahun oleh jpu nuraeni aco dan diputus sadis 17 tahun oleh hakim suprapto untuk bb 1 gram dan pasal 112 ayat 1 dimana maksimal hanya 12 tahun saja.

Ada apa dengan HUKUM negara ini?

#belajar_waras

Friday, March 31, 2017

Nasehat untuk para orang tua

Untuk para orang tua yang anaknya menjadi pecandu janganlah berputus asa dan malu..

Sesungguhnya stigma telah menjadikan anak kalian makhluk nista di negeri ini..

Dan semua orang membenci dan mengirimnya ke penjara..

Dukung anak kalian karna yakinlah suatu saat anak anda bisa pulih.. mereka butuh kalian..
Mereka sedang jatuh dan butuh tangan tangan malaikat untuk membantu mereka bangkit..
Tangan malaikat yang selama ini mereka kenal sejak mereka dilahirkan dari rahim adalah tangan ayah dan ibu mereka..

Makanya tuhan menitipkan para pecandu kepada kalian karna tuhan percaya kepada kalian.
Disaat semua membenci tapi hanya kalian yang tidak.

Support mereka dan jangan biarkan anak kalian dikriminalisasi oleh negara dan dianggap musuh negara..

Sesungguhnya support kalian yang mereka butuhkan untuk bisa bangkit dari keterpurukan..

Jika bukan kalian sebagai orang tua..  maka siapa lagi?.

Mereka semua termakan hasutan dari si penebar kebencian..

Contohkan kepada mereka bagaimana hidup sebagai orang yang beragama..
Yaitu saling memaafkan dan saling menyayangi..
Dan bukan hidup dengan menebarkan fitnah agar manusia membenci terhadap sesamanya.

#belajar_waras

Pesan sang
     Dhazjal 666

Saturday, March 25, 2017

Wajib dibaca..! Jangan mau dibilang bodoh.

Belajarlah
Untuk bisa membuka pikiran anda agar anda dapat melihat suatu hal atau masalah dari suatu sisi atau dari sudut pandang yang berbeda.

"Just open ur mind for a different view"

Contoh..

Jika ada statement atau pernyataan seperti ini maka cobalah melihat dari sisi yang positive.

Narkoba bahaya.
Nuklir bahaya.
Mana jauh lebih bahaya?.

Pasti anda akan menjawab "NUKLIR" yang jauh lebih berbahaya.

Jika anda menjawab seperti diatas berarti anda menjawab tanpa berfikir dahulu.

Tapi anda menjawab berdasarkan sejarah atau sesuatu kejadian yang pernah terjadi lalu itu menempel erat di kepala anda..

Jadi jika menjawab nuklir maka
Anda salah.

Karna jawabannya yang benar dan logis adalah
keduanya akan tetap sama berbahaya jika dipegang oleh tangan orang bodoh dan tak tahu apa apa..

Tetapi
Ditangan orang berilmu atau pintar dan punya pengetauan dibidang itu maka yang tadi awalnya berbahaya bisa di berubah menjadi sesuatu yang bermanfaat..

Contoh :
Narkoba ditangan dokter menjadi obat bius untuk operasi besar atau pain killer.

Nuklir dtangan scientists berubah menjadi pembangkit listrik berdaya juta an kilo volt...

Nah....
Anda faham sekarang??.

Dan jika
ditanya kembali apa narkoba itu berbahaya..??

Maka
Orang bodoh menjawab YA.
Orang pintar menjawab  TIDAK.

Lalu
Anda sendiri akan menjawab yang mana???..

Itulah cara mengetahui jika anda termasuk orang yang pintar atau orang yang bodoh..

Atau
INGIN TAHU PASTI JAWABNYA....!

Silahkan bertanya kepada

JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Dikejaksaan negeri jakarta selatan.
Hanya dia yang mampu menjawab hal itu melalui kaca mata hukum.

Friday, March 24, 2017

Stop it...!!!

Karna disebabkan fitnah dan stigma maka mereka ditangkap dan dikriminalisasi.

Kemudian mereka buat stigma tersebut menjadi abadi agar para pecandu dibenci dinegara ini..

Ini tidaklah ADIL.

DAN
ini adalah perbuatan yang SALAH.

MAKA
Ini harus segera DIHENTIKAN..

Silahkan bertanya kepada

JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Dikejaksaan negeri jakarta selatan.
Hanya dia yang mampu menjawab mengapa hukum tidak berpihak kepada rakyat kecil dan keadilan menjadi komoditi jual beli.

Sang Dhazjall

Mesanger From Hell

Anda Waras??

Selama yang menjadi tolak ukur keberhasilan atau kenaikan jabatan atau posisi serta prestasi para penegak hukum itu adalah terpenuhinya target mereka.

maka
Akan selalu ada orang orang tak bersalah yang akan disalahkan.  Dan orang tak berdosa  dikriminalisasi demi tercapainya target tersebut..

Dan semua demi posisi karir atau jabatan semata..


Maka manusia tega berbuat sadis dan kejam terhadap manusia lain tanpa berfikir jika karma akan selalu mengikuti dari belakang..

Silahkan bertanya kepada

JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Dikejaksaan negeri jakarta selatan.
Hanya dia yang mampu menjawab mengapa hukum tidak berpihak kepada rakyat kecil dan keadilan menjadi komoditi jual beli.

#belajar_waras,

 

Ir. Sukarno : Perjuanganmu lebih berat

Dengan dibuatnya dan diterbitkannya serta disahkannya Undang Undang RI No.35 tahun 2009 tentang narkotika merupakan bukti kuat jika bangsa ini mengalami kemunduran peradaban.

Bukti bahwa bangsa ini belumlah mutlak menghirup udara kemerdekaan.

Bangsa ini masih dijajah oleh bangsanya sendiri.
Kebebasan adalah suatu teori omong kosong belaka.

Pembukaan UUD 45 yang menyatakan kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa hanya menjadi suatu kalimat slogan tanpa makna.

Mencerdaskan kehidupan bangsa hanya sebuah wacana yang berada didalam dunia mimpi.
Karna
Kebodohan dan Pembodohan semakin dipelihara sehingga akan selalu dijaga kelestariannya.

Lalu
Dimana letak harga diri bangsa ini?.
Yang selalu bangga menunjukan kebodohan kebodohan kepada dunia luar.

Mulai dari koruptor yang selalu dimanja padahal mereka rampok uang rakyat.

Kemudian
Sinetron terorist yang dilakukan oleh kelompok mayoritas kepada minoritas tanpa kita tahu apa yang menjadi tujuan utama para terorist tersebut.

Lalu
Hanya negara dzolim dan pengecut yang mengadakan perang terhadap rakyatnya sendiri..
Yang mana rakyat itu adalah rakyat kecil dan tidak akan mungkin akan melawan..

Perang terhadap narkoba sesungguhnya perang melawan anak anak  bangsanya sendiri..

Dampak perang tersebut menjadi ajang pembantaian kemanusian yang dibungkus dalam cover baru.

Melalui UU No 35 tentang narkotika maka
Anak anak bangsa beserta keluarga dari korban narkotika(pengguna) dikriminalisasi..
Sekaligus dihancurkan masa depannya oleh negara yaitu dengan jalan diberikan gelar residivis ex narapidana kepada para korban narkotika.

Kebebasan serta hak hak pengguna narkotika yang menjadi korban norkoba malah dirampas, bahkan menjadi ajang penghasilan tambahan atau gaji ke 17 bagi aparat penegak hukum dinegeri ini.

Mereka berubah menjadi pedagang kaki 3 yang khusus memperjualbeli serta melakukan negosiasi tawar menawar sejumlah rupiah, Apabila kita ingin kembali mendapatkan yang namanya KEADILAN serta kebebasan.

Sampai kapan rakyat kecil terus dijajah oleh hukum yang selalu tidak pernah berpihak kepada orang orang kecil??.

INGIN TAHU JAWABNYA....!

Silahkan bertanya kepada

JAKSA NURAENI ACO
|230028090|
Jaksa Fungsional III/d (Jaksa Tidak Muda/STW)

Dikejaksaan negeri jakarta selatan.
Hanya dia yang mampu menjawab mengapa hukum tidak berpihak kepada rakyat kecil dan keadilan menjadi komoditi jual beli.

#belajar_waras,

Saturday, March 18, 2017

Fakta Bahaya Narkoba beserta UU norkoba

Apa yang akan kalian perbuat??.
JIKA
Faktanya undang undang narkotika dan para penegak hukum, ternyata yang jauh lebih berbahaya dari narkoba.

Silahkan dibaca....!!

Awalnya sangat berat buat saya pecandu dan memiliki pikiran yang rusak dan terganggu akibat narkotika dan dipaksa untuk bisa menerima pendapat kalian yang pikirannya waras untuk menolak jika pecandu, pengguna dan pengalahguna narkoba disebut sebagai korban.

Karna faktanya ialah pecandu yang dirugikan oleh narkoba.

Tetapi saya paksakan buat belajar waras seperti kalian dan menerima jika pecandu bukanlah korban..

Setelah sekian lama akhirnya barulah saya  bisa menerima kenyataan pahit jika pecandu bukanlah korban..

Ternyata kalian semua benar menganggap pecandu bukanlah korban.

Akan tetapi,,
Pecandu adalah BUKTI nyata dari gagalnya negara dalam melindugi rakyatnya dan juga BUKTI jika negara telah gagal dalam mencerdaskan kehidupan bangsanya...

Para pecandu adalah sebagai BUKTI,, jadi wajarlah jika kami satu persatu harus dimusnahkan agar KEGAGALAN ini bisa dianggap tidak ada,, Seiring dengan dengan punahnya atau hilangnya para pecandu dinegara ini.

Karna hanya dinegara ini saja yang melaksanakan Perang terhadap narkoba sampai ke penggunanyapun dimasukan ke penjara.
Perang biadab yang dipersenjatai lengkap dengan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika yang sadis, karna UU o.35 tersebut ikut menghukum keluarga pecandu dengan memberikan ancaman kepada keluarga pecandu akan dimusuhi dan diperang oleh negara, jika mereka tidak mau melapor atau menyerahkan darah daging mereka yang menjadi pecandu..

Begitukah para petinggi dan pejabat dinegara ini yang dianggap sebagai orang orang bijak dan sekaligus dipercaya untuk membuat undang undang dengan mengkriminalisasi para orang tua pecandu.

Yang apabila mereka menjalankan kewajiban mereka sebagai orang tua yaitu melindungi anaknya.
Maka negara  akan menganggap orang tua pecandu itu telah melakuan suatu tindak  kejahatan.. dan akan diperangi oleh negara,
lalu ditangkap,
kemudian dizhalimi,
yang akhirnya dijebloskan kepenjara.

BIADAB...!!!

Bahkan jika undang undang itu diterapkan kepada HEWAN atau BINATANG maka niscaya tidak satupun HEWAN yang akan mematuhinya.
.
Apa kalian tahu alasannya?.
KARNA INI ADALAH ANAKKU DAN DARAH DAGINGKU..
MENGAPA TIDAK KAU SERAHKAN SAJA ANAKMU KEPADA SAYA UNTUK DISIKSA??
APA JAWAB KALIAN???.

BAHKAN IBU DARI RAJA FIRAUN YANG KAFIRUNPUN AKAN MENJAWAB :
"KAU SAJA DAN BESERTA SELURUH KELUARGA MU YANG GILA ITU UNTUK MEMATUHI UU NO 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA"

Fakta
Sebegitu pentingnya pengguna narkoba dicari dan diinginkan oleh negara layaknya BURONAN kelas kakap sangat berbahaya dan semata mata hanya untuk dijebloskan kepenjara.

FAKTA
Semua itu karna pecandu adalah bukti tak terbantahkan jika negara telah melakukan kegagalan.
Maka pecandu difitnah kemudian di stigma agar layak dimasukan kepenjara.
Dan itu adalah perbuatan setan.
Yang gemar menyebarkan fitnah serta bibit bibit kebencian.

Salah pecandu hanya menyalahgunakan narkoba dan bukan berbuat jahat atau melukai kalian.
Tetapi mengapa kalian membenci pecandu?.
Itulah hebatnya fitnah dan stigma.
Membuat manusia bisa membenci manusia tanpa dia tahu alasannya

Bahkan kalian tidak sadar jika nrgara telah ngawur dalam membuat Undang Undang bagi rakyatnya.

    Wassalam

   Dhazjal666

Dukung Gerakan 
belajar waras,




Jawab pertanyaannya untuk mengetahui kewarasan anda?

Anda Waras?

Selama masih ada orang yang menebarkan fitnah dan stigma.. maka selama itu pengguna narkotika tidak akan mendapat haknya untuk disembuhkan di rehabilitasi.

Dampaknya sesuatu yang salah akan menjadi suatu yang benar...

Contoh :
Terorrist..

Dengan stigma dan fitnah maka kita membenarkan aparat hukum menembak mati terorist..

Hanya yang waras saja yang bisa melihat itu sebagai suatu pembunuhan dan suatu kesalahan..

Fakta :
Ketika aparat tidak sengaja menembak menembak mati seseorang yang sedang berjalan  maka kita bisa lihat dan sadar jika itu hal yang salah dan itu pembunuhan

Akan tetapi jika distigma klo orang itu tetoris maka kita bisa membenarkan pihak aparat yang menembak mati orang tsb..

Fakta
Belum terbukti dan belum diadili dan belum juga benar dia adalah terorist tetapi kita sudah menganggap benar atau membenarkan suatu pembunuhan..

Semoga keluarga kita selalu dilindungi dari kejamnya fitnah dan stigma..

Karna itu artinya densus berhak menembak siapapun juga dan didukung rakyat asalkan sebelum dibunuh harus distigma teroris terlebih dahulu..

Ngeri sekali hidup dinegara yang mengijinkan aparat hukumnya membunuh siapa saja yang mereka ga suka...

Lalu apa itu STIGMA??.

Menurut pandangan saya yang ga waras ini, stigma adalah hasil akhir dari sebuah proses fitnah..

Fitnah adalah tuduhan tanpa bukti yang ditujukan kepada seseorang.. dan biasanya hal hal yang tidak benar bahkan dilebih lebihkan agar seseorang mendapat predikat buruk di masyarakat..

Yang sering terjadi adalah fitnah terbentuk dari asbun atau asal bunyi atau tidak melalui proses survey dahulu.

Stigma bukan datang dari diri kita sendiri karna
belum ada orang yang memfitnah dirinya sendiri agar mendapat sebuah stigma dan dibenci dimasyarakat..

Maklum bro.. mulut orang indonesia..  suka gossip.

Klo yang ditujukan buat diri sendiri agar disenangi dimasyarakat namanya pencitraan plus pemblusukan..

Itu adalah menurut pendapat pribadi saya yang ga waras menjabarkan soal stigma

Tapi ga tau deh klo ada pendapat lain soal stigma..
Monggo di share..
Disini wadahnya kita belajar dan saling tukar pikiran sesama orang ga waras.. hahahaa

Itu menurut pribadi..
klo salah maaf in aja, soalnya baru berapa tahun jadi orang ga warasnya.

Masengger From Hell

          Dhazjal

Tuesday, March 7, 2017

Hak para korban napza

FORUM KORBAN NAPZA Mendorong terciptanya kesadaran kritis dan terpenuhinya hak-hak korban NAPZA.  telusuri DEC 5 Stop Torture in Health Care Trailer  Diposkan 5th December 2012 oleh FORKON    0 Tambahkan komentar DEC 5 PERNYATAAN SIKAP “Menolak Kriminalisasi Pecandu Narkotika, SEKARANG…!!!”  PERNYATAAN SIKAP FORUM KORBAN NAPZA (FORKON) “Menolak Kriminalisasi Pecandu Narkotika, SEKARANG…!!!” “Pasal 55 Ayat 2 UU 35/2009 Tentang Narkotika, Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkan diri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi social”. “ Pasal 128 UU 35/2009 Tentang Narkotika Ayat (3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah tidak dituntut pidana”. Tepat 3 (tiga) tahun UU Narkotika 35/2009 tentang Narkotika di undangkan, ancaman kriminalisasi Pecandu Narkotika, masih terjadi. Orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis yang sedang menjalani rehabilitasi medis dan dalam dua kali masa perawatan dokter oleh pelaksana peradilan seharusnya tidak di tuntut pidana. Fakta nyata Pengadilan Negeri Jakarta Barat, saat ini sedang menggelar sidang pecandu narkotika yang sudah melaporkan dirinya(lapor diri) kepada pusat kesehatan masyarakat yang di tunjuk oleh pemerintah sesuai perundang-undangan yang berlaku saat ini. Bersamaan dengan ini pula Pengadilan Negeri Jakarta Barat mengabaikan surat eksepsi dari tim kuasa hukum terdakwa menjadikan sidang atas terdakwa pecandu narkotika yang sudah lapor diri tersebut tetap di gelar. Terdakwa berjumlah dua orang di duga atas kepemilikan narkotika, terdakwa yang sekaligus adalah pasien puskesmas kecamatan gambir dan ia sudah tercatat di Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) dan memiliki kartu lapor diri yang di keluarkan oleh IPWL-Kementerian Kesehatan RI tersebut, katru lapor diri yang di miliki terdakwa berdasar pada surat keputusan kementerian kesehatan yang ada. Kriminalisasi pecandu sedang berlangsung di pengadilan negeri Jakarta barat, ini tentunya sangat mematahkan semagat UU 35/2009 tentang Narkotika dalam menyelamatkan pecandu dari pemidanaan, dan mencederai semangat Negara dalam pemenuhan hak asasi manusia dalam pemenuhan hak atas rehabilitasi bagi pecandu narkotika, kepastian hukum di pertanyakan disini, ini semua sudah jelas di atur dan mengacu pada pasal 128 ayat 3 UU 35/2009 tentang narkotika pun di pertanyakan disini, oleh karena itu kami FORUM KORBAN NAPZA (FORKON); 1. Menolak keras upaya Kriminalisasi Pecandu Narkotika yang dilakukan Negara kepada Pecandu Narkotika yang telah lapor diri kepada tempat yang sudah di tunjuk pemerintah sesuai dengan amanat UU 35/2009 tetang Narkotika untuk tidak di tuntut pidana. 2. Menuntut lembaga dan intitusi terkait diantaranya Kepolisian RI, BNN, Kementerian Kesehatan RI, Kejaksaan RI, Mahkamah Agung RI, Kementerian hukum dan hak asasi manusia RI, DPR RI komisi III dan IX untuk tidak diam atas ancaman kriminalisasi di PN Jakarta Barat. 3. Menuntut untuk menjauhkan terdakwa pecandu narkotika dari proses pradilan pidana Narkotika dan menempatkan Terdakwa Pecandu Narkotika di lembaga rehabilitasi medis, agar tidak menunggu lama segera mendapatkan terdakwa mendapatkan upaya pengobatan dan perawatan medis dan social terkait kecanduan Pecandu Narkotika. Jakarta, 11 Oktober 2012 Herru Pribadi (081310165801) Koordinator Forum Korban Napza (FORKON) Diposkan 5th December 2012 oleh FORKON    0 Tambahkan komentar JAN 12 “MENOLAK KRIMINALISASI PECANDU”  Setelah Undang-undang Narkotika No. 35/2009 di sahkan. Posisi Pecandu dimana orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika berpotensi besar di kriminalisasi. Kriminalisasi Pecandu dapat di lihat jelas pada pasal demi pasal yang terdapat pada UU N0. 35/2009 yang masih memberikan sangsi pidana pemenjaraan minimal 4 tahun atas kepemilikan di bawah 5 gram dan denda, tidak hanya itu bagi pecandu yang tidak melapor kepada pemerintah di beri sangsi pidana denda sampai pada pemenjaraan. FORKON sangat prihatin dalam kondisi saat ini, Pemerintah Indonesia menganggap aturan tersebut sudah “humanis”, FORKON menganggap cara pandang pemerintah terhadap produk kebijakan yang di buat sangat tidak konsisten dalam upaya pemenuhan hak asasi masusia dalam hal ini adalah pemenuhan hak pecandu Narkotika dan FORKON menganggap potensi kriminalisasi akan terus menimbulkan masalah baru di masyarakat serta berimplikasi pada aturan – aturan turunan dari UU No. 35/2009 tentang Narkotika. Diposkan 12th January 2012 oleh FORKON    0 Tambahkan komentar DEC 9 Pernyataan Bersama Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM terhadap Pengguna NAPZA di 4 Provinsi Pernyataan Bersama Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM terhadap Pengguna NAPZA di 4 Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah) Pada Peringatan Hari Hak Asasi Manusia 10 Desember 2011 Jaringan Pemantau Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada Pengguna NAPZA yang bekerja di 4 Provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah telah melakukan pemantauan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Polisi dan Penegak Hukum lainnya terhadap para pengguna NAPZA pada 2007 – 2011. Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, Tim Pemantau telah mengumpulkan 139 kasus kekerasan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh Polisi dan Penegak Hukum lainnya dari institusi Kejaksaan, Pengadilan, dan Lembaga Pemasyarakatan. Dengan semangat membangun kerjasama dan kemitraan disertai pemahaman bahwa Pemerintah bertanggung jawab untuk menghormati, melindungi, memenuhi, dan menegakkan Hak Asasi Manusia sebagaimana diamanatkan oleh Konstitusi Republik Indonesia, maka pada peringatan hari Hak Asasi Manusia 10 Desember 2011 ini kami Jaringan Pemantau Pelanggaran HAM Pada Pengguna NAPZA mendesak agar Pemerintah RI mengambil langkah-langkah untuk mengimplementasikan rekomendasi-rekomendasi sebagai berikut: 1. Sebagai bentuk kewajiban konstitusionalnya untuk melindungi hak-hak warga negara, maka Pemerintah Republik Indonesia harus memastikan bahwa perlakuan dan hukuman yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan, termasuk yang ditujukan kepada para pengguna NAPZA, harus dilarang secara eksplisit di dalam aturan dan kebijakan serta praktik-praktik penegakan hukum. Penyiksaan harus didefinisikan dan dikriminalisasi sebagai tanda konkrit komitmen Indonesia untuk menerapkan pasal 1 dan 4 Konvensi Anti Penyiksaan yang sudah diratifikasi dengan Undang-Undang No 5 tahun 1998. 2. Melakukan perubahan kebijakan yang memandang pengguna NAPZA sebagai korban. Apabila harus melalui proses hukum maka rehabilitasi hendaknya menjadi pilihan dan bukannya pemenjaraan. Untuk itu, di saat yang sama diperlukan pula upaya-upaya untuk penyadaran masyarakat secara lebih luas mengenai posisi pengguna NAPZA dan melakukan pengawalan terhadap kebijakan NAPZA di Indonesia. 3. Memastikan bahwa sistem peradilan pidana terhadap para pengguna NAPZA bersifat non-diskriminatif di setiap tahapan dan mengambil tindakan-tindakan efektif memberantas korupsi dan pemerasan oleh pejabat publik yang bertanggung jawab atas administrasi peradilan, termasuk Hakim, Jaksa, Polisi dan staf Lembaga Pemasyarakatan. 4. Semua tahanan dalam kasus NAPZA harus dijamin hak-haknya sebagai subyek hukum untuk menolak penahanan yang tidak sah di hadapan pengadilan, atau menggunakan mekanisme pra-peradilan. Dalam hal ini, Pengakuan yang dibuat oleh tahanan pada kasus NAPZA tanpa kehadiran pengacara dan tidak dikonfirmasi di hadapan hakim tidak dapat diterima sebagai bukti terhadap orang yang membuat pengakuan. 5. Pemerintah perlu membangun mekanisme pengaduan yang dapat diakses dan efektif. Mekanisme ini harus dapat diakses dimana pun dan dari semua tempat penahanan dan pengaduan oleh tahanan harus diikuti dengan penyelidikan independen dan menyeluruh oleh Institusi Penegak Hukum maupun Institusi Nasional Hak Asasi Manusia. 6. Mendesak kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Komisi Nasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), serta Ombudsman Republik Indonesia, untuk menginisiasi Mekanisme Pencegahan Nasional (NPM) yang sepenuhnya independen untuk menjalankan kunjungan-kunjungan ke semua tempat penahanan, khususnya bagi para tahanan dalam kasus-kasus NAPZA, sebagai salah satu kewajiban dari Pelaksanaan Protokol Opsional Konvensi Anti Penyiksaan. 10 Desember 2011 Forum Korban NAPZA (FORKON) – DKI Jakarta - Herru: 0813 1016 5801 East Java Action (EJA) – Jawa Timur - Rudhy : 0813 3221 1990 Paguyuban Korban NAPZA Bandung ( PANAZABA) – Jawa Barat - Lili: 85722968881 Pergerakan Reformasi Kebijakan NAPZA (PERFORMA) – Jawa Tengah Yvonne: 0819 1459 2009 Diposkan 9th December 2011 oleh FORKON Label: di 4 Provinsi Jaringan narkoba Pelanggaran HAM Pemantau terhadap Pengguna NAPZA 0 Tambahkan komentar NOV 24 Ringkasan Sidang Pleno MK Perkara No. 48/PUU-IX/2011 Uji UU Narkotika Ringkasan Sidang Pleno MK Perkara No. 48/PUU-IX/2011 Hari/Tanggal: Jumat/16 September 2011 Pemohon memberikan keterangan bahwa ketentuan Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yakni melanggar kepastian hukum yang adil. Pasal 112 ayat (1) yang seharusnya ditujukan kepada pengedar, namun karena unsur-unsurnya terlalu umum, maka Pasal tersebut dapat diterapkan kepada pengguna yang kedapatan sedang memiliki, menyimpan atau mengusasi, dan juga Pasal tersebut bisa diterapkan untuk orang-orang yang dijebak atau direkayasa kepemilikan narkotika. Supaya Pasal tersebut konstitusional, maka sepanjang frasa “memiliki, menyimpan, menguasai” dimaknai “memiliki, menyimpan, menguasai dengan tujuan untuk diedarkan atau digunakan orang lain”. Selanjutnya Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika bertentangan dengan UUD 1945 karena menimbulkan dualisme hukuman kepada penyalah guna narkotika untuk diri sendiri, di satu sisi menjamin rehabilitasi tapi di sisi lain juga membolehkan hakim untuk memberikan hukuman pidana. Dua model hukuman yang memberikan diskresi bagi penegak hukum (khususnya hakim) dalam memberikan hukuman kepada penyalah guna, mengakibatkan tidak adanya jaminan kepastian hukum. Selanjutnya, Pihak DPR memberikan keterangan bahwa Permohonan yang diminta oleh Pemohon yang meminta perubahan Pasal 112 ayat (1) khususnya sepanjang frasa “memiliki, menyimpan, menguasai” dimaknai “memiliki, menyimpan, menguasai dengan tujuan untuk diedarkan atau digunakan orang lain” dan Pasal 127 ayat (1) huruf a khususnya sepanjang kalimat “dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun”, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat (conditionally unconstitutional), artinya norma hukum tersebut inkonstitusional, kecuali dimaknai sebagai “dihukum rehabilitasi”, merupakan domain dari DPR. Menurut DPR, Majelis Hakim MK tidak mempunyai kewenangan untuk merubah pasal. MK hanya boleh menyatakan pasal-pasal yang ada di dalam UUD 1945 tidak mengikat secara hukum atau tidak. Kemudian, Pihak Pemerintah memberikan argumentasi bahwa adanya dualisme hukuman kepada penyalah guna narkotika yakni hukuman pidana atau hukuman rehabilitasi sebagaimana tertuang dalam Pasal 127 UU Narkotika merupakan sesuatu yang tepat, dan penerapan hukuman diserahkan sepenuhnya kearifan dan kebijaksanaan Hakim Pengadilan Pidana untuk menentukan apakah penyalah guna layak dihukum rehabilitasi atau harus mendapat hukuman pidana penjara. Penggunaan hukuman pidana tetap diterapkan dengan tujuan untuk menimbulkan rasan takut dan efek jera. Diposkan 24th November 2011 oleh FORKON Label: Mahkamah konstitusi MK narkoba narkotika sidang pleno uji uji undang-undang undang-undang 0 Tambahkan komentar NOV 23 SEMINAR “IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM REHABILITASI SOSIAL BAGI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA/NAPZA” Notulensi: SEMINAR “IMPLEMENTASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM REHABILITASI SOSIAL BAGI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA/NAPZA” Hari/Tanggal : Rabu, 6 Juli 2011 Tempat : Gedung Aneka Bhakti Kementerian Sosial RI. Jl. Salemba Raya No. 28 Telp. 021. 3100341 Jakarta 10430. Waktu Pembicara Pembahasan Panitia Pembacaan Do’a MC 09.50 Direktur RSKP NAPZA Drs. Max. H. Tuampattimalan, M. Si. Laporan Panitia • Depsos melakukan serangkaian kegiatan yaitu dialog interaktif tentang UU 35/2011, PP 25/2011 dan SEMA. 1. di RRI dengan narasumber direktur RSKP 2. Green Radio dengan Yayasan Pekka 3. talkshow di 2 stasiun TV dengan Yayasan Cemara Bandung dan Yayasan sekar mawar bandung. • 200 peserta dalam kegiatan hari ini terdiri dari , BNN, lapas, NGO, Polri dan masyarakat serta institusi lain. • Lomba vokal group serta pameran yang diikuti oleh lembaga rehab yang didukung oleh depsos • Jalan sehat di TMII 2500 orang, rouling thunder motor gede mengelilingi jakarta dengan kampanye anti narkoba, start di kantor depsos, finish di TMII • Dukungan dana dari APBN kemensos 10.10 BNN Dwi Joko – Direktur penguatan lembaga pemerintah • Permasalahan penyalahgunaan narkoba mengalami peningkatan dari semua aspek. • Peningkatan jumlah pengguna • Peningkatan jumlah angka HIV dari pengguna narkoba, prevalensi penyalahguna narkoba sebesar 1,99% berusia 10 – 55 tahun ( 6,3 juta penduduk), 26 % coba pakai, 27% teratur pakai, 40% bukan suntik, 7% pecandu suntik, 2010 naik 2,1%, 2015 2,8% • 2015 indonesia bebas narkoba artinya mencapai target di bawah 2,8% • 3,8 juta tahun 2010, baru sebagian yang rehab Mengajak partisipasi masyarakat untuk pencegahan narkoba Program BNN - strategi nasional 2011 – 2015 P4GN 1. Meningkatkan kampanye nasional yang massif sampai ke desa 2. Pembangunan pusat rehabilitasi di maksar untuk kawasan intim, di samarinda untuk indonesia bag tengah, 2012 di sumatera selatan 3. Pelaksanaan wajib lapor 4. Masuk ke sindikat peredaran narkoba dalam dan luar negri 5. Melakukan konsolidasi 10.35 Sekjen Kemensos Toto utomo budi santosa Keynote speec – Pembukaan • 26 Juni 2011 HANI di silang monas di hadiri SBY, SBY mengatakan kejahatan napza masih jadi ancaman serius, dampak yang timbulkan sangat serius. Kejahatan narkoba memicu kriminal, terorisme, pencucian uang. SBY menyarankan agar lebih intensif dalam melakukan pencegahan peredaran narkoba di dalam dan luar negri. Pencegahan dimulai dari keluarga dengan komunikasi yang baik. Perlu didukung oleh sumber daya dan anggaran dan dukungan keterlibatan dunia usaha. • Pertemuan ini sangat penting untuk pemenuhan hak dasar pecandu dalam rehabilitasi sosial. Pertemuan ini menjadi langkah strategis dalam merespon penanggulangan narkoba. • Estimasi pengguna napza 3,6 juta (1,5% dari jumlah penduduk Indonesia). Pengguna napza kehilangan pendidikan,pekerjaa, kriminal. Sesuai dengan UU 35/2009 dimana kemensos menjadi salah satu bagian penting penanganan narkoba, untuk itu telah disusun kebijakan yang mengacu kepada strategi kebijakan nasional. Program Depsos • Melatih kader pencegahan napza yang berasal dari tokoh formal maupun informal dari grassroat • Rehabilitasi sosial untuk pengguna napza. Penyalahguna napza bersifat relapsing, untuk menjaga tidak kambuh dibutuhkan kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan harga diri agar dapat berfungsi kembali dalam sosial masyarakat • 8 lembaga rehab sosial miik pemerintah. 2 milik Depsos, 6 diserahkan kepada pemda • Terkait SEMA tentang penempatan pecandu ke rehab, perlunya jumlah rehab yang memadai di Indonesia • Dalam pelaksanaan Wajib lapor bagi pecandu napza butuh koordinasi semua pihak tarkait sarana dan pra sarana • Meningkatkan komitmen stakeholder dalam mengatasi permasalahan rehabilitasi sosial untuk pecandu sehingga bisa mencapai visi Indonesia bebas narkoba 2015 Drs. Agus Hisbullah, M.Si Penyerahan bantuan Operasional kepada 19 lembaga rehabilitasi sosial Napza di Indonesia yang diwakili oleh 3 lembaga secara simbolis 1. Yayasan Sibol langit center 2. Trisakti Simalungun 3. Al ikhlas Palembang 4. Mentalmadani 5. Adiksifitas 6. Inabah 2 putri 7. Sekar mawar 8. Nurul jannah 9. Pekka 10. Pondok sahabat cimahi 11. Zikir DIY 12. Rehab semarang 13. Yakita Kupang 14. Walaobetesda menado Dirjen Yanrehsos Kemensos Makmur Sanusi, P.Hd. Rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan napza Kemensos salah satu stakeholder yang mempunyai tupoksi untuk rehabilitasi sosial bagi pecandu napza. Pecandu mengalami malfungsi akibat pengaruh obat dan adiksi. Dulu kebijkan hanya bertumpu pada institusional based mengikuti pola rumah sakit sekarang berkembang dengan pola community based. Program di Yanrehsos 1. Prevention 2. Rehabilitasi dalam institusi maupun dalam masyarakat Institusi hukum diperlukan untuk rehab sosial, selama ini rahab sosial hanya melalui surat pengantar depsos maupun dari institusi lain. Kemensos mengembangkan software untuk diaplikasikan dalam rehabilitasi sosial untuk pecandu. 10.25 DPR RI Komisi III Fahri Hamzah, SE Celah upaya dekriminalisasi bagi penyalahgunaan narkotika dan pecandu dalam UU 35/2009 dan PP 25/2011 • Permasalahan hukum di Indonesia mengesampingkan humanisme • Manusia harus di pandang sebagai objek lain, bukan selalu sebagai objek kriminalitas. Pecandu narkoba tidak harus dilihat sebagai yang bersalah tapi juga sebagai yang sakit, rehabilitasi jauh lebih dibutuhkan daripada penjara. Produsen dan bandar harus dihukum mati tetapi pengguna diobati. • LP kerobokan daya tampung 400 sementara penghuni 1400 orang dan menjadi pusat distribusi narkoba Yayasan Wisma Adiksi Dr. Al Bahri Husin, Sp. Kj. Penempatan pecandu pada rehabilitasi medis dan sosial : Respon kebijakan penanggulanganmasalah penyalahgunaan napza Korban apa? penyalahguna? Ketergantungan narkotika? Rehabilitasi medis & sosial? Isu kritis di masyarakat? Melihat kembali pasal2 dalam UU 35/2009 untuk point2 di atas. Shabu masuk ke dalam narkotika, kebijakan siapa? 1. Status legal pecandu masuk rehab : tangkap, sidik, putusan hakim dan masuk rehab. Yang masuk sendiri ke rehab ada 2 : datang sendiri dan di antar keluarga 2. Tujuan asesment untuk mengetahui apakah seseorang menjadi pecandu,pengedar dan pecandu yang menjadi pengedar 3. Mengidentifikasi adanya penyalahgunaan atau ketergantungan. Pecandu tidak mempunyai personality khusus. Pecandu adalah gangguan pada otak. Pecandu dengan putaw ada kerusakan pada otak sehingga aktif berbeda dengan otak orang normal. Adiksi tidak bisa disembuhkan singkat, butuh waktu lama bahkan seumur hidup minimal 2 tahun, setahun rawat inap, 1 tahun lagi after care. 1. Pemulihan berorientasi pada rumatan : 1. Metadon (agonis), ketergantungan, 2. Buprenorfin. 3. Berbasis rumah sakit 2. Abstinensia. Idealnya pecandu harus berenti total, mengurangi frekuensi penggunaan napza & relaps, memperbaiki fungsi sosial. Rehabilitasi sosial sasarannya adalah abstinensia, sedangkan rehab medis sasarannya untuk menghindari HIV & AIDS dan kriminal seperti program HR. di beberapa negara ada Metadon anonymous. Isu kritis : soft drugs dengan hard drugs sama di UU 35/2009, legalisasi ganja, pengguna ganja 2 linting dihukum berat, di jadikan obyek penegak hukum. Berikan kesempatan untuk wacana legalisasi ganja, jangan di hujat, biarkan pihak yang menginginkan legalisasi diberikan kesempatan untuk menyampaikan buah pikirannya. Eri Sudewo Self Entepreneur Ledership –pecandu sebagai investasi sosial Policy maker adalah kita, membantu pecandu yang sudah menghancurkan dirinya sendiri. Permasalahan narkoba menjadi masalah negara. Korban narkoba mempengaruhi otak dari segi kompetensi dan prilaku/karakter juga ikut tergerus. Saatnya melibatkan masyarakat dalam mengatasi masalah napza. Komunikasi dengan masyarakat menjadi penting. Ada dua cara berkomunikasi : cara berkomunikasi dan isi (content) dari komunikasi itu sendiri. Berkomunikasi dengan masyarakat tentang narkoba melalui tulisan di media massa untuk membangkitkan awarenes dan kepedulian, sebagai contoh pembicara menyampaikan bagaimana sewaktu membangun dompet dhuafa, bagaimana tulisan beliau menggugah masyarakat tentang kemiskinan di Indonesia. Persoalan pemimpin kita adalah pemimpin tanpa sikap kepemimpinan Adi Bing Slamet Testimoni dan harapan terhadap rehabilitasi sosial penyalahguna napza Pertamakali mengikuti seminar napza. Adiknya tersangkut kasus narkoba (iyut bing slamet). Kenapa makin Banyak tempat rehab? Berarti makin banyak pengguna. Dulu pengguna tidak seramai sekarang. Pengguna sudah membaur dengan masyarakat sehingga sulit membedakan. Oknum yang bemain di dalam napza juga makin banyak sehingga menyulitkan proses pemberantasan. Di lapas bukannya insaf malah makin jadi, Apa saja ada, semua jenis narkoba. Sudah sering menasehati adiknya untuk gak terusin make. Berharap ada hikmah dari penagkapan adiknya, prihatin atas korban napza di indonesia. 12.30 Panitia Penyerahan ucapan terima kasih kepada narasumber oleh Direktur RSPK Napza 12.35 IKJ Pengumuman Pemenang Lomba Vokal Group Tanya : 1. Bapak - Rehab Nurul jannah Prihatin dengan kasus iyut bing Slamet tapi itu merupakan rahmat. Tidak ada yang menjamin sembuh dari narkoba kecuali tobat kepada Allah. Pengguna narkoba perbuatan iblis. Metadon program yahudi. Jangan pakai bahasa yang susah di mengerti, bahasa awam aja. Rehab pesantren agar di bina dan menyampaikan kepada pasien/pecandu untuk tobat. 2. Idi Harjanto – Dosen YAI Bagaimana peran alim ulama/pesantren dalam peraturan UU 35/2009 tentang rehab 3. Widia – Madani Mental Helath Apakah program substitusi pernah mencatat sukses story terhadap rehabilitasi pecandu? Apakah pemerintah menyetujui legalisasi ganja? Jawab : 1. Sekjen kemensos – pesantren merupakan bagian dari rehab sosial, promosi mengenai kesadaran, pesantren penting karena narkoba menjadi bagian spiritual, bagaimana keberhasilan inabah menyelenggarakan pasien napza lewat pendekatan spiritual. Pesantren merupakan partner kemensos untuk rehab. Penggunaan narkoba secara bertahap mulai dari ganja ke napza lainnya, pemerintah tidak menyetujui legalisasi ganja karena merupakan pintu masuk ke napza lainnya. Kemensos belum setuju dengan HR terutama Metadon. Eri Sudewo Berfikir untuk membantu korban napza mudah tetapi menjadi korban napza sangat sulit. Untuk bertobat tidak mudah, ini menjadi masalah bersama masyarakat dengan pemerintah. Al Bahri Peran agama sangat besar dalam merehabilitasi pecandu. Inabah 1978 sudah mulai, evaluasi tidak cermat. Terapi substitusi banyak keberhasilan di dunia. di mulai dari tahun 1965, angka relaps bisa ditekan, terapi narkoba seperti swalayan orang boleh memilih. Berhenti make narkoba gampang yang susah menghentikan keinginan untuk menggunakan lagi. Diposkan 23rd November 2011 oleh FORKON 0 Tambahkan komentar NOV 23 Siaran Pers dan Undangan Meliput Sidang Pleno di Mahkamah Konstitusi Pengujian UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No. 8 Tahun 2011 Siaran Pers dan Undangan Meliput Sidang Pleno di Mahkamah Konstitusi Tanggal 16 September 2011 Pukul 09.000 Dalam Perkara No. 48/PUU-IX/2011 tentang Pengujian UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan UU No. 8 Tahun 2011 PENYALAH GUNA NARKOTIKA TAK LAYAK DIPIDANA Pada tanggal 16 September 2011 Pukul 09.00, Mahkamah Konstitusi menggelar Sidang Pleno Perkara No. 48/PUU-IX/2011 tentang Pengujian Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan agenda mendengarkan Keterangan dari Pihak Pemerintah/DPR. Pengajuan Uji Materi UU tersebut dilakukan oleh Fauzan, seorang Terdakwa yang di dalam Pengadilan Negeri Surabaya maupun tingkat banding divonis 5 (lima) tahun penjara dan denda sebesar Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta Rupiah) subsidair pidana penjara selama 3 (tiga) bulan karena terbukti memenuhi unsur Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika yakni secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “SECARA TANPA HAK MEMILIKI, MENYIMPAN atau MENGUASAI NARKOTIKA GOLONGAN I BUKAN TANAMAN”. Di dalam persidangan pidana tersebut, Hakim Pengadilan Negeri hanya menggunakan pertimbangan keterangan saksi dari pihak penyidik kepolisian dan waktu itu Fauzan tidak didampingi Penasihat Hukum. Sidang Perkara Pidana No. 1174/Pid.B/2011/PN.SBY tersebut hanya dilakukan 2 kali yakni pada tanggal 13 April 2011 (pembacaan dakwaan) dan tanggal 18 Mei 2011 (pembacaan tuntutan dan putusan). Ketentuan Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika yang seharusnya secara limitatif ditujukan kepada pengedar narkotika, namun dalam prakteknya dapat diterapkan kepada siapa saja yang bukan pengedar seperti penyalah guna narkotika yang digunakan untuk diri sendiri dan seseorang yang tidak bersalah yang menjadi korban rekayasa kepemilikan narkotika, karena unsur-unsur pasal tersebut terlampau umum dan tidak spesifik ditujukan kepada pengedar narkotika. Akibatnya beberapa oknum polisi dengan menggunakan dasar Pasal 112 ayat (1) UU Narkotika, melakukan upaya penjebakan dan rekayasa, dengan maksud untuk mengarahkan orang/individu dalam posisi tertangkap tangan bersama dengan bukti barang terlarang/narkotika. Modusnya, narkotika dimasukkan ke dalam mobil, tas atau jaket seseorang, lalu dituduh sebagai pemilik dan pemakai narkotika tersebut. Korban akan diminta sejumlah uang dengan alasan agar kasusnya tidak diproses secara hukum. Jika tidak diberikan sejumlah uang, maka kasus tetap diproses karena seperti diketahui bahwa dalam institusi kepolisian terdapat aturan target minimal kepada setiap anggota polisi untuk dapat menangkap pelaku yang diduga memiliki narkotika. Dengan modus rekayasa kepemilikan narkotika, maka korban rekayasa tidak lagi memiliki hak konstitusional atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil. Korban rekayasa tersebut mengalami situasi dilematis “maju kena mundur kena”, jika tidak diberikan uang maka ia akan diproses hukum, sedangkan jika memberikan uang maka ia mengalami kerugian materiil. UU Narkotika menimbulkan ketidakpastian hukum, di satu sisi menjamin rehabilitasi, tetapi di sisi lain memidana penyalah guna dan pecandu narkotika. Ketentuan rehabilitasi terhadap penyalah guna dan pecandu narkotika secara tegas diatur dalam Pasa 4 huruf d, Pasal 54 sampai dengan Pasal 59 dan Pasal 103 UU Narkotika. Selama ini Mahkamah Agung juga telah membuat Surat Edaran Mahkamah Agung mulai dari SEMA No. 7 Tahun 2009, SEMA No. 4 Tahun 2010, dan SEMA No. 3 Tahun 2011 yang memberikan panduan kepada Hakim untuk menjatuhkan hukuman rehabilitasi bagi Pecandu ketika membawa narkotika dalam berat tertentu. Namun dengan adanya ketentuan Pasal Pasal 112 ayat (1), Pasal 127 ayat (1) huruf a, maka hukuman rehabilitasi sebagaimana yang didengung-dengungkan dalam SEMA tersebut menjadi hilang dan diganti hukuman pidana tergantung dari penegak hukum. Selama ini, hukuman rehabilitasi hanya diterapkan kepada artis atau kalangan berduit. Sedangkan kalangan tidak mampu, apalagi tidak didampingi Penasihat Hukum dan jauh dari pengawasan publik, maka dapat dipastikan Penegak Hukum akan seenaknya memberikan hukuman pidana penjara 4 sampai 12 tahun. Pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika untuk diri sendiri tidak sesuai dengan konsep teori pemidanaan. Di dalam buku Dilemas in Criminology, Leonard Savits secara tegas menyatakan bahwa suatu perbuatan dinyatakan jahat haruslah menimbulkan korban dan korban itu adalah orang lain. Pendapat Leonard Savits juga diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-IX/2011 halaman 17 yang menyatakan: “Bahwa sifat umum tindak pidana atau delik (delict) adalah perbuatan melawan hukum yaitu perbuatan yang melanggar norma sedemikian rupa sehingga mencederai kepentingan hukum orang lain atau membahayakan kepentingan orang lain”. Bahwa karena penyalah guna atau pecandu narkotika tidak mencederai kepentingan hukum orang lain atau membahayakan kepentingan orang lain, maka berdasarkan konsep Leonard Savits dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-IX/2011, perbuatan penyalah guna atau pecandu yang menggunakan narkotika untuk diri sendiri dan memenuhi unsur Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika bukanlah perbuatan pidana. Di samping itu perkembangan dunia global, mulai menempatkan penyalah guna dan pecandu narkotika hanyalah korban, bukan sebagai pelaku kejahatan. Misalnya, pengaturan di Portugal menyatakan bahwa pecandu narkotika yang memiliki narkotika untuk digunakan sendiri tetap terlarang, namun pelanggaran dari aturan ini akan dianggap pelanggaran administratif dan bukan lagi dianggap sebagai kejahatan. Disebutkan dalam Undang-undang Portugal No. 30 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (1): “The consumption, acquisition and possession for one’s own consumption of plants, substances or preparations listed in the tables referred to in the preceding article constitute an administrative offence. Berdasarkan berbagai tulisan, diketahui bahwa di Portugal, menghasilkan berbagai dampak positif akibat kebijakan dekriminalisasi narkotika tersebut diantaranya: Kajian Caitlin Hughes dan Alex Stevens, “The Effects of Decriminalization of Drug Use in Portugal”, 2007, mengungkapkan bahwa: 1) Penurunan angka kematian terkait narkotika pada kurun waktu 1999-2003. Pada tahun 1999 tercatat total angka kematian terkait narkotika hingga 362 kasus jauh menurun dibandingkan pada tahun 2003 yang berjumlah 152; 2) Penurunan suplai narkotika, karena penegak hukum Portugal berhasil memfokuskan dirinya kepada pengedar narkotika ketimbang penyalah guna – berakibat juga dari turunnya beban negara dalam sistem penegakan hukum terhadap pemberantasan narkotika secara keseluruhan. Beberapa Pejabat Negara juga lebih setuju bahwa penyalah guna atau pecandu narkotika lebih baik direhabilitasi daripada dipenjara, Misal pernyataan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Gories Mere, yang dikutip Republika tanggal 27 Juni 2010 menegaskan bahwa “Para pecandu narkotika tidak akan dikriminalkan melainkan akan menjalani rehabilitasi medis dan sosial. Menurut Gories, Indonesia telah memiliki UU yakni UU N0 35 tahun 2009 tentang narkotika yang memandang pecandu narkotika bukan sebagai pelaku kriminal tapi penderita yang harus direhabilitasi. "Bagi pecandu, terapi dan rehabilitasi adalah langkah terbaik. Ketergantungan adalah penyakit yang harus disembuhkan dan bukan dihukum," katanya.” Pernyataan serupa dilontarkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar sebagai dikutip Antara, 9 Mei 2011, menyatakan “Pemerintah saat ini sedang merumuskan pelaksanan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2011 tentang wajib lapor bagi pecandu/pemakai narkotika, dan salah satu substansi dalam pembahasan PP tersebut ialah pemakai/pecandu tidak dikenai hukuman pidana. Untuk narkoba jenis shabu-shabu disepakati sebanyak 1 gram dan kalau untuk pengedar ya tentu harus dipidanakan. Ketentuan ini hanya berlaku bagi mereka yang pertama kali kedapatan sebagai pemakai atau pecandu, kecuali pengedar”. Namun, apapun kebijakan yang dilakukan Pemerintah untuk melakukan dekriminalisasi terhadap penyalah guna narkotika tidak akan berhasil, karena permasalahan terletak pada ketentuan Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika yang masih melegalkan penegak hukum dalam melakukan pemidanaan terhadap penyalah guna narkotika. Oleh karena itu mari kita tunggu jawaban dari Pemerintah dan DPR atas permohonan uji materi Pasal 112 ayat (1) dan Pasal 127 ayat (1) huruf a UU Narkotika, apakah menjilat ludah sendiri untuk tetap melakukan kriminalisasi terhadap penyalah guna narkotika, atau berani menyatakan bahwa tidak boleh ada lagi kriminalisasi terhadap pecandu narkotika. Hormat Kami, Kuasa Pemohon Muhamad Zainal Arifin S.H. Grahat Nagara S.H. Kontak: Muhamad Zainal Arifin, S.H. (HP 081 803 160416 atau 0888 2325 300) Grahat Nagara, S.H. (HP 081 221017094) Gedung Manggala Wanabakti Blok IV Ruang 910B Jl. Gatot Subroto Jakarta Pusat Telp/Fax: 021-574 7051 Diposkan 23rd November 2011 oleh FORKON 0 Tambahkan komentar NOV 23 Program Pengurangan Dampak Buruk Akibat Penggunaan Narkotika Suntik Mencegah Penularan HIV (Program Harm Reduction) Program Pengurangan Dampak Buruk Akibat Penggunaan Narkotika Suntik Mencegah Penularan HIV (Program Harm Reduction) Inang Winarso : Disampaikan di Mahkamah Konstitusi, 30 September 2011 Pengguna Narkotika Adalah Korban Tidak ada satupun orang yang sejak kecil bercita-cita menjadi pengguna narkotika atau memiliki bakat untuk menjadi pengguna narkotika. Seseorang menjadi kecanduan narkotika disebabkan karena yang bersangkutan menggunakan zat narkotika. Namun asal mula seseorang menggunakan narkotika bukan karena tindakan yang secara disengaja direncanakan oleh dirinya. Awal penggunaan narkotika selalu disebabkan oleh orang lain yang secara sengaja menawarkan, mengajak, membujuk, memperdaya atau menjebak agar seseorang memiliki pengalaman pertama menggunakan narkotika. Apabila seseorang sudah melewati pengalaman pertama menggunakan narkotika, maka sejak saat itu seseorang berada di pintu gerbang yang terbuka menuju ketergantungan narkotika. Apakah seseorang melangkah jauh ke dalam ketergantungan atau tidak, maka disitulah tingkat kesadaran seseorang dijadikan sasaran untuk dipengaruhi. Apabila orang tersebut kesadarannya mudah dipengaruhi dan dibujuk oleh orang lain untuk masuk kedalam ruang ketergantungan narkotika, maka yang bersangkutan akan menjadi pengguna berat narkotika. Namun apabila seseorang dengan kemampuan mengendalikan kesadarannya maka dia tidak akan ketergantungan. Jadi penggunaan narkotika dengan ketergantungan yang berat bukan tindakan yang secara sengaja direncanakan oleh dirinya atau menjadi pilihan hidup seseorang. Ketergantungan narkotika pada diri seseorang secara sengaja dibuat oleh orang lain atau sekumpulan orang yang secara sengaja mencari keuntungan dari orang yang menggunakan narkotika. Orang yang mencari keuntungan tersebut adalah bandar, pengedar, penjual dan kurir narkotika. Maka pengguna narkotika adalah korban dari tindakan orang lain atau sekumpulan orang yang mencari keuntungan dari kecanduan yang dialami oleh pengguna narkotika. Konsumsi narkotika yang terus menerus memberikan keuntungan yang tidak sedikit bagi bandar, pengedar, penjual, dan kurir narkotika dan orang-orang yang secara sengaja mencari nafkah dengan cara inilah yang disebut sebagai pelaku kriminal dalam masalah narkotika. Kerugian yang dialami pengguna narkotika tidak saja kerugian materi, namun juga kerugian sosial, psikis, fisik dan kesehatan. Kerugian sosial yang dialami seorang pengguna narkotika berupa stigma atau cap buruk yang ditimpakan kepadanya oleh masyarakat, seperti sebutan pengguna narkotika adalah sampah masyarakat dan sebutan buruk lainnya. Kerugian psikis yang dialami pengguna narkotika jelas kondisi kejiwaan yang tidak stabil akibat ketergantungan pada zat narkotika. Apalagi jika pengguna narkotika khususnya pengguna narkotika suntik tertular virus HIV yang menyebabkan pengguna tersebut menderita AIDS. Inilah kerugian fisik dan kesehatan sebagai akibat dari dampak penggunaan narkotika suntik yang berlipat ganda, bukan saja mendapat cap buruk akibat ketergantungan narkotika suntik tetapi juga stigma karena terinfeksi HIV. Menurut estimasi Kementrian Kesehatan tahun 2009 diperkirakan jumlah pengguna narkotika suntik (penasun) di Indonesia berjumlah 105.784 di antaranya 52.262 terinfeksi HIV (tingkat prevalensi 49,69%) selain itu diperkirakan ada 28.085 pasangan pengguna narkotika suntik dan bahwa 25% dari mereka sudah terinfeksi HIV. Padahal pada tahun 2000 penasun yang terinfeksi HIV hanya 15% kemudian terus meningkat dengan cepat hingga menjadi sekitar 50% di tahun 2006. Penyebaran HIV melalui jalur penggunaan narkotika suntik akhirnya akan meluas ke masyarakat yang bukan pengguna narkotika suntik melalui transmisi seksual menjadi ancaman yang serius bagi kesehatan masyarakat Indonesia. Program Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Suntik Berdasarkan latar belakang di atas, maka pemerintah menetapkan kebijakan di tingkat nasional yang dikeluarkan oleh Menteri Kordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat selaku Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Nasional nomor 02/PER/MENKO/KESRA/I/2007 tanggal 19 Januari 2007 tentang Kebijakan Nasional Penangulangan HIV dan AIDS Melalui Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif Suntik atau yang dikenal dengan sebutan Program Harm Reduction. Kebijakan ini berdasarkan pasal 3 bertujuan: 1. Mencegah penyebaran HIV di kalangan penasun dan pasangannya. 2. Mencegah penyebaran HIV dari penasun dan pasangannya ke masyarakat luas. 3. Mengintegrasikan pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik ke dalam sistem kesehatan masyarakat dalam layanan pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV dan AIDS serta pemulihan ketergantungan napza. Kebijakan program harm reduction ini menetapkan dalam pasal 1butir nomor 5 bahwa pengguna napza suntik yang selanjutnya disebut penasun adalah setiap orang yang menggunakan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif dengan cara suntik. Dan di dalam petunjuk pelaksanaan permenkokesara ini penasun ditetapkan sebagai pasien/orang sakit yang berhak untuk mendapatkan layanan kesehatan dan upaya pengobatan/pemulihan ketergantungan napza. Sedangkan dalam pasal 1 butir nomor 6 pengurangan dampak buruk penggunaan narkotika psikotropika dan zat adiktif suntik yang selanjutnya disebut pengurangan dampak buruk penggunaan napza suntik adalah suatu cara praktis dalam pendekatan kesehatan masyarakat yang bertujuan mengurangi akibat negatif pada kesehatan karena penggunaan napza dengan cara suntik. Cara yang efektif untuk mencegah penularan HIv di dalam program harm reduction ini ditetapkan ada empat layanan yang efektif yaitu : (1) Layanan alat suntik steril, agar penasun tidak menggunakan alat suntik secara bersama dan bergantian; (2) Layanan Terapi Rumatan Metadon atau terapi substitusi (pengganti) opiat khususnya heroin kepada zat metadon; (3) Layanan perawatan pemulihan ketergantungan napza; (4) Layanan perawatan pengobatan bagi penasun dan pasangannya yang terinfeksi HIV. Layanan tersebut dapat disediakan di Puskesmas, Rumah Sakit dan Lapas/Rutan. Keuntungan dari penyediaan layanan tersebut adalah penasun dan pasangannya dapat terhindar dari infeksi HIV, penyakit ikutan akibat penggunaan napza dan infeksi HIV dapat diobati, dan ketergantungannya dapat dipulihkan serta yang paling penting adalah penasun dan pasangannya diterima oleh masyarakat sebagai orang sakit yang perlu mendapat perhatian, pengobatan dan perawatan. Apabila kondisi kesehatan penasun dan pasangannya membaik, maka niscaya penyebaran HIV dapat dicegah agar tidak meluas ke masyarakat umum dan pada akhirnya kesehatan masyarakat juga terhindar dari bencana epidemi AIDS. Saat ini ada 93 negara yang mendukung program harm reduction sebagai strategi pencegahan penularan HIV, namun yang menuangkan dalam kebijakan secara eksplisit dalam dokumen kebijakan nasional baru 79 negara termasuk Indonesia. Hasilnya setelah 4 tahun kebijakan harm reduction ditetapkan tingkat infeksi HIV baru di kalangan penasun turun dari 50% di tahun 2006 menjadi 40% di tahun 2010. Semoga dengan intensifikasi program harm reduction ini infeksi HIV dikalangan penasun bisa ditekan terus hingga pada titik terendah dan epidemic AIDS dapat dikendalikan. Penutup Menghukum pengguna narkotika bukan solusi yang tepat. Memberikan layanan kesehatan yang efektif bagi pengguna narkotika khususnya penasun tidak saja menyelamatkan generasi muda dengan pendekatan berperspektif kesehatan masyarakat, namun juga memperkuat rasa kemanusiaan. ---00--- Diposkan 23rd November 2011 oleh FORKON 0 Tambahkan komentar JUN 10 MEMBANGUN KESADARAN KORBAN NAPZA DARI PENGALAMAN MASA LALU Pendidikan hukum Narkotika yang FORKON lakukan, adalah menggunakan metode diskusi interaktif. Strategi diskusi interaktif di komunitas awalnya mengedepankan teori hukum yang berlaku kemudian di padukan dengan fakta-fakta yang di alami pengguna Narkotika Suntik masa lalu ketika pada saat berhadapan dengan hukum di lapangan. Strategi ini banyak mengalami tantangan yang salah satunya adalah banyak ”benturan”, peserta menganggap prosedur hukum yang berlaku tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan dan sangat bertolak belakang sehingga sulit di pahami secara sadar dalam penyampaian materi diskusi. Kemudian FORKON merubah strategi diskusinya, Perubahan strategi tersebut menjadikan peserta sebagai narasumber diharapkan peserta mampu belajar dari pengalaman masa lalu peserta pada saat berhadapan dengan hukum, kemudian di jadikan pembelajaran bersama bagi peserta diskusi. Pengalaman masa lalu tersebut kemudian di padukan dengan teori hukum yang berlaku, sehingga diskusi menjadi sangat interaktif dan menjadi menarik bagi peserta diskusi, karena di kaikan dengan penanggulangan AIDS di indonesia. Diposkan 10th June 2011 oleh FORKON Label: diskusi diskusi interaktif komunitas narkoba narkotika pecandu solusi 0 Tambahkan komentar JUN 10 PEMENUHAN HAK ATAS KESEHATAN PENGGUNA NARKOTIKA, TERANCAM HILANG SAAT BERHADAPAN DENGAN HUKUM Asesmen yang di lakukan FORKON pada bulan Febuari 2010, tidak lama setelah Undang-undang Narkotika di sahkan, 78% menjawab tidak mengetahui adanya Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dan hanya 22% pengguna Narkotika suntik yang menjawab mengetahui adanya Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Tidak hanya itu hasil asesemen FORKON juga mencatat terkait prosedur Penagkapan dan penahanan yang di lakukan oleh Aparat Penegak Hukum dalam hal ini pihak kepolisisan republik Indonesia terhadap pengguna Narkotika khususnya pengguna Narkotika Suntik, 70% pengguna Narkotika khususnya pengguna Narkotika suntik tidak mengetahui terkait prosedur penagkapan dan penahanan yang di lakukan aparat penegak hukum dalam hal ini pihak kepolisian republik Indonesia. FORKON menyimpulkan Informasi hukum Narkotika dan prosedur penagkapan serta prosedur penahanan kasus Narkotika sangat di butuhkan di komunitas pengguna Narkotika khususnya pengguna Narkotika suntik. Ini sangat berkaitan dengan pemenuhan hak atas kesehatan Pengguna Narkotika yang berhadapan dengan hukum pada masa prapradilan dalam penaggulangan AIDS di Indonesia. Perlu dilakukan serangkaian pendidikan hukum Narkotika di komunitas pengguna Narkotika suntik. Diposkan 10th June 2011 oleh FORKON Label: berhadapan dengan hukum forkon forum korban napza hukum narkotika pecandu 0 Tambahkan komentar Memuat